Seraphina dan Selina adalah gadis kembar dengan penampilan fisik yang sangat berbeda. Selina sangat cantik sehingga siapapun yang melihatnya akan jatuh cinta dengan kecantikan gadis itu. Namun berbanding terbalik dengan Seraphina Callenora—putri bungsu keluarga Callenora yang disembunyikan dari dunia karena terlahir buruk rupa. Sejak kecil ia hidup di balik bayang-bayang saudari kembarnya, si cantik yang di gadang-gadang akan menjadi pewaris Callenora Group.
Keluarga Callenora dan Altair menjalin kerja sama besar, sebuah perjanjian yang mengharuskan Orion—putra tunggal keluarga Altair menikahi salah satu putri Callenora. Semua orang mengira Selina yang akan menjadi istri Orion. Tapi di hari pertunangan, Orion mengejutkan semua orang—ia memilih Seraphina.
Keputusan itu membuat seluruh elite bisnis gempar. Mereka menganggap Orion gila karena memilih wanita buruk rupa. Apa yang menjadi penyebab Orion memilih Seraphina?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon secretwriter25, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
30. Menemukannya
Jam menunjukkan pukul 20.14 malam. Semua tampak fokus dengan pekerjaan masing-masing termasuk Lyra menatap layar laptopnya tanpa berkedip.
“Varden… lihat ini.” Suaranya hampir berbisik, tapi cukup untuk membuat semua orang spontan menoleh.
Ia memperbesar rekaman CCTV dari sebuah toko kecil yang awalnya dianggap tidak relevan. Rekaman itu gelap, buram, dan sudut kameranya jelek, namun ada sesuatu yang terlihat mencurigakan disana.
“Perbesar lagi,” ucap Varden cepat.
Lyra menuruti. Pixel makin besar, gambarnya makin berantakan, tapi pola itu jelas. Sebuah van hitam yang sama dari rekaman sebelumnya—namun kali ini, refleksi kecil di jendela belakang memperlihatkan… potongan kecil kain.
Kain berwarna sama dengan dress yang Seraphina kenakan di saat dia menghilang.
Orion langsung mendekat, napasnya tertahan. “Itu… pakaian Sera.”
“Itu cocok 89% dengan warna dan teksturnya,” jawab Lyra. “Kebetulan sebesar itu tidak mungkin.”
Varden berdiri tegak. “Benda itu tersangkut. Artinya mobil ini membawa Seraphina saat direkam.”
Tapi petunjuk itu bukan satu-satunya.
Lyra menekan lagi beberapa tombol. “Ada lebih. Perhatikan jalur mobil. Mereka mengambil jalan alternatif ke arah selatan, lalu menghilang di area tanpa CCTV.”
Orion mengerutkan kening. “Itu area padat pepohonan. Tidak ada rumah di sana.”
“Salah,” jawab Varden. “Ada satu.”
Ia membuka folder peta lama. Sebuah citra satelit menampilkan area luas yang sebagian besar hutan, tapi ada satu struktur tersembunyi—terlihat seperti hotel mewah kuno dengan pagar tebal. Bangunan itu tidak tercatat di sistem properti kota. Tidak ada nama pemilik. Tidak ada catatan pajak. Seolah-olah tidak pernah ada.
“Tempat ini…” Lyra menatapnya dalam. “Di bangun puluhan tahun lalu untuk pejabat asing. Ditutup, lalu dijual secara privat. Tidak ada data lain. Ini sempurna untuk lokasi penyekapan.”
Orion merasa jantungnya berhenti sejenak. “Ada kemungkinan mereka membawa Sera ke sana?”
“Kemungkinannya sangat tinggi,” jawab Varden. “Empat puluh menit dari lokasi penemuan kain. Jalur mobil cocok. Waktu cocok. Dan tidak ada kamera di sekitar sana.”
“Kami juga memperoleh sinyal aneh. Sinyal yang sangat lemah muncul selama dua detik dari area itu—frekuensi yang mirip dengan HP Sera meskipun baterainya hampir habis.” Lyra menambahkan.
Hal itu menjadi titik terakhir yang mereka perlukan.
Orion mencondongkan tubuh. “Kita berangkat sekarang.”
Varden mengangguk. “Seluruh tim, bersiap lima menit. Kita harus bergerak diam-diam. Kita tidak tahu berapa banyak penjaga di sana.”
Suasana di ruangan itu berubah drastis. Semua orang bergerak cepat—mengemas peralatan, menyiapkan rompi taktis, mengisi senjata non-mematikan, dan memetakan jalur masuk ke hotel.
Orion berdiri mematung sejenak. Ia merasa sangat lega, meski belum sepenuhnya. Akhirnya ada titik terang tentang keberadaan Seraphina. Tapi di sisi lain, ia tahu bahwa lokasi itu juga bisa berarti bahaya yang tak terbayangkan.
Varden menghampirinya. “Tuan Orion, Anda boleh ikut, tapi Anda harus tetap di belakang tim. Kami tidak bisa mempertaruhkan keselamatan Anda.”
