NovelToon NovelToon
ISTRI GEMUK CEO DINGIN

ISTRI GEMUK CEO DINGIN

Status: sedang berlangsung
Genre:CEO / Hamil di luar nikah / Penyesalan Suami / Ibu Mertua Kejam
Popularitas:20.6k
Nilai: 5
Nama Author: aufaerni

Mateo Velasco, CEO muda yang tampan dan dingin, terbiasa hidup dengan kendali penuh atas segalanya termasuk reputasinya. Namun hidupnya jungkir balik saat suatu pagi ia terbangun di kamar kantornya dan mendapati seorang gadis asing tertidur telanjang di sampingnya.
Gadis itu bukan wanita glamor seperti yang biasa mengelilinginya. Ia hanyalah Livia, seorang officer girls sederhana yang bekerja di perusahaannya. Bertubuh gemuk, berpenampilan biasa, dan sama sekali bukan tipe Mateo.
Satu foto tersebar, satu skandal mencuat. Keluarganya murka. Reputasi perusahaan terancam hancur. Dan satu-satunya cara untuk memadamkan bara adalah pernikahan.
Kini, Mateo harus hidup sebagai suami dari gadis yang bahkan tidak ia kenal. Tapi di balik status sosial yang berbeda, rahasia yang belum terungkap, dan rasa malu yang mengikat keduanya sebuah cerita tak terduga mulai tumbuh di antara dua orang yang dipaksa bersama oleh takdir yang kejam.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon aufaerni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

KOTAK HITAM MISTERIUS

Suara tawa perempuan menggema samar di sudut apartemen Nathan. Ruangan itu temaram, dengan tirai tertutup rapat dan aroma alkohol yang menyengat. Nathan, dengan tubuh telanjang sebagian, merebah di sofa bersama seorang wanita muda yang tertawa genit di pelukannya.

Pintu mendadak terbuka keras tanpa ketukan, tanpa permisi.

Langkah kaki Samuel menggema pelan namun pasti, seperti ancaman. Matanya menyapu pemandangan yang ada di depannya, lalu terdiam di sana dengan seringai bengis.

“Wah,” gumam Samuel, menyeret suaranya panjang. “Jadi ini yang kau lakukan ketika sedang menyusun akhir hidup orang lain.”

Wanita itu terkejut, buru-buru menutupi tubuhnya dengan selimut tipis. Tapi Samuel tak peduli. Ia malah mendekat, duduk di ujung tempat tidur, dan menatap mereka berdua seperti sedang menonton tontonan cabul yang menghibur.

Nathan mendesah kesal, menegakkan tubuhnya. “Kau gila masuk tanpa izin.”

Samuel menatapnya datar, lalu tertawa pelan dingin, tak berjiwa. “Aku hanya ingin memastikan bahwa otak dari semua ini tidak sedang kehilangan fokusnya… Tapi melihatmu menikmati tubuh murah seperti ini, aku mulai ragu, sobat.”

Wanita itu terperanjat, hendak pergi, tapi Samuel menahan pergelangan tangannya dengan kekuatan mencengkeram. Tatapannya menusuk.

“Tenang saja, manis. Aku takkan menyakitimu... kecuali kau berisik.”

Nathan berdiri, menepis tangan Samuel dari wanita itu. “Sudah cukup. Bicara apa yang ingin kau katakan.”

Samuel tersenyum gelap. “Mateo masih hidup, itu masalahnya. Dan bukan cuma hidup dia tampak mulai bahagia.”

Nathan menyipitkan mata. “Apa maksudmu?”

“Dia mencium istrinya di depan apartemennya. Seolah-olah dunia tak pernah menginjaknya. Seolah luka yang kita berikan cuma goresan kecil.”

Samuel bangkit, menatap Nathan tajam. “Aku tak akan puas sampai kita ambil semuanya darinya termasuk wanita gendut itu.”

Nathan terdiam, tatapannya perlahan berubah menjadi gelap, seperti bayangan yang menyelimuti jiwa.

Samuel membisik dekat telinganya, “Kita mulai dengan memisahkan mereka. Lalu buat Mateo menyaksikan sendiri saat dia kehilangan satu-satunya yang masih dia punya…”

Diam. Ruangan itu kini penuh aroma busuk niat jahat yang pekat dan mendidih. Dua pria rusak oleh obsesi, amarah, dan kegilaan… bersiap menggulingkan hidup orang lain hingga tak bersisa.

