Sera, harus kehilangan calon anak dan suaminya karena satu kecelakaan yang merenggut keluarganya. Niat ingin berlibur malah menjadi petaka.
Sera bersedih karena kehilangan bayinya, tapi tidak dengan suaminya. Ungkapannya itu membuat sang mertua murka--menganggap jika Sera, telah merencanakan kecelakaan itu yang membuat suaminya meninggal hingga akhirnya ia diusir oleh mertua, dan kembali ke keluarganya yang miskin.
Sera, tidak menyesal jatuh miskin, demi menyambung hidup ia rela bekerja di salah satu rumah sakit menjadi OB, selain itu Sera selalu menyumbangkan ASI nya untuk bayi-bayi di sana. Namun, tanpa ia tahu perbuatannya itu mengubah hidupnya.
Siapakah yang telah mengubah hidupnya?
Hidup seperti apa yang Sera jalani setelahnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dini ratna, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ikut Perjalan Bisnis?
"Byurr!!" Essa menyemburkan air minumnya yang lama ia tampung dalam mulut. Percikan air mengenai seluruh meja, dan sofa. Bahkan baju Sera, terkena cipratan itu.
Sera, semakin geram dan kesal.
"M-Maaf." Essa, mengambil selembar tisu untuk membersihkan air yang baru saja dimuntahkan. Wajahnya terus menunduk, menghindari tatapan Alex, akan tetapi Alex, sepertinya tidak peduli yang pura-pura tidak mengenali Essa.
"Kalian saling kenal?" tanya Sera, Alex segera menggeleng.
"Tidak. Aku pikir dia kenalanku ternyata bukan." Tentu saja ucapannya itu membuat Essa bingung.
"Ini Vanessa, adiknya Sera. Dia datang ke sini membawa makanan dari ibunya. Alex, kita makan malam dulu jangan pulang dulu," ajak Maudy tetapi Alex, terus menolak.
"Terima kasih Tante. Tapi saya harus segera pulang karena besok akan pergi ke luar kota bersama Tuan Darren."
"Sudahlah jangan terlalu memikirkan hari esok, makanlah dulu. Kalian bukan seorang karyawan yang harus datang pagi-pagi." Maudy, berjalan mendekati meja makan di mana semua hidangan sudah tersaji.
Darren, dan Alex mengikutinya, sementara Sera meminta Essa untuk segera pulang.
"Kamu bikin malu saja. Pulang sana!"
"Kakak, pria itu siapa? Dia sudah menghinaku beberapa jam yang lalu. Kami bertemu di mal, dia menyebutku gadis cabe-cabean."
"Kamu aneh-aneh saja, tidak mungkin kalian bertemu. Pak Alex itu jarang pergi ke mal, mengerti!"
"Tapi, Kak!"
"Sudah sana pergi!"
"Sera?" Panggil Maudy yang tiba-tiba sudah ada di depannya. Sera, dan Vanessa segera diam, keduanya salah tingkah seperti orang yang baru saja kepergok sesuatu.
"Sera, ajak adikmu makan dulu."
"Tidak usah Nyonya. Adik saya mau langsung pulang, permisi Nyonya Sera mau antar adik saya dulu ke depan."
Sera, menarik paksa Essa, agar cepat keluar dari rumah majikannya. Akan tetapi Darren, menahannya. Dia meminta Essa juga ikut makan, dan untuk pulang Darren menyuruh Alex mengantarkannya.
"Sera, biarkan saja adikmu makan dulu. Biar pulang nanti, Alex yang antar."
Mata Alex membola. "Tuan saya tidak bisa."
"Kenapa? Dia itu seorang gadis, jangan biarkan pulang sendirian, apalagi sekarang banyak kasus kejahatan, kamu antarkan saja adiknya Sera pulang."
"Tidak, perlu Tuan, adik saya ini pemberani. Essa, kamu bisa pulang sendiri, kan?"
"Iya," jawab Essa dengan malas. Padahal ia ingin sekali makan malam bersama keluarga Darren.
