Hidup untuk yang kedua kalinya Selena tak akan membiarkan kesempatannya sia-sia. ia akan membalas semua perlakuan buruk adik tirinya dan ibu tirinya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon aulia indri yani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
CHAPTER 19
didalam kamar yang hangat dipenuhi koleksi gambar musisi terkenal disana Davin sedang terbaring ditempat tidur.
memandangi kotak cincin berisi cincin pertunangan mereka.
Hanya butuh beberapa Minggu lagi ia akan melamar Selena dan bertunangan.
Sekolah selesai, menunggu hasil ujian dan kelulusan.
setelah melamar Selena, ia akan lebih fokus kuliah dan melanjutkan bisnis keluarganya.
Davin sudah membayangkan bagaimana Selena tersenyum dan mata berbinar memakai cincin pertunangan mereka.
Dan pernikahan lebih bagus lagi saat Davin bayangkan, saat dimana Selena selalu menyambut dirinya dirumah setelah pulang bekerja.
Berciuman, berpelukan, dan bercinta. keluarga yang ia harapkan dipenuhi anak dan kebahagian.
Davin terkekeh. "Aku tidak sabar, Selena akan berubah menjadi nyonya Prasetya."
kotak beludru itu tersimpan rapih di dalam laci disamping tempat tidurnya.
Ponsel berbunyi menyita perhatiannya. Nama Karina terpampang di layar ponselnya—ia segera menjawab telepon itu.
"Hallo Karina?" suaranya lembut menyahuti panggilan telepon.
suara gelisah dan rasa sakit menyambut telinga Davin. Karina sedang kesusahan.
"Ya. Aku akan segera kesana." ia mematikan panggilan telepon lalu segera berganti pakaian untuk bersiap.
Sebuah taman didekat perumahan Wiranata. Davin menemukan Karina didekat sana—diam, duduk sendirian di salah satu kursi.
"Karina." panggil Davin dengan suara cemas dan khawatir.
Ia berjongkok dihadapan Karina, memegang tangan wanita itu lembut.
"Apa yang kau lakukan disini? Ini sudah malam dan sepi. Kakimu masih sakit, tidak boleh banyak bergerak."
Karina hanya cemberut, ia kira Davin akan senang bertemu dengannya lagi.
"Kakak Davin akhir-akhir ini sangat sibuk ya dengan kak Selena?"
Davin berkedip cepat, mencerna ucapan Karina. "Apa? Ya tentu saja. Aku dan Selena akan bertunangan sebentar lagi."
Bahu Karina merosot kalah, meski tampak rapuh dan lembut itu hanyalah tamengnya.
"Jadi, kak Davin akan sibuk dengan kak Selena selanjutnya?" pertanyaan Karina menggantung—Davin mengangguk.
Karina menghela nafas berat, jelas kecewa. "Bukankah kakak Davin sudah berjanji untuk selalu bersamaku." desaknya sembari mengencangkan pegangannya pada tangan Davin.
Davin mengangguk frustasi—tangannya terangkat menangkup pipi Karina. "Ya aku selalu bersamamu, namun setelah bertunangan sedikit berbeda Karina.. Aku akan menghabiskan lebih banyak waktu dengan selena—tapi kau tak perlu khawatir, aku selalu ada untukmu."
"Itu beda kak Davin." bantah Karina dengan tajam. Matanya mulai berlinang air mata yang ditahan
Davin benci melihat Karina mengeluarkan air mata. dengan lembut ia menghapus air mata Karina.
"Dengar sayang, aku memang sudah berjanji untuk selalu ada disisimu meski aku sudah bertunangan." matanya memohon meminta Karina mengerti dirinya. "Aku akan berusaha meluangkan waktu untukmu lebih banyak."
Karina hanya diam dengan perasaan hampa.. Janji itu lagi.
Davin mendesah berat, ia tahu terlalu banyak menggunakan janji itu untuk Karina.
"Aku berjanji.. Kita pacaran ya? setelah aku bertunangan dengan Selena? Itu membuatmu senang?"
Janji yang beda, janji yang lebih serius dan lebih berbahaya.
Entah mengapa Davin menjanjikan hubungan yang lebih intim dibanding rasa adik kakak dengan Karina.. Ia hanya tak mau Karina berlarut dalam kesedihannya dan menderita karena dirinya.
sekilas, secerah harapan melintas dimata Karina..
"Ya! Aku mau!" suara Karina kali ini lebih semangat dan ceria, itu membuat Davin lega.
Ia menghembuskan nafasnya, perlahan dengan sangat lega. Memegang tangan Karina kuat-kuat seolah mengalirkan rasa tekadnya.
