Cerita ini mengisahkan tentang diri seorang pendekar muda bernama Lin Tian. Seorang pendekar pengawal pribadi Nona muda keluarga Zhang yang sangat setia.
Kisah ini bermula dari hancurnya keluarga Zhang yang disebabkan oleh serbuan para pendekar hitam. Saat itu, Lin Tian yang masih berumur sembilan tahun hanya mampu melarikan diri bersama Nona mudanya.
Akan tetapi sepertinya keberuntungan sedang tidak berpihak kepada pemuda itu. Lin Tian terpaksa harus berpisah dengan sang Nona muda demi menyelamatkan nyawa gadis tersebut.
Dari sinilah petualangan Lin Tian dimulai. Petualangan untuk mencari sang Nona muda sekaligus bertemu dengan orang-orang baru yang sebagian akan menjadi sekutu dan sebagian menjadi musuh.
Kisah seorang pengawal keluarga Zhang untuk mengangkat kembali kehormatan keluarga yang telah jatuh.
Inilah Lin Tian, seorang sakti kelahiran daerah Utara yang kelak akan menggegerkan dunia persil
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Adidan Ari, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 4. Tragedi Keluarga Zhang 2
Sementara itu Zhang Qiaofeng yang melihat ibunya terluka langsung membawanya masuk ke dalam rumah dan berusaha untuk mengobatinya.
"Ibu, kenapa ibu malah keluar rumah!? Seharusnya ibu tetap di dalam saja agar lebih aman." Kata Zhang Qioafeng panik sambil merobek lengan bajunya untuk mengobati pundak Zhang An yang masih mengucurkan banyak darah.
Zhang An hanya tersenyum tipis sambil memandang wajah putrinya, lalu ia berkata lembut. "Feng'er, ibumu ini sangat mengkhawatirkanmu tau? Aku keluar rumah berniat untuk mencarimu namun tanpa sengaja pundakku ini malah terserempet golok musuh."
Zhang Qioafeng tak menghiraukan ucapan ibunya. Setelah menotok beberapa jalan darah yang ada di pundak, gadis ini sibuk untuk melilitkan kain bajunya itu ke pundak ibunya.
"Percuma saja Feng'er...luka ini bukan luka biasa, golok musuh itu telah dilapisi racun yang sangat kuat. Walaupun kau sudah menotok jalan darahku...namun sudah terlambat, racun ini sudah memasuki jantungku dan ibumu ini tak mungkin untuk bisa diselamatkan lagi." Ucapnya lagi dengan suara yang kian melemah dan wajah yang semakin pucat, namun bibirnya masih tetap manampakkan senyum penuh kelembutan dan kasih sayang.
"Tidak...tidak mungkin!!! Ibu kau pasti selamat, percaya padaku!" Teriak Zhang Qiaofeng dengan mata yang berkaca-kaca membayangkan jika sebentar lagi dia akan kehilangan sosok ibu.
Sebenarnya tanpa diberitahu pun gadis ini juga sadar bahwa luka ibunya itu adalah luka beracun. Hal ini terlihat jelas dari darah yang keluar dari pundak Zhang An berwarna merah gelap bahkan hampir berwarna hitam, ini adalah sebuah tanda yang paling mudah dikenali jika seseorang telah terkena racun. Pula dengan kondisi tubuh Zhang An yang lemah, maka racun itu dapat dengan mudah untuk menggerogoti tubuh Zhang An dalam waktu singkat.
Akan tetapi Zhang Qiaofeng tidak ingin mengakui hal itu, dan terus menyakinkan dirinya bahwa racun itu hanyalah racun tingkat rendah yang efeknya tidak terlalu hebat. Namun apa daya, seberapa keras pun dia mencoba untuk menyakinkan diri dan menguatkan hatinya bahwa ibunya akan baik-baik saja, gadis ini tetap tidak akan bisa untuk merubah kenyataan dan takdir yang memang sudah seharusnya terjadi.
"Ibu..." Akhirnya Zhang Qiaofeng tak kuasa menahan air matanya dan menangislah ia dalam pelukan hangat ibunya.
