"Aku ini gila, tentu saja seleraku harus orang gila."
Ketika wanita gila mengalami Transmigrasi jiwa, bukan mengejar pangeran dia justru mengejar sesama orang gila.
Note : Berdasarkan imajinasi author, selamat membaca :)
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mellisa Gottardo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
ungkapan cinta anak
"Kenapa kau menatapku?." Tanya Rui.
"Ayah." Panggil Xui.
"Ya?." Rui bingung.
"Ayah, aku senang Ayah disini. Dulu aku sangat ingin melihat wajahmu, sekarang wajahmu terlihat. Aku juga bisa memelukmu, aku tidak lagi merasa iri atau hanya bisa mendengarkan orang lain bercerita tentang Ayahnya. Aku sekarang juga punya Ayah dan Ibu yang hebat, Ayah aku selalu ingin memelukmu dan melihat wajahmu. Aku takut kau akan meninggalkanku lagi." Xui yapping, menatap Rui dengan ingus dan air mata yang mengalir.
Rui mengelap ingus dan air mata Xui, dia tersenyum. Merasa lucu melihat Xui cerewet seperti ini, dia berani mengutarakan isi hatinya saat mabuk.
"Ayah tidak akan meninggalkanmu, berhentilah menangis." Ucap Rui.
"Apa Ayah membenciku?." Tanya Xui.
"Tidak." Jawab Rui.
"Apa Ayah tidak suka padaku?." Tanya Xui.
"Tidak." Jawab Rui.
"Apa Ayah menyayangiku?." Tanya Xui.
"Tentu saja." Jawab Rui.
"Tapi kenapa Ayah tidak pernah memelukku? tidak pernah membacakan buku dongeng atau menyanyikan lagu pengantar tidur? tidak mencium keningku sebelum tidur, tidak mengatakan jika Ayah menyayangiku. Apa Ayah terpaksa?." Xui menangis lagi.
"Tidak ada yang seperti itu, Ayah hanya canggung untuk melakukannya." Jujur Rui.
"Tidak, kenapa Ayah canggung. Ayah membenciku kan?." Xui menangis dramatis.
"Tidak, Ayah menyayangimu." Ucap Rui, terucap begitu saja.
"Benarkah?!!! Kalau begitu peluk aku." Ucap Xui bahagia.
"Aku sudah memelukmu sedari tadi." Ucap Rui.
Xui tiba-tiba berdiri dengan sempoyongan, dia duduk di pangkuan Rui. Mendekap Rui seperti koala, benar-benar sulit di tebak sekali. Ruby hanya melihat dengan senyum manis, dia sendiri sudah mabuk.
Rui menepuk punggung Xui pelan, dia tetap lanjut makan dan minum bersama Ruby. Ruby selalu tersenyum saat menatap Rui, Rui jadi ikut tersenyum hingga saat Xui tertidur Rui mengantarnya ke kamar.
Rui sudah merasa pusing dan sempoyongan, dia berjalan menuju kamar Xui. Xui di gendongannya juga jadi terasa berat, Ruby yang bergelantungan di lengannya juga menambah beban hidupnya.
Setelah sampai di kamar Xui, Rui merebahkannya dengan hati-hati meskipun sedikit membantingnya karena kesulitan mengontrol kekuatan saat mabuk.
"Nah ayo kita ucapkan selamat malam pada anak kita yang manis." Ucap Ruby bertepuk tangan.
"Selamat malam putra Ibu yang manis." Ucap Ruby di samping telinga Xui, dia mengecup kening dan Pipi Xui dengan sayang.
"Nah cepat, ikuti aku seperti tadi." Ujar Ruby, menarik Rui.
"S-selamat malam putra Ayah yang manis." Ucap Rui dengan kaku.
Rui memejamkan matanya, mengecup kening Xui dengan singkat. Setelah itu dia langsung berdiri tegak, dia merasa ada yang aneh. Kenapa saat mengecup Xui dia tidak merasa geli atau jijik? dia justru merasa hangat dan senang.
Mereka berdua keluar dari kamar Rui, pergi ke kamar mereka sendiri. Karena mabuk, mereka merasa bergairah saat menatap satu sama lain. Rui sendiri juga merasa semakin pusing, dia melihat Ruby begitu sexy dan menggoda.

"Kau cantik sekali Istriku." Bisik Rui.
