Arif Pradipta, begitu Emak memberiku nama ketika aku terlahir ke dunia. Hidup ku baik-baik saja selama ini, sebelum akhirnya rumah kosong di samping rumah ku di beli dan di huni orang asing yang kini menjadi tetangga baruku.
kedatangan tetangga baru itu menodai pikiran perjakaku yang masih suci. Bisa-bisanya istri tetangga itu begitu mempesona dan membuatku mabuk kepayang.
Bagaimana tidak, jika kalian berusia sepertiku, mungkin hormon nafsu yang tidak bisa terbendung akan di keluarkan paksa melalui jari jemari sendiri.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Zhy-Chan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
²⁹ Pindah Rumah
"Astaga, Mas. Bisa-bisanya kamu punya pikiran sepicik itu?"
"Maaf."
"Jangan ada yang di tutup-tutupi lagi di antara kita!" Rifani menegaskannya lagi.
"Jadi katakan padaku, apa alasan mu yang sebenarnya? Tiba-tiba mengajak liburan seperti ini, Mas?" lanjut Rifani.
"Mungkin jujur memang lebih baik, dari pada menyimpan Kegelisahan seperti ini sendirian. Belum lagi menimbulkan salah paham dan masalah-masalah lainnya. Seperti ketidakjujuran ku tiga bulan yang lalu, yang malah membawaku terperangkap pada kandang monster seperti Alex" batin Nata.
Nata mengambil gawai di saku celana nya dan memberikan layar genggam tersebut pada istrinya setelah dia buka kuncinya menggunakan pola. Lelaki itu tidak tahu saja, jika Rifani sudah bisa membuat pola itu sendiri, dan bahkan semua isi chatnya bisa di baca perempuan itu setiap saat.
."Apa ini, Mas?"
"Buka saja chat dari kontak yang bernama SG, itu adalah pesan dari Alex."
Rifani membuka isi chat satu per satu. Kepalanya menggeleng-geleng dengan bibir di tutupi menggunakan tangannya sendiri.
"Serem, Mas. Saya nggak kuat membacanya sampai habis. Jadi, Mas Nata tadi sempat melayaninya lagi, Hah?"
Rifani dengan kasar membuka kancing kemeja suaminya. Dia menggeleng-geleng melihat bekas cupangan yang masih samar terlihat di area leher.
"Kau mengkhianati saya lagi, Mas."
Kembali, air mata merembes pada pipi perempuan yang di khianati suaminya berkali-kali ini. Sialnya, bukan perempuan cantik yang menjadi pesaing nya.
"Maaf, Yang. Tidak ada cara lain selain menuruti permintaan nya. Dia mengancam akan menyebarkan video yang terdapat wajah saya di sana. Dia mengancam akan memviralkannya. Tapi tenang saja, saya sudah menghapus semua video tersebut tanpa sisa. Saya tadi juga sudah mengundurkan diri dari perusahaan itu."
"Jadi, apa yang Mas Nata ingin lakukan sekarang?"
"Sepertinya akan sulit bagi saya keluar dari zona hitam itu, Alex pasti akan terus mengganggu saya. Karena keterbatasan untuk melampiaskan hasrat, di tambah lagi sulit juga mencari seseorang yang mau melayaninya seperti saya. Tahu sendiri kan kalau lagi horny, tapi nggak ada teman main, seperti apa rasanya? Si Alex nggak bakal melepas mainan yang sudah di temukannya begitu saja."
"Saya menyesal, Sayang. Saya terlalu bodoh membuka pintu dan masuk ke buaian Alex waktu itu. Kini, saya kesulitan keluar dari sana," sambung Nata. Cairan asin menitik di sudut matanya.
"Lalu gimana?"
Rifani mulai resah dan takut.
Sesungguhnya, dia masih mencintai suaminya dan tidak mau sang suami masuk ke lubang dosa itu lagi.
...🏵️🏵️🏵️...
Kembali ke Arif, sang ojol gabut.
Setelah mengantar Rifani pulang tadi, Arif kembali menarik orderan penumpang. Di tempat biasa nongkrong sudah ada Bambang. Arif menghampiri teman nya itu setelah memarkirkan motor nya di tepi jalan.
"Halo brow." Saling menabrakkan genggaman tangan, sapaan ala cowok gaul.
"Kenapa lu, kok kucel gitu?"
"Biasa, masalah cowok. Hehe."
"Masih perkara istri tetangga sebelah?" tanya Bambang meledek.
