Rumah?
Ayra tidak memiliki rumah untuk benar-benar pulang. Rumah yang seharusnya menjadi pelukan hangat justru terasa seperti dinding-dinding dingin yang membelenggunya. Tempat yang semestinya menjadi surga perlindungan malah berubah menjadi neraka sunyi yang mengikis jiwanya.
Siapa sangka, rumah yang katanya tempat terbaik untuk pulang, justru menjadi penjara tanpa jeruji, tempat di mana harapan perlahan sekarat.
Nyatanya, rumah tidak selalu menjadi tempat ternyaman. Kadang, ia lebih mirip badai yang mencabik-cabik hati tanpa belas kasihan.
Ayra harus menanggung luka batin yang menganga, mentalnya hancur seperti kaca yang dihempas ke lantai, dan fisiknya terkikis habis, seakan angin menggempurnya tanpa ampun. Baginya, rumah bukan lagi tempat berteduh, melainkan medan perang di mana keadilan tak pernah berpihak, dan rumah adalah tangan tak terlihat yang paling kejam.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon @nyamm_113, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
OLYMPUS SCHOOL
Happy Reading.
Siswa-siswi di Olympus School dikenal karena kecerdasan, kreativitas dan semangat mereka. Mereka memiliki akses ke sumber daya yang sangat luas dan memiliki kesempatan untuk mengembangkan bakat dan minat mereka.
Tetapi di balik kesuksesan dan keungulan Olympus School, terdapat juga tekanan dan ekspektasi yang sangat tinggi dari orang tua dan masyarakat. Mereka harus berjuang untuk memenuhi standar yang sangat tinggi dan untuk mempertahankan reputasi sekolah mereka.
“Lo udah ngerjain tugas dari pak Kaito Ay?” Tanya Serin dengan wajah malasnya.
Ayra menangguk, lalu mengeluarkan buku catatan dan buku tugas matematikanya di atas mejanya. Pemandangan itu membuat Serin dan Novia tersenyum lebar dan Ayra hanya menggeleng pelan.
“Uuuhhh, peka banget si sahabat gue.” Serin bersorak senang. Mengambil alih buku tugas milik Ayra.
Novia tak mau kalah, gadis berbando pink itu ikut bergabung dengan Serin. “Lo emang terbaik Ayra.”
Ayra menatap keduanya dengan senyum geli, bukan sekali dua kali mereka meminjam atau lebih tepatnya mencontek tugasnya. Ini untuk yang kesekian kalinya, dia bukan tipe orang pelit tetapi Ayra juga memiliki syarat untuk sahabatnya.
“Biasa aja,” lirihnya. Gadis dengan tinggi 155 cm itu meringis pelan pada telapak tangannya yang masih diperban akibat ulah dari Vynessa.
“Gue tiba-tiba ngantuk lihat semua angka-angka yang gue ngak pahami sama sekali,” sahut Novia dengan wajah malasnya.
“Otak lo dangkal, makanya ngak pernah pintar.” Serin menepuk bangga dadanya berulang kali.
Novia mendelik tak terima. “Kaya lo paham aja, ngaca sayang. Lo juga nyontek ya,” balasnya.
“Udah, ke buru pak Kaito datang. Yang ada kalian bisa dihukum lagi,” larai Ayra.
Keduanya menurut, segera mengerjakan tugas hasil contekan dari Ayra tentunya. Beberapa menit kemudian, guru matematika tersebut akhirnya muncul karena bel masuk pelajaran pertama segera di mulai.
“Pagi anak-anak,” sapa Kaito. Guru blesteran Indonesia Jepang yang telah memikat hati banyak murid Olympus School karena masih muda dan bujang tentunya.
“Pagi pak!”
Kaito tersenyum kecil dan mengangguk. “Tugasnya bisa di kumpul sekarang, yang belum selesai silahkan berdiri di luar sampai jam saya selesai.”
“Yaahhh, pak!”
