NovelToon NovelToon
Sumpah Raja Duri

Sumpah Raja Duri

Status: tamat
Genre:Fantasi Isekai / Mengubah sejarah / Fantasi Wanita / Peramal / Cinta Istana/Kuno / Tamat
Popularitas:1.3k
Nilai: 5
Nama Author: tanty rahayu bahari

Elara, seorang ahli herbal desa dengan sihir kehidupan yang sederhana, tidak pernah menyangka takdirnya akan berakhir di Shadowfall—kerajaan kelabu yang dipimpin oleh raja monster. Sebagai "upeti" terakhir, Elara memiliki satu tugas mustahil: menyembuhkan Raja Kaelen dalam waktu satu bulan, atau mati di tangan sang raja sendiri.
​Kaelen bukan sekadar raja yang dingin; ia adalah tawanan dari kutukan yang perlahan mengubah tubuhnya menjadi batu obsidian dan duri mematikan. Ia telah menutup hatinya, yakin bahwa sentuhannya hanya membawa kematian. Namun, kehadiran Elara yang keras kepala dan penuh cahaya mulai meretakkan dinding pertahanan Kaelen, mengungkap sisi heroik di balik wujud monsternya.


Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon tanty rahayu bahari, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 25: Kebangkitan

​Keheningan istana yang biasanya mencekam kini digantikan oleh suara musik riang dan tawa palsu yang berasal dari Aula Agung. Duke Vane sedang merayakan kemenangannya.

​Kaelen, Elara, dan Vorian bergerak cepat menaiki tangga. Kaelen berjalan di tengah, tegak, ditopang oleh energi Sari Kehidupan. Di sekelilingnya, aura hitam sihir Void-nya berdenyut dengan semburan cahaya keemasan yang aneh—perpaduan berbahaya antara hidup dan mati.

​"Waktu kita sempit, Yang Mulia," bisik Vorian. "Saya bisa merasakan kekuatan itu memakan Anda dari dalam."

​"Aku tahu," desis Kaelen, suaranya dipenuhi kekuatan baru, tetapi juga rasa sakit yang disembunyikan. "Elara, tetap dekat. Jangan biarkan aku meledak."

​Elara berjalan rapat di sebelah Kaelen. Dia merasakan getaran tak menentu dari tubuh Kaelen. Dia memegang tongkat peraknya, siap bertindak sebagai penyalur arus.

​Mereka mencapai pintu kembar besar Aula Agung. Pintu itu dijaga oleh dua prajurit Vane—orang-orang Baron Thorne.

​"Siapa kalian? Pesta pribadi!" gerutu salah satu prajurit.

​Kaelen tidak menjawab. Dia hanya mengulurkan tangan kanannya yang berbatu. BOOOM! Energi sihir murni meledak dari cakar batunya, menghancurkan pintu kayu ek itu menjadi serpihan.

​Musik berhenti seketika.

​Ratusan bangsawan—yang tadi bersorak-sorai dan menikmati hidangan—terdiam, menatap ke arah pintu yang hancur. Mereka melihat tiga sosok berdiri di sana: Vorian yang lusuh, Elara yang memegang tongkat perak, dan di tengah, sesosok Raja.

​Duke Vane, yang duduk angkuh di atas Singgasana Obsidian, terkejut. Gelas anggur di tangannya terlepas, pecah di lantai marmer.

​"Kaelen," bisik Vane, wajahnya pucat pasi. "Tidak... kau seharusnya sudah membatu!"

​Kaelen melangkah maju, melewati puing-puing pintu. Setiap langkahnya memancarkan aura kegelapan dan cahaya yang membuat udara bergetar. Dia tidak memakai zirah, hanya pakaian hitam compang-camping, yang semakin memperlihatkan kristal duri di bahu dan lengannya yang bersinar merah dan hitam.

​"Aku kembali, Paman," kata Kaelen. Suaranya rendah, tapi memantul di dinding batu, dipenuhi otoritas yang tidak bisa dibantah.

​"Pengkhianat!" teriak Vane, mendapatkan kembali kekuatannya. "Para penjaga! Tangkap dia! Dia melarikan diri dari tahanan! Dia gila!"

​Puluhan prajurit Vane yang disiagakan di sudut-sudut ruangan menyerbu ke arah Kaelen.