Davin tahu ini berbahaya—ia merasa mengkhianati Selena.
Ia mencintai Selena bukan Karina.. Tapi, Davin tak bisa melihat Karina terus sedih karena mengharapkan sesuatu yang tidak pasti dengannya.
"Kau sungguh menawarkan itu untukku, kak Davin?" tanya Karina meminta kepastian. Davin hanya mengangguk menjawabnya.
"Ya, aku berjanji."
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Tagihan terus menumpuk dari rumah sakit. Dan harus ada obat yang harus Sofia beli di apotek.
Banyak yang harus dikeluarkan—sementara uang dari Karina sudah hampir habis.
Ia mendesah berat dengan kesedihan menumpuk.
"Kau tampak putus asa ya?" suara rendah terdengar dibelakang Sofia.
Saat ia menoleh—selena ada dibelakangnya. Wajahnya melembut dengan senyum tipis dihiburnya.
"Kenapa kau disini?" Sofia melirik ke arah lain—merasa bersalah karena ia menukar kertas ujian Selena.
Selena hanya diam, sebelum mendekati Sofia dengan perlahan dan mengamati wajahnya. Tampak seperti anak putus asa mencari uang—ia berdeham. "Kenapa kau menukar kertas ujianku, Sofia? Apakah kita pernah punya konflik sebelumnya?"
Hening, Sofia berfikir. Ia tak ada alasan membenci selena—dia tak pernah mengganggunya.
"Aku membencimu." Sahutnya cepat. Ia tidak memiliki alasan apapun
kepala Selena miring, mengamati. Sebelum tersenyum tipis. "Benarkah?" suaranya tampak tidak yakin.
Sofia hanya mengangguk, sementara mata Selena melirik struk pembayaran perobatan rumah sakit.
"Sepertinya ibumu sakit ya? Sangat sulit mendapatkan uang disaat kau masih sekolah." suaranya tampak kasihan dan merendahkan.
Mata Sofia membulat, ia merasa direndahkan. "Jangan bicara seperti itu! Kau putri dari pria kaya! Kau tidak tahu berada diposisiku."
"Aku tahu, karena aku tak punya ibu. Aku mengerti posisimu yang hampir kehilangan sosok seorang ibu." suara Selena melambat dan hati-hati, mendesah berat.
Sofia terdiam sejenak, ya. Dia tahu Selena seorang piatu meski ada ibu Karina sebagai ibu sambung.
"Aku hanya tak ingin kau bernasib sepertiku, Sofia. Hampir seorang ibu karena kita tak mampu." suara Selena melembut, menatap dalam mata Sofia.
Ia memegang lembut bahu Sofia. Pelan dan meremasnya sedikit saja—memberi dorongan. "Kau tak mau kehilangan ibumu kan?"
Sofia menggelengkan kepalanya. Matanya berair. "Tidak.. Aku tidak mau." suaranya mulai serak menunjukkan sosok anak yang putus asa menyelamatkan nyawa sang ibu.
kepala Selena sedikit miring, menatap mata Sofia.. Tekanan tangannya dipundak Sofia semakin mengencang.
"Aku bisa membantumu. Aku bisa menawarkan perawatan untuk ibumu, aku akan membuat ibumu sembuh total."
Jaminan dan tawaran Selena membuat Sofia berkedip-kedip cepat. Seperti sebuah cahaya keberuntungan didalam dirinya.
Namun apakah ini baik untuknya?
Selena juga bersaudara dengan Karina. Ia takut Selena akan menaruh dirinya ditempat yang berbahaya sebagai imbalannya.
karena Karina, ia dikeluarkan dari dewan siswa. Dan membuat Ethan—ketua dewan siswa membencinya.
Melihat Sofia ragu dan tahu apa yang dipikirkan gadis itu, Selena hanya tertawa kecil. Tangannya turun memegang tangan sofia—memberi janji yang tidak bisa diberikan Karina.
"Ini tidak merugikan mu apapun.. sungguh, kau akan mendapatkan hadiah dariku dan juga mendapatkan keadilan." janji Selena bersungguh-sungguh membuat Sofia tertegun.
Tidak ada ancaman? Tidak membuatnya merasa rugi. Apakah ini cara yang baik?
"Katakan padaku.. Apa syaratnya lebih dulu." Pinta Sofia—ia ingin memastikan syarat Selena tak merugikan dirinya.
"Aku berbeda dengan Karina."
"Bagaimana kau tahu—" ia belum bicara apapun bahwa dalang semua ini adalah Karina yang menyuruhnya.
Bagaimana Selena tahu?
"Lupakan itu, aku hanya ingin kau sedikit memainkan drama. Itu mudah kan?"