Sedikit-sedikit, dia sudah tahu apa yang ada di pikiran Arif. Padahal, baru sekali Arif keceplosan kalau semangat nya kemarin itu, berasal dari istri tetangga sebelah.
"Hmm...."
"Mbok ya, nyari pacar sana, dari pada jadiin istri tetangga semangat nya mulu. Sampai tua juga, akan tetep bertepuk sebelah tangan, cinta lu itu. Haha. Lu kagak tahu ya, banyak cewek yang suka ma lu, tapi lu nya aja yang cuek bebek."
"Ah, masa iya? Mana ada cewe yang suka ma tukang ojek online seperti gue ini? Heh." Arif mencebik.
"Eh, jangan salah. Tukang ojek online tu banyak berjasa loh. Mengantar orang ke mana-mana, trus mengurangi kemacetan. Wkkwkk."
"Jadi, udah sampai mana perkembangan nya? Mereka jadi cerai?" sambung Bambang.
"Hah? Mereka siapa?"
"Siapa lagi kalau bukan tetangga mu itu. Kamu pasti berdoa agar mereka segera pisah, 'kan?" Bambang mengedip-ngedipkan satu matanya.
Dari mana Bambang bisa tahu soal kehidupan rumah tangga tetanggaku? Padahal belum pernah aku menceritakan hal itu padanya. Bahkan menyebutkan nama 'Rifani' aja, aku belum pernah.
"Sesuka-sukanya, secinta-cintanya gue ma istri orang, tapi gue masih punya nurani, brow. Gue tetep doanya yang baik-baik, doa biar kehidupan rumah tangga cewe yang gue cinta tu samaraba."
"Tuh 'kan, udah suka main raba-rabaan. Hahaha," kelakar Bambang.
"Bukan raba yang itu, Anying. Hehe."
"Tapi by the way, lu kok tahu kalo tetangga gue ada niatan cerai?"
"Itu, paman gue yang cerita."
"Paman lu, siapa?"
"Paman gue tu, anaknya nenek gue yang lahir sesudah emak gue. Hahahha."
"Anying lu." Arif menempeleng teman koplak nya itu. Mereka tertawa terbahak-bahak.
Warna orange mulai menghiasi senja Indah bagi jiwa si penikmat kopi. Di beberapa sudut kota, anak-anak muda menikmatinya. Kopi dan senja, dua kata yang selalu beriringan.
Dulu waktu masih sekolah, Arif juga seperti anak-anak itu. Menikmati hidup bersama kawan-kawannya. Sekarang semua sudah berbeda, dia harus memikirkan hidup yang lebih luas lagi.
Arif meninggikan laju motor nya, salip sana salip sini. Entah kenapa hatinya merasa tidak enak. Bawaannya ingin segera pulang saja.
Setibanya di rumah, ia memarkirkan motor nya di tempat biasa. Namun, matanya menangkap sesuatu yang berbeda di halaman rumah tetangga nya itu. Sebuah truk pengangkut barang terparkir di halaman Rifani. Arif penasaran. Apa yang ingin mereka lakukan dengan truk itu?
"Kenapa ada truk di sana?" Arif masih berdiri di depan pintu dengan tubuh menghadap ke rumah tetangga.
"Pulang kerja bukan nya uluk salam, malah bengong di depan pintu. Rif... Arif. Awas kesambet lu nanti," seru Bulek Siti membuat Arif terkesiap.
"Eh, Emak. Assalamualaikum, Makku sayang." Arif menghampiri ibunya, lalu mencium punggung tangan yang sudah keriput itu.
"Mak, kok ada truk di sana? Memang nya mau buat apa?" tanya Arif pada ibunya, dengan yakin akan mendapat jawaban yang memuaskan.
Karena biasanya, perempuan sepuh yang selalu menggunakan kerudung instan tapi gak pakai di rendam dalam air panas itu, selalu serba tahu dengan kegiatan tetangga.
Bukan sok kepo dengan kehidupan orang lain, tapi karena dia punya warung kelontong yang sering di pakai untuk menebar gosip ternews oleh para pembeli nya, mau tidak mau, telinga Bulek Siti ikut mengunyah berita itu.
"Oh itu... Tetangga sebelah mau pindah rumah," jawab Bulek Siti santai. Sesantai saat menyeruput kopi tubruk.
Namun, kesantaian itu tidak berlaku untuk yang baru saja mendengar keterangan nya.
"What? Mbak Rifani mau pindah, Mak? Ke mana?" Arif seperti kucing kehilangan ekornya, belingsatan.