Dia adalah pria yang sangat tampan, namun hidupnya tak bahagia meski memiliki istri berparas cantik karena sejatinya dia adalah pria miskin yang dianggap menumpang hidup pada keluarga sang istri.
Edwin berjuang keras dan membuktikan bila dirinya bisa menjadi orang kaya hingga diusia pernikahan ke-8 tahun dia berhasil menjadi pengusaha kaya, tapi sayangnya semua itu tak merubah apapun yang terjadi.
Edwin bertemu dengan seorang gadis yang ingin menjual kesuciannya demi membiayai pengobatan sang ibu. Karena kasihan Edwin pun menolongnya.
"Bagaimana saya membalas kebaikan anda, Pak?" Andini.
"Jadilah simpananku." Edwin.
Akankah menjadikan Andini simpanan mampu membuat Edwin berpaling dari sang istri?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Tri Haryani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB. 4 Menolong
Edwin sedikit menggeser tubuhnya ke dinding agar tidak terlihat oleh lelaki dan perempuan yang sedang berdebat. Ia tidak bermaksud untuk menguping karena sebetulnya ia hendak ke toilet tapi tak mungkin melanjutkan langkah kakinya sehingga berdiam diri mendengarkan pembicaraan mereka.
"Sekarang kita datangi lagi pak Louis, minta maaflah karena tadi kamu meninggalkannya," bujuk Bima pada sang adik.
"Tapi Kak_"
"Semuanya akan baik-baik saja, Kakak akan mengawasimu dan memastikan bila pak Louis tidak akan macam-macam. Kamu hanya melayaninya malam ini dan menerima uang darinya setelah itu kita bisa membayar biaya pengobatan ibu."
Bima terus meyakinkan Andini agar mau menjual kesuciannya karena hanya sang adik yang bisa ia harapkan untuk menolong ibu mereka yang sedang sakit keras.
Dalam hati Bima menjerit, menangis keras tak berdaya dengan kondisinya saat ini sampai harus mengorbankan sang adik.
"Ya, Andini, Kakak mohon ini demi ibu kita."
Bima memegang bahu Andini memohon pada sang adik agar mau berkorban demi kesembuhan ibu mereka karena tak ada jalan lain mencari uang banyak dalam waktu singkat. Hari ini hari terakhir waktu yang di berikan pihak rumah sakit pada Bima dan Andini mencari uang untuk biaya tunggakan rumah sakit dan operasi yang akan dijalani sang ibu serta pengobatan lainnya.
Andini memeluk erat tubuh sang kakak lalu menangis kencang dipelukannya. Bima mengusap punggung adiknya ia juga menangis disana namun tidak bersuara dan tidak menunjukannya pada Andini hanya linangan air mata yang terus mengalir.
"Kalau ada cara lain Kakak juga tidak akan mengorbankan kamu, Andini. Kakak ingin menjaga kamu dan melepasmu pada seseorang yang mencintaimu dan juga kamu cintai."
Bima mengusap air matanya kemudian mengurai pelukan Andini ditubuhnya lalu berganti mengusap air mata sang adik.
"Sekali ini saja, ya," ucap Bima menangkup kedua sisi wajah adiknya.
Andini mengangguk membuat Bima langsung memeluknya lagi.
"Terima kasih, Andini, Kakak tidak akan melupakan pengorbananmu." Bima mengecup kening Andini kemudian menghapus lagi jejak air mata di pipi sang adik.
Bima mengajak Andini masuk kembali kedalam club untuk menyerahkannya pada pak Louis yang sudah memberi uang muka membeli kesucian Andini.
Louis ialah pemilik club malam ini dan kebetulan Bima menjadi salah satu karyawan di sini. Karena putus asa tak tahu lagi bagaimana caranya mendapat uang untuk biaya pengobatan sang ibu, jadilah Bima menawarkan sang adik pada pria itu tentu saja atas persetujuan dari Andini.
Awalnya Andini setuju, tapi saat tiba waktunya dirinya melayani Louis, Andini memberontak hingga meninggalkan Louis begitu saja di private room.
Bima dan Andini tidak tahu bila sejak tadi ada seseorang yang mendengarkan pembicaraan mereka. Edwin menatap nanar pada punggung kedua adik dan kakak yang berjalan masuk kedalam club.
'Miris sekali nasib gadis itu,' batinnya.
Ia pun melanjutkan langkah kaki yang sempat terhenti, membasuh muka di sana kemudian mengelap tumpahan cocktail dibajunya dengan tisu. Edwin tidak ingin perduli pada apa yang menimpa gadis itu tapi tanpa bisa ia cegah otaknya terus teringat pada pembicaraan adik dan kakak tadi.
