NovelToon NovelToon
Rumah Iblis Bersemayam

Rumah Iblis Bersemayam

Status: tamat
Genre:Horor / Tamat / Spiritual / Rumahhantu / Matabatin / Iblis
Popularitas:1.8k
Nilai: 5
Nama Author: Rijal Nisa

Sebuah rumah besar nan megah berdiri kokoh di tengah pedesaan yang jauh dari perkotaan. Rumah yang terlihat megah itu sebenarnya menyimpan banyak misteri. Rumah yang dikira biasa, nyatanya malah dihuni oleh ribuan makhluk halus.
Tidak ada yang tahu tentang misteri rumah megah itu, hingga satu keluarga pindah ke rumah tersebut. Lalu, mampukah mereka keluar dengan selamat dari rumah tempat Iblis bersemayam itu? Ikuti perjalanan mistis Bachtiar Purnomo bersama keluarganya!k

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rijal Nisa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Part 32

Agus terus membunyikan kentungan kayu itu.

Ijal yang mendengar suara minta tolong, langsung terbangun dari tidurnya dan memeriksa keluar.

Dia berdiri di depan rumah panggungnya, matanya masih belum bisa melihat dengan jelas.

Berkali-kali ia mengucek matanya seraya duduk di atas tangga.

"Ijal!" panggil Agus.

Ijal tersentak, ia baru sadar kalau itu adalah Agus.

Dengan wajah khawatir, Agus menghampiri Ijal. "Jal, ayo temenin saya ke rumah pak Aji!"

"Ada apa, Kang? Apa terjadi sesuatu yang buruk lagi?"

"A-anaknya pak Danang dibunuh nyi Sukma, sebelumnya Danang menjadikan Wendi sebagai mangsanya, dan setelah itu barulah nyi Sukma datang untuk membunuhnya," terang Agus.

Ijal langsung turun menuruni tangga, pemuda itu tidak lupa mengambil salah satu obor yang masih menyala di sisi sebelah kiri rumahnya.

"Tunggu, Kang. Aku kunci pintunya dulu." Ijal balik lagi karena lupa mengunci pintu rumahnya, setelah beres mereka pun berangkat menuju rumah kepala desa.

***

"Din, gue ngerasa ada yang enggak beres." Sisi menyentuh lengan Andini, temannya sudah terbangun sejak mendengar suara tawa cekikikan di belakang rumah.

"Lo mau keluar?"

"Ngapain ih?"

"Buat mantau keadaan di luar sana."

"Assalamualaikum!"

"Assalamualaikum!"

Ucapan salam terdengar jelas di telinga mereka, jam segini ada yang mau bertamu?

Andini menatap Sisi dengan ekspresi tegang, dia sudah tahu apa yang terjadi.

"Jangan bilang kalau_" ucapan Sisi terjeda, dia tidak sanggup melanjutkan kata-katanya.

"Sudah gue bilang kan? Darah berceceran di jalanan. Itu artinya pertanda buruk, Sisi. Nah, sekarang apa yang gue takutkan beneran terjadi."

"Waalaikumussalam," jawab pak Aji.

"Itu suara pak Aji, sepertinya pak Aji juga udah bangun. Ayo kita keluar!" ajak Sisi.

Sampai di ruang tengah, mereka mendapati pintu rumah sudah terbuka lebar.

Ijal dan Kang Agus juga sudah duduk di atas tikar yang disediakan di ruang tengah tersebut.

Jam di dinding masih menunjukkan pukul tiga lewat, tak terasa subuh hampir menjelang.

"Kenapa wajah kalian pada panik?" tanya pak Aji.

Tanpa berlama-lama lagi lelaki itu pun menceritakan awal kejadian mengerikan itu terjadi.

Dia juga mengatakan kalau Andi sudah dibunuh oleh nyi Sukma.

Pak Aji segera mengajak mereka untuk ke tempat kejadian. Ijal disuruh untuk mengabari warga yang lain, pak Aji bergerak cepat karena tidak mau kalau jasad Andi lebih dulu ditemukan oleh bapaknya.