Essa, pamit untuk pulang dengan terpaksa. Sementara Alex ia merasa lega, karena tidak jadi mengantarkan gadis yang sudah membuatnya kesal beberapa waktu lalu. Setelah makan malam selesai, Alex pun pamit, Sera kembali ke kamar karena Lio, sudah bangun dari tidurnya.
Waktu menunjukkan pukul 08.00 malam sudah waktunya untuk Lio minum susu, bayi itu baru dua bulan tetapi sangat gemuk sekali, mungkin karena ASI nya bagus, dan nutrisi ASI yang diberikan Sera, sangat sehat.
"Lio, kok masih nangis? Kan, sudah minum susu banyak, apa popoknya sudah basah, ya."
Sera, menidurkan Lio di atas kasur. Lalu membuka celana Lio dan melihat kondisi popok yang memang sudah penuh dan lengket oleh kotorannya.
"Lio, ternyata kamu pvft. Pantesan nangis terus, nggak enak ya sayang."
"Hoam ..." Hanya itu jawaban Lio, tetapi dengan tenang dan ceria. Tangan kecilnya mengepal sambil dijunjung tinggi ke udara, tawanya sangat lebar diiringi hentakkan kaki yang naik turun.
"Iya, iya, sebentar."
Sera, bangun dari ranjang lalu mengambil popok, untuk menggantinya. Setelah, diganti dengan popok yang baru Lio, tidak lagi menangis dan bayi itu mengajaknya bermain.
"Lio, kebiasaan deh, kalau malam sukanya main terus. Tidur, ya sayang ... Bi Sera, hari ini capek sekali mau tidur. Kita tidur yuk."
"Ha, ha." Lio semakin tergelak, bayi itu pikir ibu susunya sedang mengajaknya bermain.
Sera, sudah sangat mengantuk bahkan matanya sudah sangat rapat, mungkin karena terlalu capek. Namun, Sera tidak bisa membiarkan Lio bermain sendirian, sebab bayi itu sudah mulai tengkurep dan berguling jika tidak ditunggu bisa jatuh dari atas kasur.
Sebuah notif dari aplikasi kamera ungunya berbunyi. Sera, segera meraih ponsel genggamnya yang ia simpan di samping bantal Lio.
Sedetik rasa kantuknya berkurang, matanya seketika membola Ketika mendapat DM dari Evan. Bibir Sera, tertarik beberapa senti ia berpindah dari aplikasi ungu ke aplikasi hijau. Ternyata Evan, baru saja membagikan nomor whatsappnya.
Ada yang membuat Sera, heran karena Evan tidak pernah memasang foto profilnya. Sera, jadi penasaran dengan wajah teman lamanya itu yang sekarang.
"Tubuhnya merasa tidak asing, seperti siapa, ya?" Sera terus mengamati tubuh Evan dari belakang.
Tidak berselang lama, ketukan dari luar membuyarkan lamunannya. Pandangan Sera, segera beralih pada pintu di mana Darren sudah berdiri di sana.
"Kamu fokus sama handphone terus, lihat itu anakku mau jatuh."
"Ya, ampun Lio!" Sera, tersentak ia langsung mengambil tubuh Lio yang sudah berada di ujung kasur tetapi Darren sudah lebih dulu mengambilnya. Entah, dari kapan bayi itu berguling sampai ujung sana.
"Kamu bisa fokus tidak! Jangan handphone terus."
"Iya, maaf Tuan." Sera, berusaha mengambil Lio dari tangan Darren tetapi Darren tidak memberikannya.
"Jika, seperti ini aku ragu meninggalkan Lio sendirian."
"Saya sudah minta maaf Tuan, tidak akan mengulanginya lagi. Lagi pula Lio bersamaku setiap hari, dia tidak kenapa-napa."