Edwin menggelengkan kepalanya menepis semua yang ia dengar. Edwin kembali ke meja bartender duduk di tempat sebelumnya bersama para pengunjung yang duduk berjejer didepan meja bartender lalu memesan lagi minuman.
Bartender disana kembali memberi cocktail pada Edwin lalu mengajak bicara pada lelaki disebelahnya.
"Andini jadi kamu jual?" tanyanya membuat Edwin menoleh pada bartender itu lalu menoleh pada lelaki disebelahnya.
Edwin baru sadar bila lelaki disebelah bartender itu adalah lelaki yang tadi bersama gadis yang menyenggol gelasnya hingga pecah.
Terdengar helaan nafas berat keluar dari mulut lelaki itu.
"Aku tidak punya pilihan lain," ucapnya lirih.
"Tadi dia nyenggol gelas sampai pecah, jangan lupa diganti," ucap bartender dan Bima mengangguk.
Bartender itu melayani pengunjung lainnya hingga tidak sengaja pandangannya melihat seorang pria keluar dari private room dengan menjambak rambut gadis yang bersamanya.
"Bim, itu bukannya Andini ya," tunjuk bartender pada seorang gadis yang ditarik rambutnya oleh seorang pria.
Bima mengikuti arah bartender itu menunjuk begitu juga dengan Edwin.
"Bangssat!"
Bima bergegas berlari kearah Andini yang ditarik rambutnya dan diseret Louis kearah pintu keluar club. Edwin yang tidak ingin perduli juga jadi bersimpati dan ikut menghampiri bersama beberapa pengunjung lainnya.
"Kak tolong," lirih Andini yang melihat sang kakak menghampirinya.
Bima menghadang Louis membuat pria berusia 33 tahun itu menghentikan langkah kakinya.
"Pak Louis tolong perlakukan adik saya dengan baik," pinta Bima.
"Saya tidak akan memperlakukannya kasar bila dia mau melayani saya dengan baik," ucap Louis.
"Pak, tolong maklumi adik saya karena ini yang pertama untuknya, dia masih belum mengerti hal seperti itu," bujuk Bima.
Louis tidak perduli, ia menguatkan cengkraman dirambut Andini hingga membuat gadis itu menjerit sakit.
Edwin berdiri tak jauh dari Louis dan Bima yang tengah membujuk. Pandangannya beralih pada gadis malang yang tengah dijambak rambutnya. Edwin meringis merasa kasihan pada gadis itu namun ia tidak ingin ikut campur urusan mereka.
"Saya sudah memberi uang muka pada kalian dan sisanya akan saya berikan setelah adikmu selesai melakukan tugasnya, tapi dia terus menguji kesabaran saya dengan terus memberontak."
"Saya minta maaf, Pak, kali ini saya pastikan Andini tidak akan memberontak lagi asalkan anda memperlakukannya dengan baik," ucap Bima.
"Saya terlanjur marah padanya dan tidak yakin bisa memperlakukannya dengan baik." Pria bernama Louis itu menyeringai kemudian menarik kembali rambut Andini dan menyeretnya lagi.
"Kakak tolong, ini sakit," lirih Andini menatap sang kakak dengan air mata yang berlinang.
Bima mengikuti Louis yang berjalan menuju pintu keluar club, ia terus memohon agar memperlakukan Andini dengan baik namun pria itu tak mendengarkannya.
Edwin yang tadinya tak ingin ikut campur, kini tak tahan lagi melihat pemandangan dihadapannya, dimana seorang gadis malang diseret tak manusiawi hanya karena sudah dibeli untuk melayani.
Edwin mengayunkan kakinya melangkah mengikuti Louis yang sedang menyeret Andini, melewatinya lalu menghadang dari depan.
"Lepaskan gadis itu!" titah Edwin.
Bima ikut berhenti, menatap Edwin yang dengan berani menghadang Louis. Bima takut Edwin yang ikut campur urusannya akan membuat pria itu jadi berurusan dengan Louis, pemilik club malam ini. Sementara Andini hanya menangis merasa sakit luar biasa dikepalanya dan juga batinnya yang di perlakukan tak manusiawi seperti ini.
"Menyingkir! Saya tidak punya urusan dengan anda!" titah Louis pada Edwin namun pria itu sama sekali tak menggubrisnya. Edwin sudah bertekat ingin menolong gadis malang dihadapannya.
"Saya akan menyingkir bila anda melepaskan gadis itu," ucap Edwin.
"Saya sudah membelinya dan saya tidak akan melepaskannya," ucap Louis.
"Berapa anda membelinya saya akan mengganti uang anda."