Setelah lima tahun memendam rasa cinta pada pria yang berstatus sebagai mantan kekasih kakaknya akhirnya membuat Amara memberanikan diri untuk mengungkapkan rasa cintanya pada sosok pria dingin bernama Aga.
Jawaban berupa penolakan yang keluar dari mulut Aga yang hanya menganggapnya sebagai seorang adik tak membuat Amara gentar untuk mengejar cinta Aga. Amara yakin jika suatu saat nanti ia bisa menggantikan sosok Naina di hati Aga.
Hingga beberapa waktu berlalu, Amara yang sudah lelah mengejar cinta Aga pun akhirnya memilih berhenti dan melupakan cintanya pada Aga.
Namun hal tak terduga terjadi, sikap Amara yang tak lagi mengejar dirinya membuat Aga mulai resah terlebih saat mendengar kabar jika Amara menjalin hubungan dengan pria lain.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon SHy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pujian Pertama
Amara sudah duduk di kursi kerjanya sejak lima belas menit yang lalu. Namun sampai saat ini sosok pria yang ditunggunya belum juga menampakkan batang hidungnya. "Kenapa Kak Aga belum datang juga ya. Tumben sekali." Gumam Amara sambil terus menatap ke arah pintu lift berada.
Beberapa detik berlalu, akhirnya sosok yang sejak tadi ditunggunya nampak keluar dari pintu lift yang baru saja terbuka. "Kak Aga." Senyuman di wajah Amara mengembang seketika melihat wajah Aga yang terlihat semakin tampan saja setiap harinya.
Deg
Jantung Amara berdetak cepat saat pandangannya dan Aga bertemu. Rasa percaya dirinya yang tadi sangat besar hilang begitu saja saat sosok Aga sudah berada dekat dengannya.
"Selamat pagi Tuan Aga." Sapa Amara seraya tersenyum. Wajahnya nampak tenang namun berbeda dengan jantungnya yang sangat tidak tenang seakan ingin melompat saat ini.
"Pagi." Jawab Aga singkat seraya tersenyum tipis. Aga berlalu begitu saja ke ruangan kerjanya berada tanpa berbasa-basi dengan Amara lebih dulu.
"Jantungku..." Amara memegang dadanya dengan kedua tangannya. Semburat merah muncul di kedua pipinya membayangkan wajah tampan Aga.
"Dia hanya tersenyum tipis namun berhasil membuatku semakin jatuh cinta." Gumam Amara.
Tidak ingin membuang kesempatan yang ada, Amara segera melangkah menuju pantry berniat membuatkan kopi untuk Aga. Hal yang sudah biasa Amara lakukan sejak setahun belakangan ini bekerja sebagai sekretaris Aga.
"Kopi rasa cinta buatan Amara untuk Kak Aga." Amara tertawa kecil menatap kopi yang baru selesai diseduhnya. Seorang OB yang sudah biasa melihat sikap Amara yang suka senyum sendiri menatap kopi buatannya pun tersenyum.
"Kopi untuk Tuan Aga ya, Nona?" Tanya OB tersebut pada Amara.
Amara mengangguk seraya tersenyum. "Saya pergi dulu, ya." Pamitnya dan diangguki OB sebagai jawaban.
Amara kini telah berada di depan ruangan kerja Aga. Sebelum masuk ke dalam ruangan kerja Aga, Amara mengatur napas lebih dulu agar nantinya Aga tak melihat kegugupannya.
"Ini kopinya Tuan Aga." Ucap Amara seraya meletakkan gelas berisi kopi di atas meja kerja Aga.
"Terima kasih." Jawab Aga singkat tanpa menatap wajah Amara karena kini ia sedang fokus membalas pesan masuk ke dalam ponselnya.
Amara masih berdiri di depan meja kerja Aga menunggu Aga selesai membalas pesan di ponselnya.
"Ada apa, kenapa kau masih tetap berdiri di situ?" Tanya Aga.
Amara tak menjawab karena kini matanya fokus menatap alis tebal Aga yang terlihat sangat rapi.
Dahi Aga mengkerut halus melihat Amara yang tengah menatap wajahnya dengan intens tanpa menjawab pertanyaannya. Amara bahkan menatap wajahnya tanpa berkedip."Amara." Ucap Aga sedikit keras agar menyadarkan Amara.
"Eh, iya, Tuan." Amara tersenyum kaku.
"Kenapa kau menatap wajah saya seperti itu. Apa ada yang aneh dengan wajah saya?" Tanya Aga.
Amara menggeleng. "Tidak ada yang aneh, Tuan. Hanya saja wajah anda sangat tampan." Jawab Amara seraya tersenyum.
"Apa?" Aga dibuat bingung mendengar jawaban Amara yang baru saja memujinya. Selama bekerja sebagai sekretarisnya, baru kali ini Amara memujinya secara terang-terangan.
"Kau sedang tidak sakit kan Amara?" Tanya Aga.
"Tidak, Tuan. Saya tidak sakit dan saya berkata apa adanya." Amara masih tetap tersenyum dengan jantung yang berdetak sangat cepat. "Oh ya, apa ada yang bisa saya bantu lagi, Tuan?" Tanya Amara kemudian.
"Tidak ada. Jika kau sedang tidak sehat, hari ini kau bisa mengambil cuti." Ucap Aga karena ia berpikir Amara sedang tidak sehat sehingga memujinya secara tiba-tiba
***