Kalau pak Danang menemukan Andi lebih dulu, sudah pasti dia akan menutupi kematian anaknya. Bisa dipastikan tidak ada warga yang akan tahu siapa sebenarnya sosok misterius yang selama ini menjadi makhluk yang paling ditakuti warga desa.

****

"Bagaimana, apa kalian sudah menemukan Andi?" tanya pak Danang begitu anak buahnya datang menghadap.

"Maaf, pak. Kami sudah menemukan Andi, tapi_"

"Tapi apa!?" tanya pak Danang menggertak.

"Dia lebih du_dulu di_"

"Kalau bicara yang jelas!" Pak Danang mulai geram karena anak buahnya tidak bisa bicara dengan jelas, ia sudah tidak sabar untuk mendengar kabar tentang Andi. Sejak Andi pergi tadi, perasaannya selalu dibalut kegelisahan.

"Andi sudah meninggal, Pak. Dia dibunuh oleh nyi Sukma, dan kabar ini sudah sampai ke seluruh warga desa."

Salah satu dari anak buahnya yang lain menjelaskan dengan lancar, berita yang dibawa tentu membuat pak Danang sangat terpukul.

"Kurang ajar!" teriaknya, "Sukma benar-benar menantang aku. Sekarang di mana Andi?"

"Dia sudah dibawa ke rumah pak Aji, dan sekarang para warga sudah berkumpul di sana," jawab anak buahnya yang lain.

Pak Danang merasakan seluruh tubuhnya lemas, darahnya seperti mendidih. Anaknya telah mati, dan sekarang dia akan dipandang rendah oleh warga desa, semua orang pasti akan menghujatnya habis-habisan.

"Pak, apa Bapak tidak mau ke sana?" tanya anak buahnya.

"Untuk apa saya ke sana? Hah!? Apa untuk mendengar cibiran dan caci maki para warga?"

Pak Danang tidak bisa mengendalikan emosinya yang mulai melunjak.

"Bagaimana pun juga Andi kan anak pak Danang," jawab anak buahnya dengan tatapan menunduk, lelaki itu takut apabila majikannya marah. Namun, apa yang dipikirkannya ternyata salah. Pak Danang malah bangkit dari kursinya dan berjalan lebih dulu keluar rumah, mereka mengikutinya dari belakang.

***

"Anggun," panggil seseorang dengan lembut.

Anggun masih berada di alam mimpinya, ia sama sekali tidak menyadari akan panggilan tersebut.

"Anggun .... Bangunlah anakku!"

Anggun menggeliat saat merasakan ada yang menarik kakinya.

Wanita itu masih belum bangun juga, sampai jemari hitam yang dingin, dan dengan kuku panjang menempel di wajahnya yang hangat.

"Aaa!!!" jerit Anggun begitu keras.

Jam sudah menunjukkan pukul lima pagi, Bachtiar terbangun karena teriakan sang istri.

Bella yang sedang bergelut di dapur sampai kaget mendengar teriakan sekeras itu di saat matahari masih berselimut di balik awan.

"Ma, kamu kenapa? Mimpi buruk?" tanya Bachtiar, dia takut istrinya kenapa-kenapa apalagi Anggun sedang dalam kondisi hamil.

"Aku ngerasa ada yang memegang wajahku, Pa." Anggun meraba-raba tangannya, berharap yang tadi itu hanyalah mimpi.

"Mimpi sayang," ucap Bachtiar menenangkan.

Anggun tidak yakin kalau itu mimpi, dan bohong jika Bachtiar merespon dengan tenang tanpa terlihat kekhawatiran di wajahnya.

Faktanya, suami Anggun itu juga merasakan hal yang sama, dia percaya kalau ada seseorang yang menyentuh wajah istrinya tadi.

Kata yang diucapkannya itu cuma sebagai penenang saja. Berusaha menenangkan sang istri padahal dia sendiri juga tidak tenang.