"Iya, tapi sekarang aku semakin ragu meninggalkan bayiku denganmu. Apalagi besok, aku harus pergi ke kantor cabang, dan Mama tidak akan ada di rumah karena harus mempersiapkan open house untuk boutique barunya. Jika begini tidak ada pilihan lain."
"Maksud Tuan?"
"Kamu ikut denganku besok."
"Ke kantor cabang?"
"Iya."
"Tapi ...."
"Jangan ada tapi-tapian, siapkan semua barang kebutuhan Lio selama dua hari dua malam, kita berangkat besok pagi jam 6."
Darren, membawa Lio ke dalam kamarnya. Sementara Sera, dia bengong memikirkan perkataan Darren. "Rasanya aneh, jika Tuan Darren harus bawa Lio diperjalanan bisnisnya. Tapi sudahlah, ini perintahnya harus aku turutin."
Sera, segera berbenah semua pakaiannya juga kebutuhan Lio untuk dua hari ke depan. Sementara, Darren ia masih menimang-nimang Lio, sambil berjalan ke lantai bawah menemui Maudy yang berada di ruang tengah sambil menonton drama kesukaannya.
Maudy, selalu ditemani Inah jika soal drama, karena baginya tidak seru jika menonton drama melow sendirian.
"Mama," panggil Darren, menghampiri Maudy. Maudy, yang sedang mengunyah keripik pedasnya langsung menoleh ke arah Darren. Maudy, langsung berdiri ketika Darren ternyata membawa Lio.
"Darren, tumben kamu membawa Lio ke bawah. Lio belum tidur?" tanya Maudy, sekalian mengambil Lio ke pangkuannya.
"Cucu, Oma ... ganteng, gemoy, belum tidur? Kenapa ... mau main sama Oma? Mau nonton drama sama Oma, iya?"
Maudy, mencium gemas wajah Lio, hingga bayi itu tertawa geli.
"Sera, mana? Sudah tidur?"
"Dia sedang beres-beres. Aku suruh kemas barang Lio untuk dua hari ke depan."
Maudy termenung ia menatap putranya heran. "Untuk apa? Memangnya kamu dan Lio mau kemana?"
"Besok, aku mau ke kantor cabang karena ada yang harus aku urus. Aku curiga ada penggelapan dana di perusahaan cabang, jadi aku dan Alex akan pergi ke sana."
"Iya, Mama tahu soal itu. Tapi, kenapa harus bawa Lio? Nggak biasanya kamu dinas bawa Lio."
"Ya, aku nggak tega aja ninggalin Lio sendirian, Darren ingin bawa Lio besok sekalian ngajak Lio jalan-jalan."
"Nggak mungkinlah, kalau ngajak Lio. Kamu mau ngajak Lio apa Sera?" tanya Maudy dengan tatapan penuh curiga.
"Ya, tentu Lio dong Mama. Sera juga harus ikut karena dia ibu susunya jika tidak ikut bagaimana Lio menyusu, masa sama Darren."
Maudy masih menetap Darren curiga.
"Itu alasan kamu, kan? Tidak biasanya, ada seorang ayah yang membawa anaknya pergi bisnis. Jika kamu hanya ragu meninggalkan Lio, kan ada Mama yang jaga."
"Sudahlah, Mama jangan berpikiran kemana-mana. Darren, jarang ada waktu bersama Lio jadi Darren ingin membawa Lio, tidak ada niat untuk berduaan bersama Sera, kalau Sera, ikut itukan keharusan karena Lio menyusu padanya. Walau pun ditinggal di sini, Mama juga sibuk ngurus butik Mama yang baru, nggak mungkin, kan Mama bawa Lio ke open house boutique Mama."
Darren, mengambil alih Lio dari Maudy, lalu pergi menuju kamar Lio di atas. Maudy masih mematung menatap putranya dengan seribu pertanyaan yang mencurigakan.
"Nyonya, apa kan kata Inah. Inah sudah bilang sama Nyonya, ada udang dibalik batu. Eh, maksud Inah pasti ada apa-apanya antara Tuan Darren dan ibu susunya Lio."