Kaito tersenyum lagi. “Ayo, dikumpulkan sekarang.”
xxx
Ayra, Novia dan Serin adalah siswi jurusan IPA. Mereka telah menduduki bangku kelas sebelas, selama dua tahun ber sekolah di Olympus School. Mereka tidak pernah absen kecuali hari libur pergi ke kantin, walau dalam situasi genting pun. Perut mereka lebih penting, kecuali Ayra tentunya yang harus menyisihkan uang jajannya untuk ditabung.
“Kalian berdua pesan aja dulu, biar aku yang cari meja kosong.” Ayra menatap sekelilingnya mencari meja kantin yang masih kosong.
“Oke sayang,” balas Serin. “Lo benaran ngak mau gue traktir Ay? Minuman aja deh, atau ngak cemilan. Mau ngak?”
“Kalau gue jadi lo Ay, gue udah porotin si Serin sampai tekor dah kantongnya. Kesempatan ini ngak datang dua kali sayang,” timpal Novia.
Plak
“Yeeuuu, itu mah maunya lo!”
“Ngak deh, aku kan bawah bekal sama minum. Jadi, ngak usah.” Ayra menolaknya dengan halus. Dengan sedikit paksaan, Ayra mendorong tubuh keduanya.
“Aku cari tempat duduk dulu.”
“Aneh, gue makin hari kok nyadar kalau badan tu bocil makin kecil.”
“Lah, dia kan emang kecil Novia.”
Novia berdecak kesal mendengar ucapan Serin, dia juga tahu tubuh Ayra memanglah kecil dan pendek. Tetapi, beberapa waktu terakhir ini, dia menyadari jika sahabatnya itu semakin kurus.
“Ckkk, bukan itu maksud gue peak!”
“Santai dong! Mungkin perasaan lo aja.”
Ya, mungkin hanya perasaannya saja.
xxx
Ayra berjalan seorang diri dengan tumpukan buku paket di kedua tangannya, bahkan buku paket tersebut sedikit menghalangi pandangannya.
Kaki kecilnya membawanya ke perpustakaan sekolah yang megah dan bergaya modern, kakinya terus melangkah dengan pandangan yang tertutupi oleh buku paket yang menumpuk itu. Hingga tibalah dia di perpustakaan yang sepi kecuali petugas perpustakaan itu sendiri.
“Loh, saya pikir bukunya yang melayang sendiri. Ternyata kamu to Ayra,” sahut petugas perpustakaan itu tiba-tiba.
Ayra tersenyum menanggapi ucapan petugas tersebut.
“Heheh, iya bu.”
“Itu buku paket di simpan di tempatnya lagi ya nak,” ujar wanita dengan rambut yang disanggul tinggi dan tidak lupa kaca matanya yang melorot.
“Baik bu, kalau begitu saya permisi.”
Setelah kembali dari perpustakaan, dia segera kembali ke kelasnya tetapi lebih memilih untuk ke kantin dengan tujuan menyusul kedua sahabatnya yang sudah kembali nag kring di kantin.
“SAYANG! SEBELAH SINI BABY!”
Ayra meringis pelan saat beberapa murid menatap ke arahnya karena teriakan maut dari Novia, tanpa mau berlama-lama dengan langkah kecilnya Ayra segera menyusul kedua sahabatnya itu. Hingga, kejadian selanjutnya membuat semua pengunjung kantin terdiam.
“KALAU JALAN TUH PAKE MATA!”
Ayra meringis pelan karena merasakan sensasi panas pada lengan kirinya yang tak sengaja terkena kuah bakso dari Kaliyah.
“M-maaf kak,” lirihnya dengan tangan kanannya yang sibuk mengusap lengan kirinya.
Almamater sekolahnya segera dia lepaskan, kemudian menggulung lengan kemeja putihnya dan terlihat lengannya sudah merah dan terasa perih karena kuah bakso yang panas itu.
