Akibat kenakalan dari Raya dan selalu berbuat onar saat masih sekolah membuat kedua orangtuanya memasukkan Raya ke ponpes. setelah lulus sekolah.
Tiba disana, bukannya jadi santri seperti pada umumnya malah dijadikan istri kedua secara dadakan. Hal itu membuat orangtua Raya marah. Lalu apakah Raya benar-benar memilih atau menolak tawaran seperti orangtuanya?
Tingkah laku Raya yang bikin elus dada membuat Arsyad harus memiliki stok kesabaran yang banyak.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon pinkberryss, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Cookies rasa cinta
Setelah kepergian Arsyad tadi yang sempat meminum air di kulkas membuat Raya lega. Pasalnya saat berdekatan dengan Arsyad membuat jantung Raya berdisko. Ia selalu memegangi dadanya siapa tahu bisa meredakan getaran dari dalam yang berdetak sangat kencang. Wangi aroma maskulin menyeruak yang memenuhi indra penciuman Raya itulah membuatnya seakan ingin pingsan namun di pangkuan pangeran.
"Umi, emangnya anaknya umi suka begitu ya?"
"Siapa nak?"
"Ya Gus Arsyad itu. Suka nggak jelas," Bu Sofiyah tertawa pelan.
"Ya memang setelannya begitu selain kaku orangnya banyak pendiam namun bukan berarti nggak pernah ngomong atau bersosialisasi,"
"Tadi kayak salting banget pas Raya liatin, kek dia pasti ngelihat wajahku kayak lihat bidadari surga. Iya kan umi?"
"Iya kamu memang cantik pakek banget. Itu masukin nak kedalam wadah, campur juga coklatnya,"
Mereka berdua sangat asyik sekali di dapur yang semua bersih rapi kini berantakan akibat ulah Raya yang tak bisa diam. Tapi Bu Sofiyah tidaklah marah, justru senang karena melihat sikap Raya yang sangat aktif, dengan begini dia tahu bagaimana cara membuatnya menjadi gadis yang penurut dan sikapnya manjadi baik, tapi tetap jadi diri Raya sendiri walau terkesan bar-bar.
Setelah adonan jadi lalu mencetaknya diatas loyang yang sudah siap. Lalu dimasukkannya adonan tersebut ke dalam oven hingga beberapa menit kedepan.
"Wah bau apa ini kok wangi?" pak Umar datang dari luar lagi ke dalam rumah.
"Iya bi kami baru saja buat cookies coklat. Banyak loh soalnya Raya sangat suka, daripada bahan-bahan lama nggak kepake mending dibikin cookies,"
"Abi kok suka keluar rumah terus sih?"
"Iya nak, kan ngajar juga atau ada keperluan bisa juga undangan keluar. Tapi ya kadang Abi juga sering kok dirumah," memang benar pak Umar sangat sibuk akhir-akhir ini karena banyaknya undangan untuk menghadiri sebuah acara selain mengajar.
"Ini bi sudah ada yang matang, tapi masih panas. Umi ambilin dipiring ya," Bu Sofiyah menata lima cookies diatas piring kecil.
"Baunya saja terlalu wangi apalagi rasanya pasti sangat enak!"
"Iya dong kan Raya yang buat..." dia menepuk dadanya dan terlihat percaya diri.
Bu Sofiyah tertawa melihat Raya seperti itu, begitupula dengan pak Umar.
"Ini kita dinginkan dulu, lalu dimasukkan ke toples. Yang dua ini kasih ke Inayah dan Fira. Ini untuk Arsyad, sisanya kamu habiskan semuanya nak," mata Raya berbinar saat melihat banyaknya sisa cookies yang tersedia untuknya.
"Loh terus umi?"
"Umi hanya secukupnya saja, ini sudah umi sisihkan,"
"Ih seneng banget akhirnya bisa puas sama cookies. Makasih banyak ya umi," raya berhambur ke pelukan Bu Sofiyah.
"Sama-sama nak, lagipula kamu juga ikut buat kan?" Raya mengangguk bahagia.
