Sabrina dan Satya adalah dua pewaris tunggal perusahan terkenal. Mereka harus terjerat dalam pernikahan tanpa cinta hanya demi mempertahankan perusahaan Sabrina yang sedang berada di ambang kehancuran.
Gadis sekeras Sabrina tidak bisa menolak ketika orang tuanya menikahkan dirinya dengan laki-laki yang ia anggap lemah seperti Satya. Tapi, Sabrina tidak tahu apa yang laki-laki yang ia anggap lemah itu punya.
Akankah Sabrina bisa jatuh cinta pada laki-laki yang ia anggap lemah seperti Satya? Mampukah Satya menaklukkan hati seorang gadis judes, galak, dan jutek seperti Sabrina?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
#30
Pada akhirnya, sopir taksi itu kalah juga dengan kegigihan Sabrina. Ia memajukan mobilnya dan menghentikan tepat disebelah mobil milik Satya yang sedang jadi incaran para preman jalanan itu.
"Woy, kalian pada ngapain berkerumunan disitu?" tanya Sabrina sambil keluar dari taksi.
Tiga preman itu sedikit kaget untuk sesaat. Tapi, mereka malah menertawakan Sabrina yang berteriak kearah mereka bertiga.
"Wuah, gadis cantik."
"Iya, cantik banget."
"Hai neng manis. Ngapain kamu panggil-panggil kita dengan kata-kata woy-woy gitu. Kita bertiga ada nama lho neng."
"Gak usah banyak omong deh kalian. Mau ngapain kalian mengganggu pemilik mobil itu?" tanya Sabrina dengan sangat berani.
"Itu bukan urusan kamu manis," kata salah satu preman sambil berjalan menghampiri Sabrina.
Preman itu ingin berniat menyentuh rambut Sabrina. Tapi sayangnya, niat itu hanya bisa menjadi niat saja, tidak bisa ia wujudkan. Tangannya kalah cepat dengan tangan Sabrina. Dengan tangkas, Sabrina memukul preman itu, sehingga preman itu harus jatuh kejalanan yang berbatu.
"Kurang ajar, bisa mukul orang juga kamu ya cantik," kata preman yang lain.
"Bisa. Lo mau merasakan pukulan gue?" tanya Sabrina tanpa takut.
"Cuih, jangan sok-sok jagoan lo disini. Daerah ini adalah daerah kekuasaan gue. Semua preman takut sama gue."
"Sayangnya gue bukan preman. Jadi ... gue gak merasa takut tuh sama lo." Sabrina berkata sambil mencibir dan merendahkan preman itu.
Merasa di rendahkan, preman itu sangat kesal dan marah. Tanpa aba-aba, ia maju untuk memberikan Sabrina pelajaran. Tapi sayangnya, tentu saja ia harus merasakan nasib sial yang sama seperti yang sahabatnya rasakan. Sabrina mampu memukul kedua preman itu dengan mudah.
"Ampun cantik ampun ... gue ngaku kalo gue kalah. Gue mohon lepasin gue," kata ketua preman itu berharap belas kasihan Sabrina.
"Pergi sana, jangan coba-coba gangguin orang yang lewat jalan ini lagi," kata Sabrina.
Tanpa kata lagi, ketiga preman itu lari dengan cepat. Mereka tidak ingin berada di tempat ini lagi. Mereka ingin segera menjauh dari Sabrina.
Melihat preman itu sudah tidak ada. Cindy bergegas keluar dari dalam mobil Satya. Ia segera menghampiri Sabrina untuk mengucapkan terima kasih.
"Makasih banyak ya, lo udah usir mereka dari sini. Gue gak tahu lagi gimana nasib gue kalo lo gak bantuin gue barusan," kata Cindy pada Sabrina.
Sabrina kaget bukan kepalang. Ternyata, yang keluar dari dalam mobil Satya bukanlah Satya, melainkan Cindy. Kenapa bisa Cindy yang ada dalam mobil itu? Kenapa bukan Satya? Dimana Satya sebenarnya?
"Hei, lo kenapa? Apa lo terluka atau ada yang sakit?" tanya Cindy menyadarkan Sabrina dari lamunannya.
"Gak, gak ada yang terluka kok. Gue baik-baik aja."
"Oh, syukur deh kalo lo baik-baik aja. Sekali lagi, makasih banyak ya udah nolongin gue."
"Oh, iya, iya sama-sama."
"Oh ya, gue harus kembali secepatnya. Pacar gue pasti sedang cemas nungguin gue," kata Cindy.
"Pa-pacar?" tanya Sabrina gelagapan.
"Iya. Pacar gue pasti sedang cemas nungguin gue sekarang. Gue lupa bawa ponsel gue soalnya."
"Maksud lo yang punya mobil ini pacar lo?" tanya Sabrina tanpa bisa menahan rasa penasarannya lagi.
"Lo kenal ya sama mobil ini?" tanya Cindy balik pada Sabrina.
"Tidak juga. Gue hanya pernah lihat aja mobil ini," kata Sabrina berbohong.
"Ya, wajar sih kalo lo kenal sama mobil ini. Diakan cowok terkenal satu kampus. Anak tunggal pewaris perusahaan ternama dan juga pangeran kampus lagi. Gue yakin, seluruh kampus juga pasti kenal pacar gue," kata Cindy membanggakan Satya.
"Eh gue lupa, lo akan kenal kalo lo sekampus dengan gue. Tapi, kalo kita gak sekampus, mana bisa kenal. Iyakan?"
"Iya," jawab Sabrina berusaha tetap tenang.
"Tapi ... gue rasa kita sekampus deh kayaknya. Gue kayak pernah lihat lo gitu soalnya," kata Cindy berusaha mengingat-ingat.
"Mungkin aja," ucap Sabrina datar.
"Ya Tuhan, gue harus cabut sekarang deh kayaknya. Gue gak bisa ngobrol lagi sama lo. Pacar gue pasti sedang sangat cemas nungguin gue kembali saat ini. Maaf ya, gue harus pergi sekarang," kata Cindy sambil beranjak masuk kedalam mobil kembali.
"Iy-iya."
entahlah.. semangat berkarya thor💪🏻
luar biasa kamu Sabrina...
seperti baca chicklit
di semua novel nya, tokoh utamanya suka warna hijau