"Kau juga tampan suamiku, tubuhmu indah." Ucap Ruby.
"Ukh... kau selalu membuatku berdebar." Ucap Rui.
"Aku suka debaran jantungmu yang menggila, tatap aku Rui. Lihat siapa aku dan betapa menawan dan indah tubuhku." Ucap Ruby, menggoda.
"Cantik.. kau sangat cantik Ruby." Ucap Rui.
"Tentu saja, wanita cantik ini hanya milik pria yang sangat beruntung. Rui, jangan pernah kecewakan aku ya? atau kau akan melihat aku bersanding dengan pria lain." Ruby mengelus rahang Rui, tersenyum manis.
"Itu tidak akan pernah terjadi." Rui menggeram, mempererat pelukannya di pinggang Ruby.
Srattt
Akhhhhhh
Rui membalik Ruby, mencengkeram tangan Ruby ke belakang. Ruby hanya pasrah saja karena dia sudah mabuk, Rui merasa samakin menggila saat tubuh sexy Ruby terekspos dari Hanfu nya yang acak-acakan.
"Katakan, kau milik siapa." Desak Rui, bicara di samping telinga Ruby.
"Ukh.. emh, milikmu." Jawab Ruby, dia merasa geli.
"Milik siapa?." Rui menggigit leher Ruby.
"Akkkhhh.. milikmu Rui." Saut Ruby.
"Benar.. milikku, kau hanya milikku. Hanya aku yang boleh menyentuh tubuhmu, dengar itu baik-baik Ruby." Rui meremas gunung kembar Ruby, dari belakang.
"Akkhhhhh.. kau milikku Rui." Racau Ruby, dia sudah mabuk berat.
"Ya, aku milikmu. Kita saling memiliki." Rui menatap Ruby penuh Obsesi di matanya.
Cup
emh
Rui menarik pelan dagu Ruby dan menciumnya dengan dalam. Rasa arak yang manis membuat mereka semakin bahagia, mencium semakin dalam dan penuh gairah.
Puahh
Ciuman terlepas, keduanya saling menatap dengan wajah memerah. Nafas mereka terengah dan tatapan penuh kabut nafsu terlihat, Rui mendorong Ruby agar terlentang. Hanya dengan satu tarikan kuat, Hanfu Ruby sudah robek dan di lempar oleh Rui.
Tapi Ruby tidak mau, dia mendorong tubuh Rui lalu menarik celana Hanfu Rui juga. Sayangnya tidak langsung robek, tenaganya tidak ada. Rui hanya terkekeh, melepaskan celananya dan membuat Ruby berbinar cerah.
Hap
Emhh
Ugh
Rui melenguh saat Ruby melahap big dragon nya dengan rakus. Rasanya seperti melayang di udara, seluruh sendi di tubuhnya memberontak dan kepalanya jadi kosong.
Rui menjambak pangkal rambut Ruby, menggerakkannya lebih cepat hingga bunyi benturan di kerongkongan terdengar. Mata Ruby sampai juling dan meneteskan air mata, bukan sakit hanya saja dia tidak bisa bernafas.
Urgghh
Crattttttt
Rui menyemburkan laharnya di wajah Ruby, Ruby hanya diam dengan polos. Karena mabuk dia tidak sadar dan tidak tau sedang melakukan apa, Rui menatap Ruby yang semakin sexy dengan penuh gairah membara.
Rui mengelap wajah Ruby, lalu mendorongnya dengan kuat. Tidak memberikan waktu pada Ruby, dia langsung menggempurna dengan kuat dan penuh nafsu. Ruby berteriak keras, menerima segala yang diberikan Rui padanya.
Malam yang panas setelah makan bersama yang hangat, keduanya lupa jika di paviliun saat ini sudah ada banyak pelayan. Untung saja asrama pelayan ada di halaman belakang, tapi bagaimana nasib telinga para penjaga? jangan di tanya lagi. Mereka semua yang mendengar teriakan Ruby hanya bisa memerah malu.
"Ketua sungguh perkasa." Batin mereka geleng-geleng.
Malam berlalu dan pagi yang cerah menyambut pagi dari sepasang suami istri gila yang tidur dengan keadaan kacau balau. Rui bangun terlebih dahulu meksipun dia yang tidur terakhir. Rui merasa kepalanya pusing dan berdenyut, lalu melihat sekeliling nya.