​Kaelen tidak bergerak. Dia hanya menyeringai, senyum yang dingin dan mematikan.

​"Mundur," kata Kaelen.

​Baron Thorne—yang berdiri di dekat singgasana—mencabut pedangnya dan memacu dirinya ke depan. "Kau tidak akan menyentuh Regent Vane, Monster!"

​Saat Baron Thorne mencapai jarak tiga meter dari Kaelen, Kaelen hanya mengangkat tangan batunya. WHOOSH! Gelombang energi hitam bercampur hijau keemasan meledak ke depan. Baron Thorne terlempar ke dinding, pedangnya terlepas dari genggaman, pingsan seketika.

​Para prajurit yang lain terhenti, ketakutan melihat kekuatan Raja.

​Kaelen menatap Vane, yang kini bangkit berdiri.

​"Kau meracuni Ayahku. Kau meracuniku. Kau menculik gadisku. Dan kau berani duduk di Singgasana suci ini," geram Kaelen. "Aku datang untuk mengambilnya kembali, Paman. Dan aku datang untuk membunuhmu."

​"Kau tidak bisa membunuhku!" Vane tertawa histeris, menyalurkan energi ke tangannya. Dari ujung jarinya, cairan hitam pekat mulai menetes, identik dengan yang Kaelen lihat di kuil Mortis. "Aku mengambil energi kegelapan dari sumber yang sama dengan kutukanmu! Kau adalah bagian dariku, Kaelen! Kau tidak bisa melawan dirimu sendiri!"

​"Kau bukan diriku," balas Kaelen, aura di sekelilingnya semakin kuat.

​"Kau akan tahu siapa dirimu saat sihir Vitae dari penyihir kecilmu itu habis!" bentak Vane. Dia menembakkan bola energi gelap ke arah Kaelen.

​Kaelen mengangkat tangannya dan menangkis serangan itu. Ledakan menghantam lantai marmer di antara mereka, menciptakan asap tebal.

​Saat asap menipis, Kaelen maju. Duri-duri obsidiannya memanjang, merobek kemejanya.

​"Aku mencintaimu, Elara," bisik Kaelen, matanya tertuju pada Vane. Dia mengatakan itu bukan untuk bermesraan, tapi sebagai mantra. "Dan cinta itu adalah penawarku!"

​"Cinta adalah kelemahan!" Vane melompat dari singgasana, kini dipenuhi jubah ungu yang menyala dengan sihir. "Aku telah membunuh cinta dan kutukan itu tidak pernah menyentuhku!"

​Vane menembakkan sihir Void murni, berusaha membekukan Kaelen menjadi patung.

​Elara segera bergerak.

​Dia berlari ke depan, berdiri di samping Kaelen. Dia menancapkan tongkat peraknya ke lantai. Tongkat itu bersinar hijau.

​"Aku jangkar-mu!" teriak Elara.

​Dia menutup matanya dan menyalurkan sihirnya ke dalam tongkat. Cahaya hijau terang menyelimuti Kaelen, melindungi sang Raja dari sihir pembekuan Vane.

​Sihir Vane menghantam perisai hijau itu, tetapi terpental tanpa bahaya.

​Vane terkejut. "Mustahil! Sihir Gadis Herbal itu tidak sekuat itu!"

​"Dia tidak bertarung sendirian, Paman," kata Kaelen, seringai tajamnya kembali.

​Dengan perlindungan Elara, Kaelen melepaskan serangan balik penuh tenaga. Dia tidak menembakkan bola sihir. Dia menembakkan gelombang kristal obsidian hitam tajam ke arah Vane.

​Vane tidak siap menghadapi serangan yang begitu cepat dan mematikan. Dia menjerit, melompat ke samping untuk menghindari serangan itu. Dinding di belakangnya tertusuk dan hancur berantakan.

​Para bangsawan yang tersisa melarikan diri, panik.

​"Kau membangunkannya!" teriak Vane, napasnya memburu. "Aku akan membunuh gadis itu!"

​Vane menembakkan kilatan petir sihir hitam ke arah Elara, mengabaikan Kaelen.

​"TIDAK!"

​Kaelen melompat ke depan, menarik Elara ke dalam pelukannya, memutar tubuhnya sehingga punggungnya yang penuh duri menghadap serangan.

