Dari semenjak lahir Syailendra dipaksa untuk "tak terlihat", dirumah, disekolah dan juga di lingkungan sekitarnya. Namun ternyata seorang perempuan bernama Ratu memperhatikan dan dengan jelas dan tertarik padanya. Perempuan cantik dan baik yang memberikan kepercayaan diri untuknya.
Sedangkan Ratu, Ia sosok perempuan sempurna. Ratu terkenal tak mau berkomitmen dan berpacaran, Ia seorang pemain ulung. Hidup Ratu berubah saat Ia dan Syailendra satu team mewakili olimpiade kimia dari sekolahnya. Mereka tak pernah sekelas, dan Ratu bahkan baru mengenalnya. Tapi sosoknya yang misterius merubahnya, Ratu merasakan sesuatu yang berbeda dengan pria itu, membuatnya merasa hangat dan tak mau lepas darinya.
Namun dunia tak mendukung mereka dan mereka harus berpisah, mereka lalu bertemu sepuluh tahun kemudian. Apakah kisah kasih mereka akan tersambung kembali? Atau malah akan semakin asing?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon khayalancha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 25 - Menghadapi Ketakutan
Satu hal yang Syailendra lupakan yaitu; hotel ini milik ayahnya. Ya satu sari sekian banyak hotel milik Ayahnya oke tepatnya keluarganya, Hotel ini juga milik dirinya dan juga kakaknya.
Karena asyik mengurus kegiatan di sini ia jadi lupa sang ayah bisa saja berkunjung ke sini kapan pun yang ayahnya itu mau. Lagi pula, Gunawan memang sering keluar kota untuk meninjau proyek-proyeknya selama ini. Bukan hal mustahil sang ayah ada di hotel ini 'kan?
Syailendra mengacak rambutnya frustrasi. Kadang otaknya yang encer malah tidak memikirkan hal sesederhana ini.Syukur tadi keberadaannya tidak disadari sang ayah, hingga ia bisa kabur ke kamar seperti saat sekarang ini. Namun bagaimana selanjutnya? Sekarang ia bisa lolos. Nanti? Tidak ada yang tahu pasti sampai kapan ia bisa menyembunyikan diri dari keluarganya.
"Wah, lo kebangetan ya. Main tinggal aja. Nggak sopan banget. Bu Susan sampai nyariin lo tadi."
Suara yang berasal dari arah pintu itu membuat Syailendra mengangkat kepala. Dapat ia lihat Heri masuk ke dalam, dan kini mendudukkan diri di space kosong sebelahnya.
"Bu Susan nyariin aku?" bingung Syailendra.
"Ya iya. Tadi kita ngobrol santai sama pemilik hotel. Terus nanti malam kita diundang sama dia makan malam di restoran sebagai apresiasi karena udah mewakili kota Bandung. Lo bisa-bisanya kabur duluan," decak Heri.
Jantung Syailendra kehilangan fungsi detaknya detik itu juga. Wajahnya memucat membayangkan sang ayah yang akan tahu dirinya ada di sini kalau nanti ia ikut makan malam itu. Tidak. Syailendra harus mencari alasan agar ia tidak datang ke restoran untuk memenuhi undangan sang ayah. Tolonglah, minimal sampai perlombaan ini berakhir. Setelah itu Syailendra pasrah apa yang akan terjadi pada dirinya.
"Hm... kalau aku nggak datang gimana? Badanku kurang enak. Aku—"
"Sumpah, lo berani banget ya nentang Bu Susan? Ini kita diundang, lho. Wajib datang. Nggak enak sama pemilik hotel kalau kita nggak lengkap datangnya," potong Heri tanpa tahu apa yang sebenarnya terjadi.
"Aku beneran nggak bisa, Her. Aku juga mau hafalin materi. Lombanya besok kan? Aku takut nanti kita keteteran kalau buang waktu," konyol, namun apa lagi yang bisa Syailendra katakan? Sebisa mungkin ia tolak undangan makan malam itu meski pun alasannya terdengar tidak masuk akal sekali pun.
"Sakit jiwa lo, Ndra. Jangan gitulah. Datang aja buat lihatin muka. Setelah itu kalau lo mau ke kamar ya udah nggak masalah. Nanti gue bantu ngarang alasan ke Bu Susan."
"Tap—"
"Nggak ada tapi-tapian. Gue bilangin Bu Susan ya lo supaya besok nggak usah aja lo ikut lomba. Bu Susan lebih suka sama orang yang ngehargai orang lain. Nggak kayak lo ini!" ancam Heri.
Sebenarnya hanya omong kosong belaka, namun sukses membuat Syailendra cemas dan akhirnya mengalah.
Ya sudahlah, mau bagaimana lagi? Kalau pun Syailendra harus menghadapi ayahnya, Syailendra akan lalukan. Karena ia tidak punya pilihan lain saat ini. Menghadapi sekua kenyataaan adalah satu-satunya yang bisa Ia lakukan. Lebih baik Ia mandi, menenangkan diri dan membuat beberapa skenario mengenai apa yang akan terjadi. Karena Ia tahu orangtuanya akan mengamuk dan marah padanya karena Ia melakukan hal yang paling dilarang yaitu diketahui oleh semua orang.