NovelToon NovelToon
Ketika Cinta Ditentang Takdir

Ketika Cinta Ditentang Takdir

Status: sedang berlangsung
Genre:Konflik etika / Persahabatan / Angst / Romansa / Roh Supernatural / Menyembunyikan Identitas
Popularitas:12.5k
Nilai: 5
Nama Author: 𝕯𝖍𝖆𝖓𝖆𝖆𝟕𝟐𝟒

Bayu, seorang penyanyi kafe, menemukan cinta sejatinya pada Larasati. Namun, orang tua Laras menolaknya karena statusnya yang sederhana.

Saat berjuang membuktikan diri, Bayu tertabrak mobil di depan Laras dan koma. Jiwanya yang terlepas hanya bisa menyaksikan Laras yang setia menunggunya, sementara hidup terus berjalan tanpa dirinya.

Ketika Bayu sadar dari koma, dunia yang ia tinggalkan tak lagi sama. Yang pertama ia lihat bukanlah senyum bahagia Laras, melainkan pemandangan yang menghantam dadanya—Laras duduk di pelaminan, tetapi bukan dengannya.

Dan yang lebih menyakitkan, bukan hanya kenyataan bahwa Laras telah menikah dengan pria lain, tetapi juga karena pernikahan itu terpaksa demi melunasi hutang keluarga. Laras terjebak dalam ikatan tanpa cinta dan dikhianati suaminya.

Kini, Bayu harus memilih—merebut kembali cintanya atau menyerah pada takdir yang terus memisahkan mereka.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon 𝕯𝖍𝖆𝖓𝖆𝖆𝟕𝟐𝟒, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

16. Tempat Kenangan Kelam

Percakapan dimulai, didominasi oleh Darma dan Wati yang membicarakan rasa syukur atas promosi Darma. Sherin, di sisi lain, berusaha mencari perhatian Edward dengan berbagai cara—menyentuh rambutnya, tersenyum setiap kali Edward bicara, bahkan sesekali tertawa kecil meski tidak ada yang benar-benar lucu.

Namun, perhatian Edward tetap terpecah. Ia sesekali melirik ke arah pintu restoran atau melihat jam tangannya. Hingga akhirnya, mereka semua telah memesan makanan, tetapi Laras masih tak muncul.

Edward menghela napas tipis sebelum akhirnya bertanya dengan nada santai, seolah hanya berbasa-basi, "Pak Darma, putri Anda hanya satu?" Padahal, ia sudah mengetahui segalanya tentang keluarga ini.

Darma menggeleng tanpa curiga, tak menyadari kekecewaan yang tersembunyi di balik ekspresi ramah Edward. "Tidak, Pak. Saya masih punya satu putri lagi, kakaknya Sherin—Laras. Tapi dia tidak bisa ikut malam ini, katanya ada pekerjaan yang harus diselesaikan."

Sekilas, wajah Edward mengeras. Namun, ia segera mengontrol dirinya, menggantinya dengan senyuman diplomatis. Dalam hati, ia menahan kekecewaannya. "Jadi untuk apa aku repot-repot menyempatkan waktu makan malam ini jika dia tidak datang?"

Sherin, yang menyadari perubahan kecil pada ekspresi Edward, berusaha kembali menarik perhatiannya. "Kak Laras memang sibuk sekali, Pak Edward," katanya, berusaha membuat percakapan tetap berjalan.

Edward hanya tersenyum kecil. Namun, semakin lama ia duduk di sana, semakin ia merasa kesal. Ia tidak datang untuk berbasa-basi dengan Sherin atau mendengar pujian dari Darma dan Wati. Tujuannya hanya satu—Laras.

Dan jika Laras tidak ada di sini, maka tak ada gunanya ia membuang-buang waktu lebih lama.

Saat itu juga, ia mengeluarkan ponselnya dan berpura-pura menerima panggilan penting. Wajahnya tampak sedikit serius saat ia mendekatkannya ke telinga.

"Maaf, saya harus mengangkat ini sebentar," katanya dengan nada profesional.

Keluarga Darma menunggu dengan sopan saat Edward pura-pura berbicara, kemudian memasukkan ponselnya kembali ke saku dan menatap mereka dengan ekspresi menyesal.

"Saya benar-benar minta maaf," katanya dengan nada penuh penyesalan. "Ada urusan mendadak yang harus saya tangani. Saya tidak bisa menemani kalian makan malam."

Darma dan Wati terlihat kecewa, tetapi tetap bersikap profesional. "Tidak apa-apa, Pak. Kami mengerti," kata Darma.

Edward tersenyum tipis. "Lain kali, saya akan mengundang kalian lagi. Saya pastikan kita bisa makan malam bersama—dengan seluruh keluarga," katanya, menekankan kata terakhirnya.

Sherin masih berusaha menyembunyikan kekecewaannya. "Tentu, Pak Edward. Kami akan menantikannya," katanya dengan nada semanis mungkin.

Edward hanya mengangguk, lalu berdiri. "Selamat menikmati makan malam kalian," ucapnya sebelum pergi.

Begitu sosoknya menghilang di balik pintu restoran, Darma menghela napas dan menatap keluarganya. "Sayang sekali, ya."

