Apa yang akan kalian pilih, jika kalian di minta untuk memilih antara menikah dengan pria yang tak lain adalah sahabat kecil kalian, atau dengan pria yang kalian cintai, tapi tanpa adanya hubungan yang pasti?
Pilihan seperti itu lah yang kini di hadapi oleh Alisya, si gadis bodoh perihal cinta. Tapi siapa sangka di cintai dan menjadi hasrat cinta dua pria tampan, kaya dan terbilang incaran para kaum hawa lainnya.
Akankah salah satu dari mereka akan menjadi jodoh Alisyah? atau malah tak dari satupun mereka yang dapat menjadi jodoh Alisya.
*lebih bijak dalam membaca yah kakak*
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rifa Riris, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 4 rasa malu
Alisya keluar dari mobil Lamborghini.
"Makasih atas tumpangannya pak." Ucap Alisya.
"Em, kalau gitu saya pergi dulu." Jawab Adriel.
Hanya anggukan kepala yang mampu untuk Alisya berikan.
Mobil itu pun melaju meninggal kan pekarangan apartemen Alisya.
Mata yang sedari tadi menatap mobil yang kini tak mampu untuk ia lihat wujudnya lagi. Seraya berkata. "Kok bisa yah, tadi gue mikir mesum. Lagian mana mungkin dosen ngajak mahasiswi tidur bareng."
Setelah bergumam sendiri didepan apartemen nya. Alisya langsung bergegas masuk kedalam apartemen.
********
Kejadian sebelumnya
"Kamu mau bermalam dengan saya malam ini?"
"Ha! A-apa?"
Adriel menatap lekat kearah mata Alisya yang kini menatap nya dengan tatapan penuh keterkejutan.
Tinnn
Suara klakson terdengar dari arah belakang mobil mereka.
Sangking asyiknya mereka beradu pandang. Ternyata lampu merah telah berganti dengan lampu hijau.
Dengan cepat Adriel melajukan mobilnya kembali.
Serasa kini bukan hanya keheningan yang berada di dalam mobil itu. Akan tetapi kecanggungan pun ikut hadir di dalamnya.
"Kamu tadi belum jawab pertanyaan saya." Lontar Adriel.
"Ma-maksud bapak soal ti-dur? Maksud saya soal..... Yang... "
"Em, soal bermalam." Tukas Adriel langsung.
Dibuat tak tahu lagi apa yang dapat ia katakan. Ternyata dosen pengganti yang baru Alisya temui tadi, adalah pria mesum. Yang berkedok dengan profesi dosen.
Tatapan Adriel sesekali menatap kearah Alisya yang diam dan memalingkan wajahnya kearah luar jendela. "Kamu kenapa?"
Dalam hati Alisya menjawab. 'Nih orang gila apa yah? Udah ngajak anak orang tidur bareng. Sekarang dia nanya gue kenapa? Ini sih ngalah-ngalahin bejatnya Revan.'
"Alisya!" Panggil Adriel kembali.
"Saya nggak mau bermalam dengan bapak. Dan asal bapak tau kalau saya itu bukan gadis penghibur yang bisa dengan seenaknya bapak ajak bermalam." Sahut Alisya, tanpa mempedulikan kebingungan di wajah Adriel.
"Kamu pikir saya ngajak kamu bermalam?" Adriel mencoba untuk mengulang kesalah pahaman yang Alisya pikirkan tadi.
Ditanya seperti itu, tentu membuat Alisya serasa ingin membunuh pria di sampingnya itu. "Maksud bapak nanya seperti itu apa yah? Apa bapak pikir saya yang salah paham disini?" Jawab Alisya dengan pertanyaan balik.
"Em, kamu memang salah paham." Tanpa ada nada bicara kemarahan ataupun nada bicara yang tak enak hati. Adriel menjawab nya dengan nada santai.
"Apa?"
Telunjuk Adriel menunjuk kearah gandul di tas Alisya.
Mata Alisya pun menatap apa yang kini tengah di tunjuk oleh Adriel. Akan tetapi, lagi Alisya berpikir negatif. Seakan Adriel tengah menunjuk kearah paha nya. "Bapak bener-bener pria mesum yah." Serka Alisya langsung.