Sedangkan di dapur, Bella kembali sibuk memotong ampela ayam kampung.

Entah apa yang hendak dilakukan oleh gadis itu dengan ampela tersebut.

"Masih berdarah aja," monolog Bella.

Gadis remaja itu mengambil satu gelas air di atas meja karena sudah kehausan.

Saat dia berbalik, mendadak ampela yang tadi dipotongnya sudah hilang.

Peristiwa ini membuat dia syok dan mulai berpikir yang bukan-bukan.

"Cari apa, Bell?" tanya Anggun.

"Ampela ayam, Ma." Bella menaruh gelas bekasnya minum tadi ke dekat teko yang ada di meja dapur.

"Di kulkas dong lihatnya, masa nyarinya di sini," jawab Anggun.

"Tapi, tadi udah Bella ambil kok, Ma. Bella lagi pot_" Bella terdiam, dia kaget saat mamanya menunjukkan ampela itu berada dalam kulkas.

"Ini apa, Bell?"

"Loh, kok bisa ada di sana?" ucap Bella seraya mengambil ampela itu dari tangan mamanya.

"Memang ada di sini dari tadi kok, makanya masak jangan sambil melamun." Anggun berlalu dari sana meninggalkan Bella sendirian di dapur.

Meski pikirannya terus bertanya bagaimana bisa itu terjadi, tapi Bella tetap melanjutkan aktivitas memasaknya.

Di kamar, Anggun yang baru selesai mandi segera mengajak suaminya turun.

Aroma lezat masakan Bella sudah tercium saat pertama kali mereka menginjakkan kaki di lantai bawah.

Bachtiar dan Anggun gegas menuju ruang makan yang bersebelahan dengan dapur.

"Wah, anak gadis mama sudah pandai masak ya. Pasti masakannya enak," ucap Anggun tersenyum.

Mendengar omongan Anggun, Bella malah mengerutkan keningnya.

Pasalnya Anggun tadi sudah tahu Bella sedang masak di dapur, tapi kenapa baru sekarang mengatakan Bella sudah pandai memasak.

Seharusnya kata-kata itu diucapkan dari sejak awal dia melihat Bella tadi, Anggun juga tak kalah heran melihat putrinya seperti orang kebingungan.

"Kenapa? Apa ada yang salah dari omongan mama?" tanya Anggun.

"Enggak salah dong, Ma. Bella cuma bingung aja, kamu itu lagi muji dia atau gimana?"

"Jelas ada yang salah, Pa," jawab Bella cepat.

"Salah?"

"Iya, bukannya dari tadi mama sudah tahu kalau aku lagi masak, kan tadi mama ikut bantuin aku nyari ampela," ucap Bella.

"Ampela?" tanya Anggun, kini giliran dia yang dibuat bingung.

"Iya, ampela, Ma."

"Ampela apa?"

"Ampela ayam kampung, Ma." Bella menatap malas ke arah dua orang di depannya. Dia rasa mamanya jadi banyak nanya gitu.

"Mama dan papa enggak pernah beliin ampela ayam," jawab pak Bachtiar, dia dan istrinya jadi saling pandang.

Jawaban Bachtiar sukses membuat Bella syok, dia langsung memeriksa masakannya tadi, mencari-cari di mana ampela itu.

Dalam masakannya sama sekali tidak ada ampela ayam kampung.

Bella juga teringat akan wanita yang tadi menunjukkan ampela itu padanya, jelas sekali kalau suara, cara bicara, wajah, dan semuanya itu tak ada satu pun yang berbeda dari Anggun.

"Trus yang tadi bicara sama aku di dapur siapa?" Bella mulai ketakutan.

1
Aksara L
Luar biasa
Aksara L
Biasa
Kakak Author
lanjut .. bagus banget ceritanya .../Pray/mampir ketempat aku dong /Ok/
🎧✏📖: semangat, kalo boleh baca ya judul baru 🤭
🥑⃟Riana~: iya kk
total 4 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!