Susah payah Rico mengumpulkan kepingan hatinya yang berserakan karena dua kali penolakan dari gadis yang merupakan cinta pertamanya.
Disaat dirinya sudah mulai kembali menata hidup tanpa lagi memikirkan cinta.
Hidupnya yang tenang kembali harus jungkir balik setelah secara terpaksa harus memenuhi permintaan sang mama untuk menikahi seorang gadis yang masih sangat belia.
Tak mampu menolak hingga pada akhirnya Rico memilih untuk mengajukan syarat.
"Aku tak akan mendua apalagi sampai menikah lagi, tapi bukan berarti kau berhak atas diriku. Jangan pernah mencintaiku karena cinta bagiku adalah sebuah kemunafikan belaka. Kau bebas dengan hidupmu dan aku dengan kehidupan ku meski kita terikat pernikahan." .... Rico Aditama
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Serra R, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 3
Rumah minimalis berlantai satu nampak sedang dibersihkan oleh beberapa orang. Mama Yenni sendiri turun tangan untuk itu. Segala hal diperhatikan oleh wanita baya yang masih nampak sehat dan bugar itu. Kenyamanan Adit menjadi prioritas utamanya kini.
"Usahakan semua barang berada rapih di tempatnya, jangan sampai menganggu jalan nantinya. Atur jaraknya kira kira seukuran kursi roda."
Tak hanya rumah, mama Yenni juga mempersiapkan orang-orang untuk menjaga dua anak itu. Meski hingga kini dirinya tak mengetahui tentang seluk beluk Deviana dan Adit namun mama Yenni yakin dengan apa yang dilakukannya adalah benar.
Bukankah berbuat baik tak harus melihat siapa namun melihat situasi dimana bantuannya benar-benar dibutuhkan.
Mobil yang dikendarai Roy masuk ke dalam halaman rumah yang dibuat asri, terbukti dengan adanya beberapa tanaman baru yang ditanam disana.
Senyum wanita baya itu mengembang sempurna saat melihat putra keduanya turun dari dalam mobil. Wajah tampan dengan senyum yang melekat di bibirnya menjadi ciri khas seorang Rico Aditama dimata keluarga dan sahabatnya. Namun tidak bagi orang lain diluaran sana.
Rico adalah Rico, sosok yang bahkan sangat minim berinteraksi dengan kaum wanita. Seolah anti Rico bahkan tak segan untuk meminta rekan bisnis yang sedang menjalin kerjasama dengannya untuk mendatangkan laki-laki sebagai perwakilan jika memang pemimpin perusahaan sedang sibuk atau sedang berhalangan untuk hadir.
Akan tetapi meski begitu masih saja ada yang nekat bahkan menggunakan berbagai cara untuk bisa menaklukkan pemuda 28 tahun tersebut. Wajah tampan dan kaya raya adalah daya tarik tersendiri yang dimiliki oleh kembaran Rena itu.
"Kalian datang."
"Ada yang kurang, ma?"
"Tidak ada, mama rasa ini sudah cukup."
"Jadi menyewa asisten untuk menjaga mereka disini?? "
"Jadi, mama sudah dapat 2 orang. Yang satu masih saudara jauhnya bu Tyo hanya tinggal satpamnya saja yang belum nemu."
Mama Yenni mengajak ke duanya masuk, melihat lihat sekeliling rumah. Roy menatap kagum pada ibu dan anak di depannya itu. Mereka rela membuang banyak uang untuk membantu orang lain yang bahkan mereka tak mengetahui asal muasalnya. Bahkan ketika dirinya menawarkan diri untuk mencari tahu terlebih dahulu tentang gadis yang katanya bernama Deviana dan adiknya itu, mama Yenni malah mengatakan nanti saja.
**************
"Lo kok sudah datang, bukannya kau bilang besok mulai kerja??"
"Bosen bang di rumah mulu, badan malah tambah sakit terlalu lama diem." Dee nyengir menampilkan deretan giginya yang rapih.
"Emang luka mu dah sembuh??"
"Luka beginian kalau dirawat malah manja, suka lama sembuhnya bang. Jadi boleh ya aku kerja, ya bang ya ya."
"Terserah kau saja lah, yang punya badan juga kau jadi kalau sakit kau kambuh juga itu urusan mu sendiri."
"Sip deh, abang memang yang terbaik."
"Setdah, kalau ada maunya aja baru bilang aku yang terbaik. Kemarin kemana aja neng??"
Deviana kembali nyengir disambut oleh dua orang lainnya sesama karyawan bang Beni. Dengan penampilan sebagai montir Dee kembali mamakai wig dan juga tompel kecil di pipi nya. Hanya Beni yang mengetahui bagaimana wajah asli Dee selama ini.