Di dalam kafe yang masih setengah ramai, aroma kopi menguar lembut menyelimuti udara. Mateo dan Justin duduk berseberangan di dekat jendela besar, masing-masing dengan secangkir kopi hitam yang mengepul pelan.

"Nathan... kenapa dia menghilang seperti ditelan bumi?" tanya Mateo, memecah keheningan setelah beberapa tegukan kopi. Nada suaranya berat, mengandung sedikit kekhawatiran yang tak biasa.

Justin hanya mengangkat bahu, menyandarkan punggungnya ke kursi. "Aku juga tidak tahu harus bicara apa. Terakhir aku bicara dengannya... dia terdengar aneh. Dingin."

Mateo terdiam, menatap ke luar jendela. Mobil dan motor berlalu-lalang, tapi pikirannya jauh dari keramaian jalan itu. Hatinya diliputi firasat buruk yang sulit ia jelaskan.

"Aku merasa ada yang tidak beres dengan Nathan. Seperti... dia bukan lagi orang yang kita kenal."

Justin mengangguk pelan. "Aku juga merasakan hal yang sama, bro. Tapi kita tidak bisa mebak tanpa bukti."

Hening sejenak. Hanya denting sendok pada gelas dan gumaman pengunjung lain yang terdengar.

"Lalu... bagaimana rasanya bekerja di sini?" tanya Justin akhirnya, mencoba mengalihkan pembicaraan ke hal yang lebih ringan.

Mateo menarik napas dalam. “Aku merasa seperti sedang mulai dari nol… Tapi jujur, aku bersyukur, Justin. Terima kasih... karena kau sudah ada waktu aku hampir kehilangan segalanya. Kau membuat ku tetap agar merasa waras.”

Justin tersenyum tulus, mengangkat cangkir kopinya. “Kau dan Nathan itu bukan sekadar sahabat. Kalian sudah seperti saudara buatku. Jadi sebisa mungkin, aku akan selalu ada untuk kalian.”

Mereka bersulang kecil dengan cangkir masing-masing. Tak ada kata lebih lanjut. Hanya keheningan yang hangat, seperti jeda yang mereka butuhkan untuk menata ulang hidup masing-masing.

Setelah beberapa saat hanya ditemani denting sendok dan suara pelanggan lain di kejauhan, Mateo akhirnya bersuara lagi, lebih pelan dari sebelumnya.

"Kadang aku berpikir, kenapa hidup bisa secepat ini berubah. Dulu aku di puncak… punya segalanya. Sekarang, aku bahkan takut untuk melihat ke belakang."

Justin memandang sahabatnya dalam-dalam. Wajah Mateo memang terlihat lebih tenang, tapi matanya masih menyimpan luka yang belum sepenuhnya sembuh.

"Tapi kau tidak sendirian, bro. Livia bersamamu sekarang." ucap Justin dengan nada meyakinkan.

Mateo mengangguk pelan. "Livia... Dia seperti cahaya kecil yang terus hidup bahkan saat aku gelap total. Aku tidak tahu apa jadinya kalau dia menyerah waktu itu."

Justin menepuk bahu Mateo dengan tulus. "Dia bukan cuma istrimu, bro. Dia penyelamatmu. Jadi jagalah dia."

Mateo mengangguk, menyunggingkan senyum tipis.

Tengah malam, Mateo tiba di apartemen. Langkah kakinya berat karena lelah, namun terhenti seketika saat ia melihat sesuatu di depan pintu sebuah kotak hitam, polos, tanpa nama, tanpa label.

Ia menatap sekeliling. Lorong apartemen sunyi, hanya suara pendingin udara yang terdengar samar. Tidak ada tanda-tanda siapa pun yang baru saja berada di sana. Sedikit ragu, ia memungut kotak itu dan membawanya masuk.

Diletakkannya kotak itu di atas meja ruang tamu. Matanya masih tertuju pada benda mencurigakan tersebut beberapa detik sebelum ia mengalihkan pandangan.