Orion mengangguk pelan. “Saya tidak peduli. Yang penting saya ada di sana. Saya harus membawa Sera pulang.”
Dalam waktu singkat, lima mobil hitam tanpa plat keluar dari gerbang rumah Orion. Mereka melaju cepat namun tetap teratur, mengikuti rute rahasia yang dipilih Varden agar tidak terlihat publik atau kamera.
Perjalanan menuju villa terasa seperti perjalanan terpanjang dalam hidup Orion. Jalanan berubah dari aspal mulus menjadi tanah berbatu. Hutan semakin lebat, cahaya matahari nyaris tidak masuk, dan udara semakin dingin.
Di dalam mobil, Lyra menatap peta sambil terus memonitor sinyal kecil yang muncul dan hilang secara acak.
Orion hanya dapat menggenggam lututnya dengan jari-jarinya yang gemetar. “Sera… tunggulah.”
Mobil-mobil berhenti 500 meter dari villa, di sebuah jalan tanah yang hampir tidak terlihat. Dari kejauhan, bangunan tua itu tampak seperti monumen gelap yang mengintai dari balik pepohonan.
Varden memberi isyarat tangan. “Semua turun. Siapkan mode senyap.”
Setiap agen bergerak seperti bayangan—cepat, tepat, dan tanpa suara. Mereka memeriksa perimeter awal pagar kawat yang setengah terkubur, bekas jejak ban menuju area dalam, dan dua titik penjagaan kecil yang terlihat kosong.
“Terlalu sepi,” bisik Lyra. “Mereka pasti berpikir tempat ini tidak akan ditemukan.”
Atau… mereka sedang menunggu.
Namun mereka tidak memiliki banyak waktu untuk berpikir. Agen memotong pagar di titik paling tersembunyi. Orion menahan napas saat mereka merunduk masuk ke dalam, menyusuri jalur gelap menuju bangunan.
Di depan hotel, dua penjaga berdiri, namun mereka tampak santai—seolah yakin tidak ada yang akan menemukan tempat itu. Mereka bergerak cepat. Dalam dua detik dua orang penjaga itu dilumpuhkan tanpa suara. Ditarik ke semak-semak tanpa meninggalkan jejak.
“Clear,” bisik salah satu agen.
“Apa aku bisa langsung masuk ke dalam?” tanya Orion.
“Kita cek dulu keamanan di dalam. Anda tetap di belakang,” tegas Varden.
Orion mengangguk cepat. "Sera… bertahanlah, Sayang…" batin Orion.
---
Selina menatap Sera yang masih meringkuk di pojok ruangan. Ia tersenyum miring lalu meraih ponselnya, menghubungi Joe.
"Lakukan sekarang!" perintahnya.
"Siap, Nona. Perintah akan kami laksanakan…" Joe tersenyum lebar.
Ia mendorong pintu kamar, masuk ke dalam ruangan. Matanya menatap Sera yang meringkuk di sudut ruangan.
"Aku harus jadi orang pertama yang mencobanya." Joe menjilat bibirnya. Kilat nafsu mulai terlihat di matanya.
Sera tersentak kaget saat mendengar pintu kamar dibuka. Ia semakin memundurkan tubuhnya, meski sudah menempel di dinding. Matanya dipenuhi ketakutan saat melihat wajah Joe.
Joe melangkah mendekati Sera. "Apa kau siap bermain denganku, Nona?"
"Jangan sentuh, saya…" lirih Sera.
"Nona… permainan ini akan menyenangkan. Kau pasti menyukainya!" ucap Joe.
"Pergi…" lirih Sera. "Pergi!" matanya menatap Joe penuh amarah. "Menjauh dariku, brengsek!" umpat Sera sambil menyemprotkan sesuatu ke mata Joe.
Selina terperanjat saat melihat apa yang Sera lakukan. Dari mana gadis itu mendapatkan semprotan?
"NONA!" Sergio masuk ke dalam ruangan dengan terburu-buru.
Selina menatap Sergio dengan kesal. "Ada apa, Gio! Kau mengagetkanku brengsek!"
"Kita harus segera pergi, Nona!" ujar Sergio.
"Ada apa?" tanya Selina bingung.
"Saya tidak punya banyak waktu untuk menjelaskan, Nona! Ayo… kita harus pergi sebelum terlambat!" Sergio menarik tangan Selina, membawanya pergi.
Mereka keluar dari dalam gedung melalui pintu belakang. Di sana—mobil mereka sudah menunggu. Selina hanya menuruti ucapan Sergio lalu masuk ke dalam mobil.
Dengan cepat, mobil melaju meninggalkan hotel itu. Setibanya mereka di jalanan besar—Selina melihat Orion di dalam sebuah mobil.
Matanya mengikuti ke mana Orion pergi. Ia meneguk salivanya saat melihat Orion berbelok ke arah hotel.
"Sial!" Selina mengumpat kasar.
Orion sudah menemukan tempat persembunyiannya. Tapi dia belum menghancurkan Sera sampai akhir. "Semoga saja Joe sudah mencoba tubuh Sera!" batin Selina memohon.
🍁🍁🍁
Bersambung…