NovelToon NovelToon
Bintang Jatuh Dan Sepotong Hati

Bintang Jatuh Dan Sepotong Hati

Status: sedang berlangsung
Genre:Obsesi / Nikah Kontrak
Popularitas:4.6k
Nilai: 5
Nama Author: Elara Tulus

Kalau kamu ada di dalam mobil bareng suamimu dan "cinta sejatinya" pas kecelakaan, siapa coba yang bakal dia selamatkan?

Rizki nggak butuh sedetik pun buat gendong Meli pergi. Darah mengalir deras. Bukan cuma janin tiga bulan di perut Aulia yang mati, tapi juga seluruh hati Aulia. Hancur jadi debu.

Semua orang juga tahu, pernikahan mereka itu cuma kontrak bisnis belaka. Aulia memang merebut Rizki dari Meli, tapi dia yakin suatu hari Rizki bakal capek berpura-pura dan benar-benar lihat dia.

Tapi, pas liang lahat bayinya ditutup, Aulia baru melek. Cukup. Kita cerai.

Tiga bulan kemudian, di panggung gemerlap, Aulia berdiri. Cantik. Hebat. Menerima penghargaan. Rizki terpaku, lalu dengan suara datar bilang ke semua orang, "Ya, itu istri saya." Aulia cuma senyum miring, lalu menyodorkan kertas perceraian ke tangan Rizki. "Maaf ya, Pak Rizki. Yang benar itu mantan istri."

Pria sedingin es itu akhirnya pecah. Matanya memerah, suaranya parau. "Mantan? Aku nggak pernah mau cerai!"

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Elara Tulus, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Hanya Harapan yang Tersisa

Perawat tadi baru saja mau buka mulut, ketika Rian yang kebetulan lewat langsung nyengir sambil menyela, "Itu pasien hamil di ruang rawat atas. Dia baru saja diusir dari rumah sakit sebelumnya."

"Kak Rizki, jangan dengar omongan mereka! Mereka ini suka gosip. Ingatan mereka pasti salah."

Rizki jelas lebih percaya Rian. Lagipula, dia dan Aulia selalu hati hati. Aulia juga susah banget punya anak.

Dengan suara datar, Rizki bertanya, "Gimana keadaan Aulia? Katanya dia juga datang ke rumah sakit ini."

Rian buru buru buang muka. Dia agak gugup. "Oh, dia? Nggak apa apa, cuma lecet sedikit. Mungkin dia dengar Kak Rizki datang jenguk Kak Meli, jadi dia pura pura terluka biar dapat perhatianmu."

Sambil ngomong begitu, Rian diam diam melirik Rizki. Dia lega, Rizki kelihatan nggak curiga. Rizki cuma mengernyit, lalu mencibir sebelum berbalik pergi. Rian akhirnya bisa bernapas lega.

Begitu Rizki pergi, Rian langsung kasih peringatan keras ke dua perawat di sampingnya. "Jangan ada yang sebarin info apa pun soal pasien di ruangan ini! Kalau sampai bocor, bukan cuma kalian yang kehilangan pekerjaan, tapi rumah sakit ini akan hancur!"

Rizki dan Meli sebentar lagi bisa bersatu lagi. Rian nggak mau ada penghalang. Meskipun dia tahu Rizki nggak suka Aulia, dia nggak yakin apa Rizki akan berubah sikap kalau tahu soal anak itu. Mungkin timbul rasa iba atau bersalah.

Pokoknya, selama dia ada, dia nggak akan biarin rencana Aulia berhasil.

Dua hari setelah dirawat, Aulia keluar dari rumah sakit. Hal pertama yang dia lakukan adalah beli sebidang tanah pemakaman buat anaknya.

Anak ini dari awal nggak pernah diharapkan. Jadi dia nggak sempat siapin baju atau mainan bayi.

Aulia sengaja ke pusat perbelanjaan. Dia beli semua barang yang penjualnya rekomendasiin. Sampai akhirnya pramuniaga itu nggak tahan buat menasihati, "Bu, bayi itu cepat besar lho. Nggak perlu beli sebanyak ini, nanti mubazir."

Hidung Aulia sakit. Matanya perih. Dia menggeleng pelan. Anakku nggak akan pernah tumbuh besar.

Walaupun sudah siap mental, pas benar benar lihat anaknya dimakamkan, air mata Aulia langsung banjir.

Mungkin anak ini akan jadi bayi yang manis, lincah kayak dia waktu kecil, atau sepintar dan setenang Rizki. Mungkin dia akan jadi anak pendiam dan penurut.

Mungkin dia suka nyanyi. Mungkin suka nari. Atau mungkin kayak bapaknya, jadi jenius di bisnis.