Pintu kamar ia buka perlahan. Di dalam, Livia tengah tertidur pulas, wajahnya tenang dalam cahaya remang. Perasaan damai sesaat menyelimuti Mateo.

Ia melepaskan jaket, berganti pakaian, lalu berbaring di samping istrinya. Suasana hangat dari tubuh Livia membuatnya sedikit tenang, hingga ia memejamkan mata.

Namun kotak hitam itu... tetap diam di atas meja, seperti menunggu waktu yang tepat untuk mengungkapkan isi rahasianya.

Pagi harinya, cahaya matahari baru saja menyusup masuk melalui celah tirai jendela. Mateo masih tertidur lelap ketika suara jeritan memecah keheningan pagi.

"Mateo!"

Suara Livia terdengar melengking dari ruang tengah, penuh kepanikan.

Mateo langsung terbangun. Jantungnya berdegup kencang saat ia bangkit dari ranjang dan berlari keluar kamar.

"Livia?!"

Ia menemukan istrinya berdiri terpaku di depan meja ruang tamu. Wajahnya pucat, tangannya gemetar menunjuk ke arah kotak hitam yang semalam belum sempat mereka buka.

Kotaknya kini terbuka. Di dalamnya, tergeletak satu benda yang membuat darah Mateo berdesir dingin sebuah boneka kecil, seperti boneka voodoo, lengkap dengan pakaian miniatur yang mirip dengan milik Livia.

Yang membuat semuanya semakin mengerikan yaitu perut boneka itu disayat, dengan noda merah seperti darah kering di sekitarnya. Dan di samping boneka, ada secarik kertas kusut bertuliskan:

"Untuk istrimu. Ini baru permulaan."

Mateo mengepal tangannya. Rahangnya mengeras. Pandangannya berubah tajam, tidak lagi sekadar bingung melainkan siap bertarung.

"Siapa pun yang melakukan ini, dia ingin perang," gumam Mateo lirih, matanya masih terpaku pada isi kotak yang kini mengubah pagi mereka menjadi awal dari mimpi buruk baru.

Insiden pagi itu membuat Mateo tak bisa tenang. Tanpa pikir panjang, ia memaksa Livia ikut dengannya ke kafe. Ia tak sanggup membiarkan istrinya sendirian di apartemen setelah kejadian mengerikan tadi.

Sepanjang perjalanan, Livia hanya diam. Wajahnya masih pucat, matanya sembab. Tangannya erat menggenggam tangan Mateo, seakan takut jika dilepaskan maka sesuatu yang buruk akan terjadi lagi.

Sesampainya di kafe, Mateo menuntunnya masuk ke ruangan kecil di belakang, tempat istirahat para karyawan.

"Di sini aman. Tetaplah di sini, jangan kemana-mana. Kalau kau butuh sesuatu, langsung beri tahu aku, paham?" ucap Mateo, membelai rambut Livia dengan lembut.

Livia mengangguk pelan. Ia tahu suaminya sedang berusaha keras untuk menenangkannya, meski matanya sendiri masih penuh amarah dan kekhawatiran.

Mateo menarik napas dalam, lalu berbalik keluar menuju area depan kafe. Para karyawan tampak kewalahan melayani pelanggan di siang yang sibuk itu. Ia segera turun tangan, namun pikirannya tetap tertinggal di ruangan belakang pada wanita yang kini menjadi pusat hidupnya, dan pada ancaman misterius yang baru saja menyusup ke dalam hidup mereka.

Dari dalam mobil hitam berlapis kaca gelap yang terparkir di seberang kafe, Nathan dan Samuel memperhatikan Mateo yang tampak sibuk di balik jendela kaca. Wajah pria itu terlihat tegang, ekspresi yang seolah menahan amarah yang nyaris meledak.

Samuel menyandarkan tubuh di jok mobil sambil menghisap rokok, matanya menyipit ke arah kafe. "Lihat tuh wajahnya. Seperti bom waktu yang siap meledak kapan saja."

Nathan duduk di kursi kemudi, satu tangan menggenggam setir, tangan lainnya memegang ponsel. Ia sempat memotret Mateo diam-diam, lalu tertawa pelan, gelap dan puas.

"Kau memang kejam, bro," gumam Samuel, memandangi temannya dengan ekspresi campur aduk antara kagum dan ngeri.