Wati mengangguk. "Tapi setidaknya kita tetap bisa menikmati makan malam ini."

Sherin menghela napas panjang, sedikit kesal karena gagal menarik perhatian Edward sepenuhnya. Namun, ia tetap tersenyum dan berpikir, "Tidak masalah. Aku masih punya kesempatan lain."

Tanpa mereka sadari, di luar restoran, Edward masuk ke mobilnya dengan wajah dingin.

"Jangan khawatir, Laras," gumamnya pelan. "Kau bisa menghindar sekarang, tapi cepat atau lambat, kau akan ada di hadapanku."

***

Boni berdiri di depan loket pembayaran rumah sakit, jemarinya menggenggam erat secarik kertas tanda lunas. Ia menghela napas kasar, menatap saldo rekeningnya yang nyaris kosong, hanya tersisa di batas minimum yang tak bisa ia gunakan. Uang terakhir dari hasil menggadaikan rumah sudah habis—tak ada lagi yang tersisa.

Langkahnya terasa berat saat ia berjalan menyusuri lorong rumah sakit menuju kamar rawat Bayu. Sepanjang jalan, pikirannya penuh dengan ketakutan yang tak bisa ia usir. Bagaimana kalau Bayu tak pernah sadar? Bagaimana kalau ia harus menghadapi semuanya sendirian?

Begitu membuka pintu kamar, aroma khas rumah sakit langsung menyergapnya. Ruangan itu sunyi, hanya suara alat medis yang terus berbunyi monoton, seakan mengingatkan bahwa waktu tetap berjalan, sementara Bayu masih terbaring tanpa memberi tanda-tanda kehidupan.

Boni melangkah mendekat, menatap wajah sahabatnya yang pucat, nyaris tanpa ekspresi. Pria itu masih seperti kemarin, seperti minggu lalu, seperti enam bulan terakhir—terjebak dalam tidur panjang yang terasa tak berujung.

Dengan lemas, Boni menjatuhkan diri di kursi di samping ranjang Bayu. Ia menyandarkan siku di lutut, wajahnya tertunduk, kedua tangannya meremas rambutnya sendiri. Napasnya berat, dadanya sesak.

"Bay..." Suaranya serak, hampir putus asa. "Gue udah nggak punya uang lagi."

Ia mengangkat kepalanya, menatap wajah Bayu yang tetap diam, tetap tak bereaksi. "Gue udah gadaiin rumah, lu tahu? Rumah satu-satunya peninggalan orang tua gue. Udah nggak ada lagi yang bisa gue jual, Bay. Gue benar-benar nggak tahu harus gimana."

Air matanya menggenang, tapi Boni menahannya. Ia menunduk, menggenggam tangan Bayu yang terasa dingin.

"Jadi, tolong, Bay... sadarlah." Suaranya bergetar. "Jangan tinggalin gue sendirian. Lo satu-satunya keluarga yang gue punya. Lo satu-satunya alasan gue masih bertahan."

Di atas ranjang, Bayu tetap diam.

Namun, jauh di dalam kesadarannya yang terperangkap dalam kegelapan, suara Boni menggema. Ada sesuatu yang mengusik ketenangan tidur panjangnya. Bayu ingin merespon, ingin mengatakan bahwa ia mendengar semuanya—tapi tubuhnya masih menolak bekerja sama.

Di dunia nyata, hanya ada keheningan yang menyakitkan.

Boni menghembuskan napas panjang, menggenggam tangan Bayu lebih erat. "Kalau lo nggak sadar juga, gue nggak tahu lagi harus gimana, Bay..."

Dan untuk pertama kalinya, di sudut matanya, air mata yang selama ini ia tahan jatuh tanpa bisa ia cegah.

***

Di sebuah ruangan yang luas dengan pencahayaan temaram, Shailendra duduk di kursi besar di balik meja kayu mahoni yang elegan. Jari-jarinya mengetuk perlahan permukaan meja, ekspresinya tenang, tetapi matanya tajam. Di hadapannya, seorang pria bersetelan rapi berdiri dengan sikap sedikit tegang.

"Kau sudah mendapatkan kabar tentang putraku?" suara Shailendra terdengar datar, tetapi mengandung ketegasan yang sulit diabaikan.

Pria itu menelan ludah sebelum mengangguk. "Sudah, Tuan."

Shailendra mengangkat alis, menunggu kelanjutan laporan itu. Namun, pria di depannya tampak ragu, seolah-olah ada sesuatu yang sulit untuk disampaikan.

"Apa yang terjadi?" Shailendra langsung menangkap keraguan itu.

Pria itu menarik napas dalam sebelum akhirnya berkata, "Tuan muda mengalami kecelakaan enam bulan lalu… dan sejak saat itu—"

"Sejak saat itu apa?" Shailendra menyela dengan nada lebih tajam.

"—Tuan muda koma, Tuan. Sejak kecelakaan itu, ia belum sadarkan diri."

Ruangan mendadak sunyi. Shailendra memejamkan mata sejenak, menahan gelombang emosi yang tiba-tiba menyerangnya. Koma? Enam bulan? Pikirannya berputar, membayangkan putranya terbaring tanpa daya di tempat asing.