"Kenapa harus nyamar segala?" tanyanya kala pertama kali melihat penampilan Dee pertama kali datang ke bengkel,yang bahkan membuatnya pangling.
"Biar nggak malu lah bang, kalau pas keluar. Takutnya ada yang ngenalin gitu kalau aku kerja di bengkel, kan aneh aja ada cewek kerja bengkel kayak gini." Seloroh Deviana kala itu yang kemudian diangguki olehnya. Sejak saat itulah Dee selalu berpenampilan beda disaat berada di bengkel.
"Bagaimana kabar adikmu?"
"Sudah lebih baik bang, tapi dia harus bergantung dengan kursi roda."
"Kalau kau kerja begini, bagaimana dengan adikmu?"
"Aku sudah siapkan semuanya sebelum berangkat, jadi dia nggak perlu bergerak jauh untuk bisa menggapainya." Jelas Dee dengan wajah sendu.
"Bersabarlah, nanti pasti akan ada jalannya. Nih ada sedikit uang buat adikmu. Tak banyak karena memang bengkel sedikit sepi akhir akhir ini." Beni menyodorkan sebuah amplop di hadapan Deviana.
"Nggak usah bang, kami masih ada simpanan sisa dari rumah sakit kemarin." Tolaknya halus.
"Lah, kau ini bagaimana? ini duit buat adik kau lah bukan untuk kau. Ambil dan belikan dia apa yang dia suka." Beni menyodorkan amplop nya kembali membuat Dee terpaksa menerimanya.
"Abang terlalu baik buat kami." Kedua mata Dee mengembun, selama pelarian nya, Beni lah yang sering membantunya. Meski tak banyak mengingat laki-laki tersebut juga memiliki keluarga yang harus dicukupi namun bagi Dee itu sudah cukup membantunya dan Adit.
"Halah drama pula, kalau kau nangis bisa ilang tuh tompel kau nanti." Beni berujar pelan namun mampu membuat Deviana tergelak pada akhirnya.
"Kemarin ada yang datang kesini nyariin kamu?"
"Oh ya, siapa bang?"
"Nggak tahu. Orangnya cakep, wajahnya bersih dia juga tinggi lebih tinggi dari abang malah. Mobilnya juga bagus dah, dia kagak bilang apa apa sih cuma nyari cewek yang kerja disini. Kan karyawan dimari ceweknya cuma kamu Dee. Dia juga sebutin tuh tompel makanya langsung pada ngeh kalau kamu yang dicarinya."
"Siapa ya bang?, perasaan aku nggak punya kenalan deh."
"Bukan orang-orang itu kan?"
"Nggak tahu bang. Apa mungkin mereka tahu kalau aku bekerja disini? tapi bagaimana bisa?"
Beni mengedik kan bahunya. Dia tak mengenal siapapun yang Dee pernah ceritakan.
"Apa orang itu suruhan Om Pram? tapi apa mungkin penyamaranku sudah diketahuinya? kalau iya lalu bagaimana ini, harus kemana lagi aku mencari pekerjaan sedangkan semua ijazahku bahkan tertinggal di rumah lama."
Dee terdiam, pikirannya penuh dengan segala kemungkinan kemungkinan yang membuatnya resah. Dia tahu bagaimana tamaknya sang paman. Dee bahkan sempat berpikir jika kematian kedua orang tuanya ada sangkut pautnya dengan pamannya itu. Juga mengenai kecelakaan yang hampir merenggut nyawa nya juga Adit beberapa waktu lalu.
Masih lekat dalam ingatannya bagaimana mobil yang menyerempet nya bersama sang adik terus melaju tanpa sedikitpun mengurangi kecepatannya. Dee hanya mengingat huruf paling belakang plat nomer nya sebelum ingatannya hilang dan tak sadarkan diri dengan memeluk erat tubuh Adit yang sudah tak bergerak.
"Jangan melamun, nanti kesambet kunti berabe." Colek Ujang pada bahunya membuat Dee mengulum senyum.
"Kuntinya takut ama akunya bang." Gadis itu menyahut sambil mulai bersiap bekerja. Sebuah kotak perkakas kecil yang memang berisi alat alat tempur miliknya kini telah berada ditangan. Dee bergerak menuju sebuah mobil untuk mulai dieksekusi.
Canda tawa mengiringi kegiatan mereka membuat Dee bisa melupakan sejenak tentang kepahitan hidup yang sedang dialaminya.
"Semangat Dee, kau pasti bisa!!" Serunya pada diri sendiri disertai senyum di sudut bibirnya.
astaga pantes aja Rico jadi trauma, disaat dia bner" mencintai seorang gadis tpi mlaah dikhiannati bahkan sampai berbadan dua
Segala hal