Dalam dunia sepak bola yang penuh persaingan, cinta tak terduga mekar. Caka Alvias, bintang tim Warriors FC yang tampan dan populer terjebak dalam perasaan terlarang untuk Bulan Nameera, asisten pelatih nya, yang terkenal tegas dan tangguh. Namun, konflik masa lalu dan juga tekanan karir mengancam untuk menghancurkan cinta mereka. Apakah cinta mereka bisa bertahan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Anjelyy_, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bunga api
Di dalam mobil, Bulan menunduk, pandangannya tersembunyi di bawah rambutnya. Caka memperhatikan reaksinya.
"Debi, kamu mau main game gak, nih mas pinjemin handphone" kata Caka lembut.
Debi mengangguk dan mengambil handphone Caka lalu memainkan game di sana.
Caka memandang Bulan, lalu mengambil topi dari dashboard. "Pakai ini, Bulan," katanya sambil menutup kepala Bulan dengan topi.
"Jangan khawatir. Kalau kamu ingin menangis, itu tidak apa-apa," kata Caka dengan lembut.
Bulan menutup wajahnya dengan tangan dan menangis tanpa suara, takut Debi mendengar. Caka memperhatikan reaksinya dan mengelus punggung Bulan dengan lembut untuk menenangkannya.
Caka memandang Bulan yang masih terlihat sedih kemudian beralih ke Debi di belakang.
"Debi mas punya ide," katanya dengan senyum. "Bagaimana jika kita main bunga api di rumah saja?"
Bulan menatap Caka dengan mata merah, lalu Caka tersenyum tipis.
"Terserah mas aja, Debi ikut."
Caka mengangguk. "Mas beli bunga api di Indomaret tadi. Kita bisa merayakan malam ini bersama."
Sesampainya di rumah Caka, Bulan dan Debi turun dari mobil. Caka membawa tas belanja berisi bunga api.
"Siap-siap, kita bakar bunga api!" seru Debi.
Bulan tersenyum tipis, masih terlihat sedih. Caka memandangnya dengan penuh perhatian.
"Aku siapkan bunga api dulu." kata Caka.
Ayah Doni tersenyum lebar saat melihat Bulan. "Selamat datang, anak-anak! Siapa teman cantik ini?" tanyanya.
Caka memperkenalkan, "Ayah, ini Bulan."
Ayah Doni mengangguk. "Senang bertemu, Bulan."
"Senang juga bisa main ke rumah om."
Malam itu, halaman rumah Caka bercahaya dengan bunga api yang indah. Bulan, Caka, dan Debi bermain bersama, tertawa dan bersenang-senang.
Doni mengawasi dari teras, tersenyum melihat kebahagiaan mereka. "Hati-hati, anak-anak!" teriaknya.
Bulan merasa bahagia, lupa sejenak kesedihannya. Caka memandangnya dengan hangat, senang melihatnya tersenyum.
"Bagaimana, Bulan? Bahagia?" tanya Caka.
Bulan mengangguk, mata berkilauan. "Bahagia sekali."
Setelah bermain bunga api, Debi terlihat kecapean dan mengantuk. "Aku capek, mas," katanya pada Caka.
Caka tersenyum dan memeluk Debi. "Udah, Deb. Ayo, kita masuk dan istirahat."
Bulan juga terlihat lelah. "Aku juga capek," katanya dengan senyum.
Doni mengajak mereka masuk.
"Kamu sama ayah dulu ya Lan, aku mau tidurkan Debi dulu."
"Iya silahkan."
Di ruang tamu, Bulan terkejut. "Wah Om, Caka atlet sepak bola?" tanyanya dengan takjub.
Ayah Caka tersenyum bangga. "Benar, Bulan. Anakku Caka pemain sepak bola yang hebat!"
Bulan memandang koleksi mendali emas di etalase. "Wah, banyak sekali! Apakah semua ini milik Caka?"
Ayah Caka mengangguk. "Semuanya hasil prestasi Caka di lapangan sepak bola."
Bulan tersenyum kemudian beralih memandang foto keluarga dengan mata terbuka lebar."Om seorang tentara?" tanyanya sambil melihat Om Doni.
Ayah Caka tersenyum bangga. "Benar, Bulan. Kami keluarga yang mengabdi pada negara."
Bulan terlihat sangat menghormati. "Pasti Caka dan Debi bangga banget punya ayah tentara dan ibu seorang polisi."
Bulan bertanya dengan rasa ingin tahu, "Om, kenapa Caka tidak mengikuti jejak Ayah dan Ibu menjadi tentara atau polisi?"
Ayah Caka tersenyum bijak. "Caka memiliki bakat lain, Bulan. Dia lebih suka sepak bola dan memiliki potensi besar di bidang itu. Kami mendukung pilihan anak kami."
Caka keluar kamar dengan senyum lebar. "Ayah lagi ceritain aku, ya?" katanya sambil duduk di sebelah Bulan.
Bulan tersenyum, sedangkan Om Doni mengangguk.
"Sudah malam, Bulan. Aku antarkan kamu pulang, ya?" tanyanya dengan sopan.
Bulan mengangguk. "Iya, makasih, Caka. Udah waktunya aku pulang."
Ayah Caka menambahkan, "Hati-hati di jalan, anak-anak. Sampai jumpa lagi, Bulan!"
Caka dan Bulan berpamitan dengan Ayah Caka, lalu berjalan menuju pintu.