“Ayra! Ayra lo ngak apa-apa?” Serin datang dengan wajah paniknya. Matanya tertujuh pada lengan sahabatnya, membuatnya khawatir. “Astaga tangan lo Ayra!”
“Ngak usah lebay deh, teman lo aja tu yang jalan ngak pake mata!” Kaliyah melipat kedua lengannya di depan dadanya dengan tatapan tanpa bersalah.
“Matamu! Lo ngak lihat lengan sahabat gue melepuh karena lo?” Bentak Novia menunjuk wajah Kaliyah.
Pemandangan seperti ini hampir setiap hari siswa Olympus School lihat, siapa yang tidak tahu dengan Kaliyah? Anak pengusaha dan pembisnis sukses, lalu siapa juga yang tidak mengenal Ayra? Si anak beasiswa dengan status anak seorang pembantu.
“Lo ngak usah ikut campur ya!” Sentak Kaliyah dengan mata melotot tajam.
Ayra mencegah Novia saat hendak kembali bersuara. “Aku minta maaf karena ngak sengaja, tapi ini bukan sepenuhnya salah aku.”
“Aduh Ay, lo ngapain si minta maaf sama orang yang ngak tahu malu ini? Jelas-jelas dia yang sengaja nyiram lo. Jadi, ngak usah minta maaf,” ucap Serin.
“Heh! Lo kalau ngomong yang benar ya!” Kaliyah mulai terpanting. Gadis itu menunjuk wajah Ayra dengan wajah penuh emosi. “Lo cuman anak beasiswa, jangan mentang-mentang lo anak kebanggaan semua guru di sini lo bisa seenaknya.”
Ayra, Novia dan Serin meringis pelan saat mendengar ucapan mulus dari Kaliyah.
“Kayanya ucapan lo itu kebalik deh, gue yang harusnya ngomong kalau lo jangan seenaknya menindas siswa yang lemah. Lo cuman anak manja yang berlindung dengan status bokap lo sebagai donatur.”
“Ckkk, lo emang butuh cermin yang gede deh Kaliyah.”
Ayra meringis saat kedua sahabatnya mulai ikut terbawah suasana yang mulai panas, hingga tanpa sengaja tatapannya bertubrukan dengan Maverick yang menatap tajam kepadanya. Ayra semakin takut saat langkah lebar Maverick semakin mendekat kepada mereka.
“Lo dan lo.” Maverick menunjuk wajah Serin dan Novia bergantian. “Jaga ucapan lo sebelum gue robek mulut lemas lo berdua!”
Serin dan Novia tersenyum remeh, tidak merasa takut dan terintimidasi oleh tatapan tajam milik Maverick. Kakak kelas mereka ini memang tampan bak seorang dewa, tetapi bagi mereka berdua ketampanan itu tertutupi oleh sifat kejam dan buruk seorang Maverick.
“Kenapa kak? Tersinggung dengan ucapan kita berdua?” Serin memang tidak takut dengan apapun kecuali pada tuhan.
Maverick mencoba menahan diri agar mulut kasarnya tidak mengumpat, laki-laki jangkung itu tidak merespon ucapan Serin melainkan matanya tertuju pada Ayra yag sejak tadi menunduk.
“Dan lo...,” laki-laki itu maju selangkah dan mendekatkan wajahnya ke telinga Ayra. “Tunggu hukuman lo di rumah anak sialan.”
Ayra meneguk selivanya dengan kasar.
JANGAN LUPA TINGGALKAN JEJAK KALIAN DAN TERIMAKASIH BANYAK.
MAMPIR JUGA YA DI AKUN INSTAGRAM MILIK AUTHOR @rossssss_011
TINGGALKAN JUGA SARAN DAN MASUKAN DARI KALIAN SEMUA😉👍
SEE YOU DI PART SELANJUTNYA👋👋👋👋
thor . . bantu dukung karya chat story ku ya " PUTRI KESAYANGAN RAJA MAFIA "