"Siapkan mobil," perintahnya dengan suara berat.

Namun, sebelum pria itu bisa beranjak, ia kembali berbicara, kali ini lebih hati-hati. "Tuan… ada satu hal lagi yang perlu Anda ketahui."

Shailendra menatapnya tajam. "Apa lagi?"

"Tuan muda… tidak berada di negara ini."

Kening Shailendra berkerut. "Maksudmu?"

"Dia ada di Indonesia, Tuan."

Shailendra terdiam. Kata itu menghantamnya lebih keras daripada yang ia kira. Indonesia. Negara yang telah ia tinggalkan bertahun-tahun lalu, tempat yang menyimpan kenangan paling kelam dalam hidupnya.

Pria di depannya menunduk, memahami apa yang sedang terjadi di dalam benak atasannya. Namun, tugasnya adalah menyampaikan kebenaran.

"Itulah alasan mengapa kita tidak menemukannya selama ini," lanjutnya. "Tuan muda juga telah mengubah identitasnya."

Shailendra mengepalkan tangan di atas meja. Hatinya berkecamuk. Ia telah bersumpah tidak akan pernah kembali ke negeri itu. Terlalu banyak luka yang ditinggalkannya di sana. Penculikan. Kematian istrinya. Darah. Tangisan bayi yang nyaris direnggut darinya.

Indonesia adalah tempat yang telah merenggut segalanya dari dirinya.

Dan kini, putranya ada di sana.

"Tuan… apakah Anda masih ingin pergi ke Indonesia?" Pria itu bertanya dengan nada hati-hati.

Shailendra menarik napas dalam. Untuk pertama kalinya dalam bertahun-tahun, ia merasakan ketakutan yang nyata—bukan ketakutan atas musuh, bukan ketakutan akan kehilangan kekayaannya—tetapi ketakutan akan menghadapi kembali bayangan masa lalunya.

Namun, di balik itu semua, satu hal lebih besar dari ketakutannya.

Abimanyu. Putranya.

Perlahan, ia membuka matanya dan menatap pria di depannya dengan tatapan penuh kepastian.

"Siapkan jet pribadiku. Aku akan berangkat besok."

...🍁💦🍁...

.

To be continued

1
abimasta
selamatka laras dar keegoisan ortunya bayyuu dan habisi edward yg sudah menabrakmu
@💤ιиɑ͜͡✦⍣⃝కꫝ🎸🇵🇸
selamatkan laras, Bayu
@💤ιиɑ͜͡✦⍣⃝కꫝ🎸🇵🇸
yes bayu kembali... 😭😭😭😭😭... selamatkan juga laras dari kejahatan Edward & Sherin, bayu...
syisya
ayo bay muncullah
@💤ιиɑ͜͡✦⍣⃝కꫝ🎸🇵🇸
apakah Edward memang se maha Kuasa itu? tak adakah hukum untuknya? bisa semena-mena begitu?
Ranasartika Lacony
lsg viralin aja Bon, si Edwin
Ranasartika Lacony
lsg viralin aja Bon, si Beni
abimasta
laras lagi yang jadi korban
@💤ιиɑ͜͡✦⍣⃝కꫝ🎸🇵🇸
apa yg laras khawatirkan pun terjadi. lekaslah sembuh bayuuu... boni & laras butuh hadirmuuuu
Dek Sri
lanjut
syisya
belum tau aja tu darma&wati kalau calon mantu yg selama ini kalian tidak restui itu adalah pewaris tunggal, bos besar..hidup laras nantinya akan bahagia tanpa dia tau perjuangan hubungan mereka selama ini tidak sia" bahwa bayu sebenarnya adalah anak orang kaya..sabar ya bon sebentar lagi semoga semua perbuatan baikmu akan dibalas oleh bayu karna dia tidak akan benar" meninggalkanmu yg sudah dianggap seperti saudara
Vincen Party
tenanglah....Bayu psti akan DTG genti membantumu
@💤ιиɑ͜͡✦⍣⃝కꫝ🎸🇵🇸
bagus laras. ayo bayu, cari solusi. semangat!
Vincen Party
jujur.....maaf TPI q GK suka cerita Edwar terlalu byk Thor.....tlng fokus ke bayu dan boni
abimasta
jangan sampai laras jatuh ke tangan edward
@💤ιиɑ͜͡✦⍣⃝కꫝ🎸🇵🇸
bayu, kenapa kau tak meminta papamu mempertemukanmu dengan boni & laras?
@💤ιиɑ͜͡✦⍣⃝కꫝ🎸🇵🇸
semoga laras berhasil menyelamatkan adiknya. semangat laras
@💤ιиɑ͜͡✦⍣⃝కꫝ🎸🇵🇸
ini bukan naif tapi tamak. mereka akan terjebak edward
syisya
dasar matre, nanti kalau habis manis sepah dibuang baru nangis" kau sherin 🤭
syisya
sudah jatuh tertimpa tangga ya bon, semoga Bayu cepat pulih agar bisa membantu keadaan Boni🥺
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!