Nathan, menyeringai mengingat betapa gilanya dia.

Ia menatap lurus ke arah pintu kafe. "Mateo bahkan tidak sadar kalau semua ini hanya permulaan. Kotak hitam itu hanya salam pembuka. Tunggu saja aku akan buat dia berlutut, dengan tangannya sendiri menghancurkan semua yang tersisa."

Samuel membuang puntung rokoknya keluar jendela. "Dan saat itu terjadi... kita ada di barisan depan untuk menontonnya hancur."

Keduanya tertawa pelan dalam mobil yang terdiam di tengah keramaian jalan, dua predator mengintai mangsanya dari balik bayangan.

Saat Justin hendak keluar dari kafe, langkahnya terhenti begitu matanya menangkap sosok mobil hitam dengan kaca gelap yang terparkir di seberang jalan. Ada sesuatu yang familiar dari mobil itu terutama dari siluet dua orang di dalamnya.

Jendela mobil sempat terbuka sedikit, cukup untuk Justin mengenali wajah-wajah yang tidak asing.

“Nathan… dan Samuel?” gumamnya pelan, alisnya mengernyit penuh curiga. “Apa yang mereka lakukan di sini?”

Segera, jendela mobil itu kembali tertutup, seolah menyadari tengah diawasi. Justin langsung berbalik dan masuk kembali ke dalam kafe, langkahnya cepat dan gelisah.

Ia menghampiri Mateo yang sedang sibuk di dapur belakang.

“Mateo,” panggil Justin, suaranya rendah namun tegas.

Mateo menoleh. “Ada apa?”

“Aku baru saja melihat Nathan dan Samuel. Mereka ada di dalam mobil, tepat di seberang jalan.”

Mateo langsung menghentikan apa pun yang sedang ia lakukan. Sorot matanya berubah tajam, siaga.

“Apa?” bisiknya.

Justin menatap sahabatnya dalam-dalam. “Aku merasakan hal buruk dari Nathan, Mateo. Sejak awal, aku tahu ada yang nggak beres. Kita harus mencari tahu lebih dalam sebelum semuanya terlambat.”

Mateo mengepalkan tangannya diam-diam. Kini, bukan hanya amarah yang tumbuh di hatinya melainkan kecurigaan yang siap berubah menjadi perlawanan.

1
kayla
/Coffee//Coffee/
Uthie
nexxxttt 💞
Uswatun Hasanah
terharu
Uthie
Wadduuhhhh.. susah kalau kejahatan mistis kaya gtu mahh 😥
Uswatun Hasanah
kok ada mistiknya
Ria Nasution
jgn la mati Livia nya. balikkan lg mantra kiriman tersebut
kayla: yang harus kau lenyapkan itu kakekny mateo bukan livia..
kenapa tidak kau lenyapkan kakekny mateo dari sejak awal jika kamu bisa bermain kotor seperti itu.. mungkin alana akan terselamatkan/Sleep/

kayak nonton sinetron bkin emosi kak..
tp penasaran gmna ujungna..
nex kka semangat..
total 1 replies
Uthie
nexxxttt 💞
Uswatun Hasanah
lanjut
Uswatun Hasanah
mantul
Uthie
makin seru 👍👍🤩
dan suka juga niii cerita nya, langsung satset gak pake lama cerita penelurusan Alana nya 👍👍😁🤩🤩
istripak@min
lanjot thor
istripak@min
apa livia kembaran meteo???
Uthie
niceee 👍
istripak@min
menghina livia gakk taunya livia turunan velasco yg dibuang krn ank perempuan pertama ,ku rasa ank liam si livia ini
Uthie
jahatnya 😡
Uswatun Hasanah
mantap
kayla
kasihan livia..
hmm jd gak kuat baca nya..
gak sanggup terlalu banyak kekejaman..
tp mau tahu endingnya..
lanjut kak
jangan kecewakan endingny ya kak/Facepalm/
Susanti
ibunya mateo gendeng 😤
Uthie
lebih menyeramkan adalah musuh dari orang terdekat, Bahkan sangat dekat dan lebih berbahaya.. tak terdeteksi 😡
istripak@min
bos kok begok yaa
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!