Kali ini nada bicara Alisya ia tinggikan sedikit. Seakan tak mampu menahan pelecehan yang di lakukan oleh dosen pengganti itu.
Tanpa berkata sepatah katapun lagi. Adriel mengambil gandul yang berada di tas Alisya. " Ini maksud saya, memangnya kamu mikir apa sih? Kok saya sampai kamu bilang pria mesum." Ucap Adriel.
"Jadi maksud bapak... "
Ucapan Alisya di sela langsung oleh Adriel. "Em, itu gandul di film barat. Dan aku kira kalau orang yang suka dengan film itu, tau akan kalimat yang aku ucapkan tadi. Bukannya aku mau ngajak kamu bermalam."
Bibir bawah Alisya ia gigit sekuat mungkin. Rasa malu hingga ia tak mampu lagi berada di mobil bersama pria itu sekarang. Ingin rasanya Alisya meloncat keluar dari mobil saja.
"Kamu suka film itu?"
"Ha! Emm... I-iyah pak." Jawab Alisya, sambil bernada bicara ia pelan kan akibat rasa malu yang kini menjalar dalam dirinya.
Adriel mengangguk kan kepalanya.
Tak lama keheningan kembali hadir di dalam mobil.
"Ini rumah kamu yang mana?"
Sontak Alisya langsung menunjuk kearah jalanan berbelok kiri. "Saya tinggal di apartemen pak."
"Ohh... " Jawab Adriel dengan ber oh saja.
Lagi-lagi Alisya hanya mampu menggurutu di dalam hatinya. 'Fiks sih ini pasti dia sedang marah sekarang, mangkanya jawab gitu. Begok! Begok! Begok.... Banget sih lo Alisya!!! Kok bisa lo mikir semesum tadi.'
Tak lama mobil pun telah terparkir di depan Apartemen yang di bilang Alisya tadi.
Kali ini Alisya membuat ulah lagi, dengan sabuk pengaman yang tak mampu untuk ia lepas kan.
Seakan pria yang terbilang cukup peka, Adriel langsung mendekatkan tubuhnya kearah Alisya untuk membantu sabuk pengaman yang tak mampu untuk ia lepas kan.
Jantung Alisya berdetak tak karuan. Deru nafas Adriel dapat ia rasakan. Aroma maskulin yang khas, hingga dada bidang Adriel yang membuat Alisya menelan air ludahnya sendiri.
"Udah!" Ucap Adriel.
Tapi anehnya Alisya malah berdiam seperti orang yang nge Fritz.
"Alisya!" Sentak Adriel.
Hingga membuat Alisya sontak terkaget, dan membuyarkan lamunan dalam dirinya.
"I-iyah makasih pak."
******
Kejadian sesudahnya
Alisya masuk kedalam kamarnya. Dengan malas, tubuhnya pun di hempaskan begitu saja diatas kasur.
"Ahhh..... " Teriak Alisya, sambil menendang-nendang kakinya pada kasur yang kini ia tiduri.
"Alisya!!! Bodoh banget sih lo, sekarang gimana lo bisa lanjutin kuliah lagi. Gue malu!!!!" Racau Alisya tak karuan.
Drrttt
Drrttt
Tak lama ponselnya berdering.
Tanpa menatap kearah layar ponsel Alisya menekan tombol hijau.
"Em, siapa?"
"Kok ngomong sama mamanya kayak gitu?"
Sontak mata Alisya menatap kearah layar ponselnya langsung. Tubuhnya ia posisikan untuk duduk di atas ranjang.
"Alisya nggak lihat layar ponsel tadi ma! Kok tumben mama nelfon Alisya. "Ada apa emangnya?"
"Hemm... Kebiasaan kamu, kalau mau ngangkat telfon itu di lihat dulu siapa orangnya. Bukan langsung angkat aja. Kalau penipu, terus kamu di hipnotis gimana?"
Jawaban yang tak terduga dari Alisya ia lontarkan begitu saja. "Yah aku tipu balik dia."
"Alisya!"
"Iyah mah, aku denger."
"Kamu itu kalau dibilangin bantah mulu."
