Ketika cinta hanya sebatas saling menguntungkan, apa masih bisa di sebut sebuah cinta?
Yulita, terpaksa menerima pernikahan dimana dia menjadi wanita kedua bagi suaminya, pernikahan yang hanya berlangsung hingga dia bisa memberikan keturunan untuk pasangan Chirs dan Corline.
Ingin menolak, tapi dia seolah di jual oleh Ayahnya sendiri. Ketika dengan suka rela sang Ayah menyerahkannya pada seorang pria beristri untuk menjadi wanita kedua.
Pernikahan tidak akan berjalan begitu sulit, jika saja Yulita tidak menyimpan harapan terlalu besar pada suaminya. Dia yang berharap bisa mendapatkan sedikit saja rasa peduli dan cinta dari suaminya.
Namun, pada akhirnya semuanya hanya angan semu yang tak akan pernah bisa terwujud. Selamanya dia hanya wanita kedua.
"Aku rela mengandung dan melahirkan anakmu, tapi apa tidak bisa sedikit saja kau peduli padaku?" -Yulita-
"Aku tidak akan pernah jatuh cinta padamu!" -Chris-
Dan ternyata, mencintai tetap menjadi luka bagi Yulita.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nita.P, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Dia Hanya Wanita Kedua
Suara ketukan pintu, membuat perempuan yang menatap kosong di depan jendela kamarnya, menoleh. Matanya terlihat sembab, meski sudah dia samarkan dengan makeup.
Berjalan gontai ke arah pintu kamar dan membukanya. Melihat seorang pelayan perempuan di depannya.
"Nona, saya diminta memanggil anda untuk makan oleh Nona Corline"
Yulita mencoba tersenyum, meski terlihat sangat samar. "Ah, aku tidak sarapan. Mau langsung pergi bekerja"
"Tapi Nona-"
"Aku tidak biasa sarapan, jadi aman"
Yulita kembali masuk ke dalam kamar, mengambil tasnya dan pergi. Pagi ini memilih untuk tidak bertemu dengan suaminya ataupun Corline. Karena rasanya malah akan semakin menyakitkan.
Di dalam taksi, Yulita hanya menatap keluar jendela dengan tatapan menerawang. Bibirnya tersenyum miris pada dirinya sendiri. Pengantin wanita mana yang langsung pergi bekerja setelah hari pernikahan mereka. Gumamnya dalam hati, ada rasa perih di hatinya.
"Sudah sampai"
"Ah baiklah, terima kasih Pak"
Yulita turun dari taksi dan pergi ke Apartemennya hanya untuk mengambil mobil miliknya. Lalu kembali pergi ke Kantor. Tidak ada yang berubah dalam dirinya selain statusnya, karena dia tetap akan bekerja seperti biasa dan menjalani aktivitas lainnya.
Ketika sudah berada di Lobby Perusahaan, Yulita menghembuskan nafas kasar, mencoba untuk tetap tersenyum. "Baik Yuli, kamu pasti bisa melewati ini"
"Yulita"
Teriakan itu membuatnya menoleh, Yulita melihat temannya yang berlari ke arahnya yang sudah berdiri di depan lift. Tepat dia sampai di sampingnya, pintu lift terbuka, dan mereka masuk bersama ke dalam lift.
"Hampir saja terlambat"
"Kenapa lagi? Tidur terlambat lagi, Rin?"
"Hehe, biasalah. Aku nonton drama terbarunya Nanon Korapat. Kau tahu, dia keren banget di dramanya ini"
Yulita tertawa kecil, sahabatnya ini memang penjelajah drama. Dari mulai Drama Korea, China, sampai Thailand. Dan sudah tidak heran jika dia selalu tahu nama-nama aktris Negara itu.
"Kirim judulnya, nanti aku tonton untuk mengisi kegabutan"
"Haha, iya iya"
Pintu lift terbuka, dan mereka langsung berjalan beriringan menuju ruangan. Duduk di meja kerja masing-masing.
Ririn sedikit menggeser kursi kerjanya ke arah meja kerja Yulita. "Kamu kenapa Yul? Terlihat pucat dan seperti habis menangis? Berantem lagi sama Ayah kamu?"
Yulita tersenyum, sedikit memegang bawah matanya dengan jemari. "Ah, biasalah"
Ririn hanya menepuk punggung Yulita, dia tahu bagaimana sahabatnya ini yang sering sekali berdebat dengan Ayahnya sendiri.
"Kamu yang sabar ya, aku juga heran kenapa Ayah kamu bisa seperti itu pada anaknya sendiri"
"Alasannya cuma satu, Rin" ucap Yulita yang mulai fokus pada layar komputer di depannya dan beberapa berkas di atas meja kerjanya. "Dia tidak pernah peduli padaku"
Ririn hanya kembali ke meja kerjanya, dan mulai mengerjakan tugasnya sendiri.