Melihat istrinya terlelap tak berdaya dengan tanda merah dimana-mana, ranjang yang kacau dengan bau yang familiar. Rui hanya tersenyum geli, entah kejadian panas seperti apa yang terjadi malam tadi.
Rui turun dari ranjang, dia masuk ke kamar mandi dan segera membersihkan dirinya. Selesai mandi, Rui menarik sprei dan kelambu kotor, membakarnya dengan energi kultivitasi. Setelah sprei penuh cairan itu hilang Rui menggendong Ruby yang masih terlelap.
Dia memandikan Ruby dengan hati-hati, sepertinya Ruby benar-benar kelelahan sampai di mandikan pun dia tidak bangun. Rui memakaikan Ruby hanfu tidur dan merebahkannya kembali ke ranjang. Menyelimuti dan mengecup keningnya dengan mesra, Rui keluar dari kamar menuju ruang kerjanya.
Saat dirinya berjalan di lorong, banyak pasang mata yang curi-curi pandang. Apalagi bercak merah di leher dan dada Rui, para pelayan berbisik dengan tersipu. Para penjaga yang oversharing juga mengatakan jika Ruby berteriak sepanjang malam.
"Ayah." Panggil Xui.
Rui menghentikan langkahnya lalu menoleh ke belakang, melihat anaknya yang terlihat pucat dan lemas. Sepertinya karena mabuk kemarin malam.
"Sudah sarapan?." Tanya Rui.
"Aku baru bangun, kepalaku pusing sekali dan muntah begitu bangun. Ini lebih mematikan dibanding latihan satu hari penuh." Gerutu Xui, memegang perut dan kepalanya dengan pucat pasi.
"Buatkan air pereda mabuk untuk Xui." Ucap Rui datar, melirik tajam para pelayan.
Pelayan bergegas membuatkannya, Rui membawa Xui ke ruang kerjanya. Xui hanya rebahan diatas sofa panjang beludru, sedangakan Rui langsung membaca laporan yang menumpuk. Ini adalah hari pertama dia bekerja sebagai Jendral Agung.
"Ukhh... aku akan mati." Racau Xui.
"Keluarkan energi Qi mu untuk menekan rasa mabukmu, kau bisa melakukannya pelan-pelan." Ucap Rui memberitahu.
Xui dengan lemas menurut, berusaha bermeditasi sambil rebahan. Keringat dingin mengucur karena tenaganya sudah tidak ada lagi, dia benar-benar lemas sampai gemetaran.
Pelayan datang membawa air hangat pereda mabuk dan sarapan pagi. Xui meminumnya lalu kembali duduk dengan lemas, melihat Xui yang tidak mau sarapan membuat Rui heran.
"Kenapa tidak memakan sarapanmu?." Tanya Rui.
"Tidak bisa, aku akan mati jika makan." Xui dramatis sekali.
"Mana mungkin kau mati karena makan nasi, cepat duduk dan makan. Perutmu harus di isi." Ucap Rui.
"Tidak mau, perutku tidak nyaman." Xui benar-benar trauma minum arak.
"Buka mulutmu." Rui menyuapinya, tatapannya tajam dan tegas.
Xui merasa takut jadi dia membuka mulutnya dengan berat hati, dia makan dengan pelan tapi lama-lama enak juga dia jadi lapar. Xui makan dengan lahap tapi tidak mau makan sendiri, Rui menyuapinya dengan wajah datar tapi telaten. Sarapan pun habis dan Xui memiliki tenaga untuk menjalani hari.
"Pergilah berlatih bersama pasukan di barak prajurit. Kau akan merasa lebih baik setelah membakar lemakmu." Ucap Rui, mengusap rambut Xui.
"Terimakasih Ayah, ternyata meksipun menakutkan Ayah ini baik hati." Xui tersenyum menyebalkan.
"Kau mengatakan itu langsung di depanku?." Rui memutar matanya malas.
Xui hanya terkekeh, dia berpamitan keluar dan pergi menuju barak prajurit untuk membakar lemak. Pelayan datang membawa bekas sarapan Rui, Rui tidak pernah melirik pelayan. Dia selalu fokus membaca dokumen dan gulungan, banyak sekali laporan tentang keamanan Kekaisaran yang longgar.