Di sisi lain Arsyad sedang berjalan menuju rumahnya setelah selesai mengajar. Wajahnya menunjukkan kelelahan. Sesampainya ia malah dikejutkan dengan kondisi bagian dapur yang cukup berantakan dan kotor.
"Sarah!" panggilnya berteriak.
"Dimana dia, Sarah!"
"Iya Gus..."
"Kenapa tidak langsung membereskan semua ini? Lihatlah berantakan begini kenapa dirimu sangat jorok sekali! Cepat bersihkan, kalau saya sudah mandi lalu kesini dan belum juga bersih... Maka hukumanmu membersihkan seluruh isi rumah ini tanpa terkecuali," ucapan dari Arsyad membuat Sarah terdiam kaku. Matanya mulai berkaca-kaca.
"Gus maaf tapi tadi aku ketiduran sebentar jadi—"
"Sebentar katamu? Bukankah ini piring saat saya sarapan pagi tadi lalu kenapa tidak langsung dibereskan! Apa harus saya lagi yang mencuci semuanya? Jangan jadi orang yang suka dengan kekotoran," dia lalu meninggalkan Sarah yang menangis di sana.
"Aku memang salah menjeratmu dulu Gus, maafkan aku... Nyatanya meski kita sudah menikah tapi hanyalah siri, aku— apa harus aku meminta pisah sesuai keinginannya saja? Jujur saja tidak hanya aku yang salah disini tapi setelah menikah dia tak pernah menyentuh ku. Aku harus bagaimana. Se jijik itukah denganku sampai-sampai tidur selalu terpisah. Tapi memang salahku dari awal, aku yang membuatnya menikahi ku," dia masih menangis berdiam diri disamping meja makan. Tanpa dia sadari juga, ada Raya yang tak sengaja mendengar dia mengakui rahasia pernikahannya. Tak perlu mencari tahu Raya sudah dikasih tahu oleh sang pemilik rahasia itu.
'Ya ampun ternyata selama ini... Gue nggak sia-sia mau anterin cookies buat Gus Arsyad eh malah denger rahasia tersembunyi'
'Berarti calon suami gue masih perjaka dong? Eh tapi usia pernikahan mereka berapa kok Gus Arsyad tega nggak pernah ngelakuin itu ya, apa nggak tergoda? Tapi yang namanya nggak cinta jelas nggak mungkinlah ya, masalahnya ada juga yang nikah tanpa cinta setelahnya tumbuh lah ini tumbuh juga kagak. Kok jadi gue yang pusing sih!'
Sebenarnya Raya sudah masuk kedalam namun ia balik lagi mulai dari awal dengan mengetuk pintu supaya Sarah tidak curiga kalau dia mendengar semuanya.
"Raya?" Sarah melihat keberadaan Raya di ambang pintu. Lalu dia melihat toples yang dibawanya.
"Nggak disuruh masuk dulu nih?"
"Eh iya masuk Ray, maaf ya. Duduk dulu aku mau beres-beres dapur gapapa kan aku tinggal?"
"Hm sana beresin aja, gue kesini cuma mau nemuin Gus Arsyad aja mau kaish sesuatu,"
"Em iya... Masih mandi orangnya aku tinggal dulu ya." Raya mengangguk setelahnya Sarah pergi ke dapur. Disini Raya malah membaringkan tubuhnya diatas sofa sambil memeluk toples yang dibawanya. Matanya tiba-tiba tertutup seperti orang tidur karena mengantuk.
Sesaat kemudian setelah beberapa menit, terdapat deheman seseorang.
Ehem
"Bangun!" Raya menggeliat melihat siapa didepannya itu langsung terduduk tegap.
"Eh calon suami udah mandi nih? Lama amat!"
"Memangnya ada apa kamu kesini?" Raya menyerahkan toples berisi cookies tadi.
"Nih cookies rasa cinta buatan gue sama umi," tangan Arsyad mengambil cookies itu.
"Makasih," Sepertinya Raya tak puas akan ucapan singkat darinya, mukanya langsung judes.