Zhang An hanya tersenyum lembut sambil memeluk erat putrinya.
"Tenang saja Feng'er...aku akan selalu melihatmu dari atas sana...kau juga masih memiliki Lin Tian yang akan selalu menjagamu...jadi janganlah menangis putriku, kecantikanmu akan pudar jika wajahmu itu dihias dengan air mata." Zhang An berkata dengan suara yang semakin lemah.
"Ingat Feng'er...aku akan selalu....berada...disisimu...." Lanjutnya sebelum wanita cantik itu menghembuskan nafas terakhir disertai senyum bahagia yang terukir di wajahnya. Zhang An merasa amat bahagia bisa mengakhiri kehidupan ini dalam keadaan sedang memeluk erat putri satu-satunya itu.
"Ibuuuu......" Teriak Zhang Qiaofeng ketika menyadari bahwa yang sedang ia peluk saat ini sudah menjadi sebuah jasad tak bernyawa. Dia lalu menangis sejadi-jadinya sambil terus berteriak memanggil ibunya, sungguhpun ia sadar bahwa tindakkannya ini tak mungkin dapat menghidupkan ibunya kembali.
Sekarang ibunya telah pergi, Zhang An telah pergi meninggalkannya dan tak kan pernah kembali lagi untuk selama-lamanya. Zhang Qiaofeng hanya bisa terus menangis dan menyalahkan diri sendiri akan keterlambatannya untuk datang ketempat ini, andai saja dia datang sedikit lebih cepat mungkin saja ibunya tidak akan mati hari ini.
Berpikir sampai disini tiba-tiba tangis Zhang Qiaofeng berhenti lalu melepaskan pelukannya, dia tersenyum pahit dengan pandangan mata kosong.
"Andai saja aku datang lebih cepat..... Sekarang ibu telah pergi karena kesalahanku, jika aku seorang anak yang berbakti seharusnya dosa ini hanya bisa ditebus dengan nyawa. Ya...aku harus menebus dosaku kepada ibu dengan nyawa ini!!"
Setelah itu tanpa sadar gadis ini lalu mencabut belati yang berada di pinggangnya dan mengarahkan ke lehernya sendiri.
"Ibu...maafkan kesalahan anakmu yang durhaka ini."
*******
Pertempuran di halaman belakang sudah mendekati akhir. Kedatangan Zhang Jun dan Lin Tian sangat berpengaruh dalam jalannya pertempuran, bantuan mereka mampu membuat pertahanan musuh menjadi kocar-kacir. Terlebih Zhang Jun, pedang yang berada di tangan tetua ini mampu untuk merobohkan banyak sekali musuh, sehingga setelah kedatangannya sebentar saja jumlah penyerang mampu berkurang drastis.
Di lain sisi, Lin Tian juga bertempur habis-habisan melawan mereka tetapi seperti telah dijelaskan, karena ilmu silatnya yang terbilang masih mentah, dia mendapatkan cukup banyak luka ditubuhnya. Walau begitu, anak ini tak pernah berhenti menggerakkan kaki tangannya untuk berusaha merobohkan para penyerang.
Setelah setengah jam lamanya pertempuran berlangsung, akhirnya para pendekar pengawal berhasil mendesak dan memukul mundur musuh. Mereka telah berhasil menjaga kediaman Tuan dan Nyonya besar keluarga Zhang dengan jumlah korban meninggal sebanyak sebelas orang, sedangkan kurang lebih ada 15 orang yang mengalami luka-luka baik luka parah maupun luka ringan.
"Huh...huh..." Nafas Lin Tian memburu karena kelelahan. Memang ini adalah pengalaman pertama baginya sebagai seorang pengawal untuk terjun langsung dalam pertempuran dan berhasil membunuh beberapa orang.
Tiba-tiba dia teringat akan Nona mudanya, secepat kilat ia lalu berlari memasuki rumah itu dan hendak mengecek keadaan disana.