Seharian Yulita hanya sibuk dengan beebrapa pekerjaan. Sampai waktunya makan siang, Ririn mengajaknya untuk makan siang diluar. Dan Yulita hanya ikut saja.
Sebuah Restoran Jepang yang dikunjungi oleh mereka, Ririn yang tiba-tiba ingin makan makanan Jepang.
"Kau mau berpindah lagi ke series Jepang sekarang?" tanya Yulita dengan tertawa, karena sahabatnya ini yang selalu menjelajah semua drama dari beberapa Negara.
"Tidak, tidak. Aku hanya ingin coba saja"
Yulita hanya menggeleng pelan, dia menatap sahabatnya dengan lucu. "Kita ini orang Indonesia loh, jelas makan sambel udah paling bener, Rin. Yakin bakal makan makanan ini?"
"Haha, coba saja Yul. Siapa tahu suka. Kalau tidak suka, jangan dimakan"
"Dih, bayar mahal tapi tidak dimakan"
"Tidak papa, hari ini aku yang traktir, kan aku baru di kirim uang sama Papa aku"
Yulita hanya tersenyum saja, sebenarnya Ririn adalah anak orang kaya di Negaranya. Dan dia bekerja disini karena ingin, bukan karena kebutuhan seperti Yulita.
"Eh, apa ini? Kamu beli cincin?"
Yulita cukup terkejut saat Ririn meraih tangan kirinya dan melihat cincin yang melingkar di jari manis. Yulita langsung menarik kembali tangannya dari genggaman Ririn yang terlihat sedang mengamati cincin itu.
"Ah, iya aku beli"
Bagaimana bisa Yulita mengatakan jika itu adalah cincin pernikahan. Sementara pernikahan ini hanya diketahui oleh dua keluarga kecil saja. Bukan keluarga besar.
"Tapi, harga cincin itu cukup lumayan loh. Dan aku tahu itu hanya ada 3 di setiap Negara. Dan itu pun tidak seluruh Negara di dunia ini"
Yulita terdiam dengan sangat terkejut, dia menatap cincin yang melingkar di jarinya. Sama sekali tidak tahu tentang harga cincin yang menjadi cincin pernikahannya. Tapi, tentunya Ririn akan tahu, karena dia sering membeli barang-barang unlimited seperti ini.
"Ah, ini hanya tiruan saja"
"Apa ada tiruannya ya? Apa tidak melanggar itu?"
"Em, mungkin tidak"
Yulita tersenyum cukup canggung, jarinya memutar cincin itu dengan cemas.
*
Kembali ke rumah malam hari, Yulita harus menyelesaikan beberapa pekerjaan hari ini. Jadi, dia pulang terlambat. Biasanya sore hari sudah pulang jika tidak banyak pekerjaan.
Langkah kakinya terhenti di dekat dinding, melihat pasangan suami istri yang sedang bermesraan di atas sofa. Corline yang duduk di atas pangkuan Chris, dan mereka sedang berciuman. Teringat akan kejadian semalam, bahkan suaminya tidak menciumnya.
Kenapa menangis? Kamu tidak boleh cemburu, ini adalah takdirmu.
Yulita mengusap air mata yang menetes begitu saja di pipinya. Dadanya tetap merasa sesak melihat adegan itu. Karena Yulita merasa tidak dihargai sama sekali.
"Eh Yul, sudah pulang. Maaf ya"
Yulita mengerjap pelan saat suara Corline terdengar. Dia tersenyum tipis dan mengangguk pada mereka. "Aku permisi ke kamar dulu"
"Ayo makan malam bersama, Yul" ucap Corline menghentikan langkah Yulita.
"Tidak usah ajak dia, kalau dia lapar juga pasti makan. Sekarang kita makan duluan saja"
"Tapi Chris, dia juga istrimu"
"Dia hanya wanita kedua!"
Air mata Yulita menetes begitu saja mendengar ucapan suaminya itu. Sungguh begitu menyakitkan. Bagaimana sebuah tombak yang menghujam tepat di jantungnya. Sesak dan menyakitkan.
"Em, aku sudah makan. Kalian makan saja duluan" ucap Yulita, sebelum dia melanjutkan langkahnya menuju kamar.
Menutup pintu kamar, Yulita bersandar di pintu yang tertutup dengan tangisan yang pecah. "Sial, ucapannya menyakitiku. Harusnya aku lebih kuat dari ini dengan setiap ucapannya"
Tapi nyatanya, Yulita hanya seorang perempuan biasa.
Bersambung
Kudu yak Yulita manggil sayang , sementara perasaan yng ada blm terungkap kan eeeaaaa 🤭🤭
Mungkin juga perasaan mu bersambut