"Minimal dibuka terus dicium aroma cookies nya abis itu dicobain gigitan pertama dirasakan dengan sepenuh hati, setelahnya gue dipuji karena cookies nya enak pakek banget! Gitu aja kok nggak bisa sih Gus?!" ucapan Raya membuatnya menipiskan bibir, menahan supaya tak tersenyum lebar. Hanya senyuman tipis transparan.
Arsyad lalu membuka tutupnya lalu mengambil satu cookies dan menggigitnya, ternyata memang benar rasanya sangat enak. Dia masukkan kembali sisa gigitan tadi kedalam mulutnya.
"Ya kamu benar rasanya sangat enak. Terimakasih banyak!"
"Minimal senyum Gus SENYUM!" Arsyad terkaget-kaget saat Raya meneriakinya hingga berdiri dan wajahnya yang maju.
"Heran gue sama bentukan begini kok ya para santriwati sana pada nge idola in anda. Eh Gus minimal tuh bibir angkat keatas kalau nggak bisa ngangkat sini gue bantu angkat. Emang ada lem nya ya disudut bibir kalau kering jadi keras susah gitu?"
"Memang harus bagaimana lagi, Raya?"
"Capek juga lama-lama gue begini. Nggak bisa bayangin kalo gue udah nikah sama elo hidup gue bakalan kek gimana. Pasti yang ada tuh monoton, nggak ada romantis-romantis nya," Raya masih dalam keadaan berdiri tepat didepan Arsyad, dia melipat kedua tangannya didepan dada. Arsyad yabg melihatnya terlihat lucu dimatanya, gadis bar-bar yang tiba-tiba membuatnya berdebar sejak kemarin namun ia menepisnya.
Bibir Arsyad akhirnya membentuk bulan sabit. Raya yang melihatnya terpukau, dia berdiri mematung tak percaya pada pemandangan di hadapannya. Harus Raya abadikan nih dengan memotret. Tapi sayangnya nggak bawa hp nya.
"Ya ampun gue nggak sedang mimpi kan? Soalnya kalo tidur siang sukanya mimpi cowo ganteng sih," gumamnya sambil menepuk pipinya.
"Oh jadi kamu secara nggak sadar ngakui kalau saya ganteng begitu?"
"Eh nggak ya, bukan gitu enak aja!"
"Gapapa nggak mau ngaku, nanti kamu sendiri yang ngomong," Raya sepertinya muak sekali dengan Arsyad yang sok kepedean begini.
"Udah deh gue mau balik kesini cuma anterin cookies doang. Dihabisin ya kalo nggak gue aduin sama umi, soalnya yang bikin gue sama umi!"
Dia lalu keluar dari rumah dan balik ke rumahnya meninggalkan Arsyad yang masih melihatnya. Sarah yang ternyata diam-diam memperhatikan interaksi mereka membuatnya sedih, baru ini dia melihat Arsyad tersenyum dengan tulus saat melihat Raya, hatinya sesak.
"Dia memang beda. Sangat beda bahkan hampir membuat jantung ku seakan mau keluar," gumam Arsyad.
Memperhatikan kembali toples berisi cookies yang dipegangnya. Senyum tipis kembali terlihat. Dia memutar-mutar toples itu dan melihat sebuah bekas lippies, karena warna toplesnya bening jadi kelihatan jelas.
"Astaga anak itu benar-benar," dia geleng-geleng kepala.
Bagaimana tidak ternyata ada sebuah bekas kecupan yang Raya buat di toples itu. Warna pink yang sangat indah membentuk sebuah bibir Raya. Dia usap perlahan bekasnya yang ternyata tidak hilang.
"Masa iya ini permanen? Mungkin bisa hilang jika terkena air." lanjutnya.
Duh Raya Raya, bikin Arsyad klepek-klepek nih. Begini ternyata salah satu sifat yang keluar dari dalam dirinya salah satunya centil dan cegil.
Kalau begini terus yang ada malah dibikin jatuh cinta setiap hari. Siap-siap aja pegangan dada biar nggak berdebar banget sampai bikin mau pingsan.