​Petir Vane menghantam punggung Kaelen. Zzzzzzzzt!

​Kaelen mengerang kesakitan. Serangan itu sangat kuat hingga membuatnya lumpuh sesaat, tetapi duri-duri obsidian itu menyerap sebagian besar dampaknya.

​Vane melihat celah. Dia mengumpulkan energi di kedua tangannya, siap untuk serangan terakhir.

​"AKU RAJA DI SINI!" teriak Vane, meluncurkan bola energi gelap terbesar yang pernah Elara lihat.

​Elara tahu Kaelen terlalu terluka untuk menangkisnya.

​Elara mendorong Kaelen menjauh. Dia mencabut tongkat peraknya dari lantai, mengarahkannya ke depan. Dia menyalurkan semua sisa energi Sari Kehidupan yang tersimpan dalam Sun-Stone-nya.

​"MATI!" teriak Elara.

​Bukan sihir serangan yang keluar. Tapi sebuah perisai kehidupan berwarna emas murni.

​Kedua sihir itu bertabrakan di udara—cahaya emas murni melawan kegelapan pekat. Cahaya Elara begitu murni hingga dia tidak hanya menangkis sihir Vane, tetapi juga membersihkan kegelapan di dalamnya.

​Vane menjerit kesakitan, terhuyung mundur. Dia tidak terluka secara fisik, tetapi jiwanya diserang oleh kemurnian sihir itu.

​"Sihirmu... kau adalah kelemahan sihirku!" Vane terengah-engah, menatap Elara dengan kebencian absolut.

​Vane tahu dia kalah momentum. Dia tidak bisa menghadapi Raja yang didukung oleh sihir kehidupan murni yang mematikan.

​"Ini belum berakhir, Kaelen!" Vane berteriak. Dia menembakkan asap tebal ke lantai, menciptakan tabir asap.

​"Kabur, Paman!" Kaelen mencoba berlari, tapi tubuhnya lumpuh karena serangan Vane.

​Saat asap menghilang, Vane telah pergi. Baron Thorne dan sekutu utamanya telah melarikan diri bersamanya.

​Kaelen ambruk ke lututnya, napasnya memburu. Elara segera menghampirinya, menjatuhkan tongkatnya, dan memeluknya.

​"Kau baik-baik saja?" bisik Elara, menyentuh punggungnya yang hangus.

​"Ramuan itu... habis," kata Kaelen. Dia mengangkat tangan kirinya ke pipi Elara. Matanya mulai berkaca-kaca karena rasa sakit yang datang membanjir. "Tapi kita menang."

​Kaelen mendongak ke singgasana yang kosong.

​Vorian melangkah maju, memungut mahkota Kaelen yang terjatuh di lantai marmer.

​"Rakyat masih di sini, Yang Mulia," bisik Vorian. "Mereka melihat. Mereka melihat Pengkhianat melarikan diri dari Raja yang bangkit dari kematian."

​Kaelen berdiri, didukung oleh Elara. Dia mengambil mahkotanya, menatapnya sejenak, lalu menoleh ke arah para pelayan dan prajurit loyalis yang tersisa.

​Dia tidak duduk di singgasana. Dia berdiri di depan rakyatnya.

​"Vorian," perintah Kaelen, suaranya kembali dingin dan penuh otoritas. "Segel seluruh istana. Keluarkan perintah penangkapan untuk Duke Vane. Kerajaan ini telah kembali ke tangan yang benar."

​Kebangkitan telah terjadi.

...****************...

BERSAMBUNG.....

Terima kasih telah membaca💞

Jangan lupa bantu like komen dan share❣️

1
Alona Luna
wahhh akhirnya happy ending ☺️
Alona Luna: wahhhh ok. baik
total 2 replies
Alona Luna
semangat next kak☺️
Alona Luna: sama-sama kak.☺️
total 2 replies
Alona Luna
next kak.. makin seru ceritanya
Ara putri
semangat kak, jgn lupa mampir juga keceritaku PENJELAJAH WAKTU HIDUP DIZAMAN AJAIB
tanty rahayu: semangat juga ya ka.... wah kayanya seru tuh 😍nanti aku mampir baca ya
total 1 replies
Alona Luna
ceritanya bagus kak. next
Alona Luna: aku tunggu kak☺️
total 2 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!