Hampir saja jantung Lin Tian jungkir balik saking kagetnya melihat pemandangan di depannya. Lin Tian melihat Nona mudanya Zhang Qiofeng hendak menusukkan sebuah belati kearah lehernya sendiri.
"Nonaa!!!" Saking paniknya, Lin Tian langsung menubruk Zhang Qiaofeng yang sudah bersiap untuk membunuh diri sendiri itu.
"Bruuk...! Aduuh!!" Zhang Qiaofeng dan Lin Tian jatuh bergulingan di atas lantai rumah itu. Belum sempat Zhang Qiaofeng bangun, Lin Tian secepat kilat lalu mengambil salah satu belati yang masih berada di pinggang Zhang Qiaofeng dan melemparkannya ke sembarang arah.
"Nona, apa yang hendak anda lakukan??" Teriak Zhang Qiaofeng dengan rasa penasaran.
Tak lama kemudian, tetua Zhang Jun bersama para pendekar pengawal lainnya memasuki ruang itu dengan ekspresi tegang. Mereka kaget mendengar teriakan Lin Tian sesaat setelah anak ini memasuki rumah tersebut.
"Huhuu....ibu....ibu telah meninggal, dan semua itu akibat kesalahanku yang datang terlambat untuk menolongnya." Tangis Zhang Qiaofeng pecah kembali "Jika ibu sudah meninggal, untuk apa aku hidup di dunia ini? lebih baik aku mati!!" Lanjutnya sambil berteriak dan berlari ke arah belatinya yang terlempar.
Kembali Lin Tian menubruknya dan memegang kedua lengannya. "Nona tenanglah!!"
Namun Zhang Qiaofeng terus memberontak dan berteriak "Ibu meninggal karena kesalahanku!!! Aku harus mati untuk menebusnya!! Lin Tian minggir!!"
Melihat hal itu Zhang Jun langsung melompat kebelakang Zhang Qiaofeng dan tangannya bergerak cepat menotok jalan darah yang berada di punggung. Setelah berhasil ditotok, tubuh Zhang Qiaofeng terasa lumpuh sehingga gadis ini hanya bisa duduk lemas sambil terus menangis.
"Huuuhu....ibu...."
"Janganlah seperti ini Nona, jika Nyonya melihatnya saya yakin beliau akan sedih." Ucap pula Zhang Jun menenangkan Zhang Qiaofeng.
Lin Tian yang masih memegang erat tangan Nona mudanya segera berkata "Nona, ingatkah anda ketika sore hari itu?? Bukankah anda sudah berjanji untuk selalu membela dan berada di sisiku? Anda juga mengatakan supaya saya bisa memegang perkataan Nona, jadi Nona..." Lin Tian berhenti beberapa saat untuk mengambil nafas.
"...Tolong jangan tinggalkan saya sendirian Nona...kemarin saya juga telah mengatakan sumpah untuk selalu melindungi anda dan keluarga sekalian, jika Nona memilih untuk mati sekarang lantas siapakah yang akan membela saya dan siapakah yang akan saya lindungi di masa depan...?" Kata Lin Tian, tanpa sadar dia telah mengeluarkan dua titik air mata dari matanya.
Langsung berhenti tangis Zhang Qiaofeng, dia terkejut melihat air mata yang mengalir di wajah pengawalnya itu. Sadarlah dia sekarang bahwa mati bukanlah pilihan terbaik, justru malah sebaliknya.
Dia lalu hanya mampu menundukkan muka dalam-dalam sambil berkata lirih "Maafkan aku...Tian'er" Ucapannya ini lirih sekali hingga tak ada orang lain yang mendengar kecuali Lin Tian.
Tak berapa lama kemudian tiba- tiba terdengar suara gaduh dari halaman depan rumah diikuti masuknya beberapa orang tetua yang tergesa-gesa.
Lin Tian dan semua orang yang berada disitu terkejut, mereka tidak terkejut akan kedatangan para tetua, namun mereka lebih terkejut pada seseorang yang saat ini sedang digendong oleh salah satu tetua dalam keadaan lemas dan penuh darah itu.
"Ayah...!?"
|•BERSAMBUNG•|