Masa depan anak itu penuh kemungkinan. Aulia bahkan udah bayangin macam macam sikap Rizki kalau tahu dia hamil. Tapi Aulia sama sekali nggak pernah bayangin anak itu akan pergi duluan, bahkan sebelum lahir.

Dia dan anaknya memang cuma ditakdirkan bersama sebentar. Anak ini memilih dia jadi Ibunya, tapi dia sama sekali nggak berdaya. Nggak bisa selamatkan nyawanya.

"Bu, nama yang mau ditulis di batu nisan apa ya?" tanya petugas di sampingnya pelan.

Saat itu Aulia baru sadar. Anaknya bahkan belum punya nama. Dia berpikir sejenak. Lalu menjawab getir, "Harapan Aulia."

Selamanya, itu tetap anaknya. Entah di kehidupan berikutnya anak ini pilih siapa pun sebagai orang tua, dia pasti masih akan punya harapan untuk hidup.

Aulia berdiri di sana, memandang nisan kecil itu, tubuhnya yang baru dioperasi terasa lemah dan dingin. Tiba-tiba, ia merasakan angin dingin menyapu tengkuknya. Ia buru-buru menyentuh saku celananya, memastikan kartu memori yang disembunyikan di dalam lipatan kain itu masih ada. Ancaman Rizki dan Pengawal masih terngiang. Ia tahu, bahaya tidak akan pernah hilang selama ia berada di Kota Tepi Samudra.

Tring! Tiba tiba ponselnya bunyi. Aulia ambil dari saku. Dia lihat nama di layar. Wulan, Ibu Rizki. Mertuanya.

"Aulia! Kudengar sudah tiga hari kamu nggak pulang. Hah, berani juga kamu sekarang! Ayo jelaskan, apa maksudmu ini?" Begitu sambungan diangkat, Wulan langsung ketawa dingin.

Kali ini Aulia nggak kayak dulu, buru buru jelasin kesulitannya. Suaranya tenang. "Nggak ada maksud apa apa."

Wulan tertegun sebentar. Nada bicaranya penuh ketidakpuasan. "Aulia, apa apaan sikap kamu ini?"

Seperti biasa, apa pun yang Aulia katakan, Wulan selalu cari salahnya. Dia selalu menyudutkan. Dari awal Wulan memang nggak suka sama dia. Makanya sering manas manasin hubungan dia sama Rizki.

Nggak lama setelah nikah, Rizki yang memang nggak suka sama Aulia sering banget nggak pulang semalaman. Wulan malah nyuruh dia telepon Rizki, atau maksa dia buat cari Rizki.

Wulan melanjutkan, suaranya naik satu oktaf, "Aku tahu kamu ngambek karena Rizki merawat Meli. Tapi ingat, kamu itu Nyonya Laksmana. Tugasmu adalah menjaga nama baik keluarga dan melayani suamumu! Jangan sampai kamu bertingkah bodoh dan mempermalukan Rizki. Kamu tahu kan, apa yang bisa dilakukan keluarga kita?"

Aulia mendengar ancaman terselubung itu. Dulu, kata-kata ini akan membuatnya gemetar dan tunduk. Tapi kini, ia telah mengubur bayinya dan segala harapan palsunya.

Ia tersenyum getir, menatap tanah basah di depannya.

"Aku sudah tahu." Suara Aulia sangat tenang, membuat Wulan terdiam di seberang telepon.

"Wulan," Aulia menggunakan nama mertuanya tanpa gelar untuk pertama kalinya. "Aku tidak akan kembali ke rumah itu. Aku sudah mengurus perceraian. Dan kau tidak perlu khawatir tentang nama baik Keluarga Laksmana. Aku akan menghilang sepenuhnya dari hidup kalian."

Napas Wulan tercekat. Sebelum Wulan sempat berteriak histeris, Aulia menarik napas dalam, melakukan sesuatu yang tidak pernah ia berani lakukan selama lima tahun:

Aulia menekan tombol 'Putus' pada ponselnya, lalu tanpa ragu, ia mengeluarkan kartu memori yang berisi bukti kecelakaan itu dari saku. Dengan satu gerakan patah yang cepat, ia mematahkannya menjadi dua, menjatuhkannya tepat di atas nisan anaknya. Setelah itu, ia membuang ponselnya ke semak-semak dan berbalik. Ia tidak lagi punya apa-apa untuk diancam, tapi ia juga tidak punya apa-apa untuk dipertahankan. Ia telah memilih kebebasan dengan harga yang paling mahal: kehancuran total.

1
Queen AL
tolong di ganti nebak jadi menebak, natap jadi menatap. gak enak bener bacanya. perbaiki lagi thor cara penulisannya
Mustika Nusantara: baik ka, makasih atas masukannya 🙏
total 1 replies
lovina
dracin banget 🤣
Rara
ceritanya sangat bagus dan menarik
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!