Alisya tak berniat menjawab ucapan mamanya lagi. Bukan karna takut atau apa. Akan tetapi, lebih ingin segera mengakhiri obrolan itu dengan mamanya.
"Ada acara besar di perusahaan papamu. Kamu datang dan ingat dandan yang bener, jangan malu-maluin mama dan papa."
"Jadi aku keluar negeri gitu?"
"Ngapain? Ini acara perusahaan nya di indonesia."
"Ohhh....Kapan acaranya?"
"Minggu depan."
"Ohh... "
"Ah oh ah oh aja kamu, inget datang dan dandan yang cantik. Mungkin nanti ada CEO tampan yang kepincut dengan kamu."
"Ihh... Mama apaan sih."
"Udah mama lagi sibuk, lagian ini mau nyiapin kepulangan mama ke Indonesia. Besok kamu bisa kan jemput papa dan mama di bandara."
Alisya berjalan kearah dapur untuk mengambil minum. "Bisa, tapi Alisya nggak mau."
"Kok gitu?"
Sembari meminum air yang kini berada di depannya. Alisya dengan enteng mengatakan. "Yah kan biasanya mama Minta di jemput suruhan mama dan papa. Lagian kalau nanti aku yang jemput bisa ada perang Dunia ketiga antara aku sama papa."
"Mama pengen kamu yah kamu."
Belum sempat Alisya menjawab. Tiba-tiba...
Pyarrr
Gelas yang Alisya pegang tadi terjatuh di lantai. Hingga membuat lantai pun licin.
"Suara apa itu sya? Kamu nggak papa kan?"
Mendengar kekhawatiran yang kini mamanya rasakan. Alisya pun langsung menjawab dengan penuh ketenangan. "Nanti Alisya telfon lagi yah mah, ini gelas yang Alisya pegang tadi pecah."
"Ya ampun Alisya! Teledor banget sih kamu. Panggil orang aja buat bersihin."
Serasa telinga Alisya ingin pecah mendengar ocehan mamanya. Alisya pun langsung berucap say hay dengan mamanya, untuk mengakhiri panggilan telfon itu.
"Udah dulu yah ma, dada mama!!!!"
Tuttt
Alisya langsung mengakhiri panggilan secara sepihak.
"Huffttt...." Suara nafas Alisya keluarkan.
Kini mata Alisya menatap kearah lantai yang sudah bercecer pecahan gelas.
Ketika hendak membersihkan pecahan gelas itu, Tiba-tiba suara ponselnya kembali terdengar.
Dengan kesal Alisya meraih kembali ponselnya. "Aduhh... Siapa sih ganggu orang aja."
Matanya menatap kearah layar ponsel. "Nomor nggak dikenal? Siapa yah?" Terka Alisya.
Entah pikiran dari mana. Alisya yang selalu menolak panggilan dari siapapun dari nomor yang tak ia kenal. Kini Alisya malah ingin tau siapa yang mempunyai nomor asing itu.
Perlahan tombol hijau Alisya tekan. Suara seakan ragu Alisya lontarkan. "Hallo! Ini siapa?"
"Saya Adriel, dosen pengganti di kelas kamu tadi."
"Apa? Pak Adriel tau nomor saya dari mana?"
"Kamu pikir susah seorang dosen cari tau nomor mahasiswi nya?"
Rasa malu yang terjadi di dalam mobil kembali teringat di kepala Alisya. Dan tanpa sadar Alisya melangkah kan kakinya, yang ia pun lupa kalau kini lantai itu tengah licin dan tercecer pecahan gelas. Dan akhirnya.....
Bugh.....
"Awww... " Rintih Alisya, hingga terdengar di telfon.
"Alisya kamu kenapa?"
Bukannya menjawab. Alisya yang tak tahu kalau ponselnya masih tersambung dengan ponsel Adriel. Dengan suara seakan menangis dan menahan rasa sakit. Alisya berucap, "ahww.... Sakit!" Rintih Alisya.
"Alisya! Kamu kenapa? Alisya! Saya ke apartemen kamu sekarang."
Dan panggilan pun di matikan langsung oleh Adriel.
Sedangkan Alisya masih tersungkur di lantai dengan tangan yang sudah berdarah.
Bersambung.