Menjadi Selir Mantan Mertua

"Lepas! kalian mau apa?" Hasna melihat bergantian kedua pria yang berjas hitam, kedua orang itu menarik tangan Hasna dan mencengkramnya.

"Bawa dia," ucap seorang pria yang berahang tegas itu.

"Kalian pasti suruhan om Serkan kan? aku sudah keluar dari rumah itu, aku tidak akan mengusik kalian. Aku mohon, lepaskan aku."

Sekuat tenaga dia memberontak, namun tenaganya kalah. Dia tidak bisa melepaskan jerat tangan kedua pria bertubuh tegap itu.

"Aku mohon, biarkan aku bertemu dengan Azzam, dia membutuhkan aku."

Pakaian ungu yang ia kenakan kini tak lagi berbentuk pakaian, lusuh dan terdapat coretan lumpur di mana-mana.

"Masuk!" titah Andreas.

"Aku tidak mau," ronta Hasna.

Andreas pun mendorong tubuh Hasna dengan kasar, aslinya ia memang tidak suka dengan wanita yang sangat ribet.

Hasna menyerah, percuma saja dia meronta. Ia tidak bisa kabur, ia melirik pria di sampingnya dan duduk dengan santai, melipatkan kedua kakinya.

Hasna melirik kembali saat orang di sampingnya berbicara dengan seseorang yang ia yakini Serkan.

"Iya tuan, saya sudah mendapatkannya."

"Baik Tuan,"

Pria itu mematikan ponselnya, memasukkan ponselnya ke dalam sakunya. Lalu menatap lurus ke depan.

Selang beberapa saat, mobil itu pun berhenti di gedung bertingkat. Andreas turun dari mobilnya, menarik jasnya untuk merapikannya. Dia pun melirik sang nyonya muda yang tak bergeming.

"Keluar! kalau anda mau bertemu dengan tunangan Anda. Anda juga tahu tentang Apartement itu kan? tuan Serkan ingin menemui anda dan sudah menunggu Anda." Jelas Andreas dengan tegas tanpa sedikit pun menatap lawan bicaranya.

Hasna terperangah kaget, tentu saja dia tahu tentang Apartement itu, Apartement impiannya dengan Azzam. Dia pun turun dengan hati bergetar, mengekori satu pria di depannya sedangkan dua pria di belakangnya. Dia berjalan menunduk tanpa ingin mengangkat wajahnya.

Banyak sepasang mata yang menatap aneh ke arahnya, kadang menunjuknya, entah apa yang di bicarakan.

Ting

Pintu lift terbuka, tepat di lantai 5. Hasna dan ketiga pria itu keluar, dari jauh mereka telah melihat sang tuan yang sejak tadi menunggunya.

"Tuan," sapa Andres menunduk di ikuti dua pria di belakangnya. Lalu meminggirkan tubuhnya.

Serkan menatap gadis di depannya, dari atas ke bawah. Menggunakan krudung berwarna putih dan gamis berwarna ungu, namun ada lumpur di gamisnya.

"Bukalah, kau tau kan pinnya?"

Tidak ada penolakan, masih menunduk. Hasna menekan tombol sesuai dengan tanggal pertunangan mereka.

Hasna membuka pintu Apartement itu, rasanya sangat menyakitkan setiap menginjakkan kakinya di penuhi dengan kenangan tunangannya. Hatinya semakin sesak, nafasnya seakan berhenti dalam sekejap. Dia tidak ingin mengangkat wajahnya, setiap dinding di penuhi foto kebersamaannya.

Serkan menelusupkan kedua tangannya ke saku celananya, menatap sebuah foto di depannya. Ada rasa aneh di hatinya yang menjalar melihat anaknya dan yang kini menjadi istri rahasianya.

Hasna menggunakan gaun berwarna biru, hijab biru dan sama dengan Azzam. Seakan melakukan sebuah pertunangan. Dia pun melihat tanggal di bawahnya, ternyata tepat tanggal pertunangannya. Bahkan ia tidak tahu seperti apa pertunangan mereka.

"Tolong, tolong jangan hancurkan apa pun." Hasna angkat bicara, dia tidak ingin melihat pria kejam di depannya menghancurkan apa pun.

"Hanya ini, hanya ini kenangan kami."

Deg

Serkan langsung berbalik dan menatap tajam, sesuatu yang tak bisa ia bicarakan, hatinya berdenyut. Namun ia tidak mengerti.

"Om bisa meminta apa pun dan ak-u aku akan menuruti semua permintaan Om,"

"Benarkah?" tanya Serkan.

Hasna memberanikan mengangkat wajahnya, kedua matanya seakan menghipnotis pria di depannya. Sesuatu yang tak pernah ia rasakan berhadapan dengan siapa pun.

"Iya,"

"Sebagai gantinya, lahirkan anak untuk ku."