NovelToon NovelToon
Garis Darah Pemburu Iblis

Garis Darah Pemburu Iblis

Status: sedang berlangsung
Genre:Sistem / Cinta Terlarang / Iblis / Budidaya dan Peningkatan
Popularitas:543
Nilai: 5
Nama Author: Aria Monteza

Saat gerbang Nether kembali terbuka, Kate Velnaria seorang Ksatria Cahaya terkuat Overworld, kehilangan segalanya. Kekuatan Arcanenya hancur di tangan Damian, pangeran dari kegelapan. Ia kembali dalam keadaan hidup-hidup, tetapi dunia yang dulu dikenalnya perlahan berubah menjadi asing. Arcane-nya menghilang, dan dalam bayang-bayang malam Damian selalu muncul. Bukan untuk membunuh, tetapi untuk memilikinya.
Ada sesuatu dalam diri Kate yang membangkitkan obsesi sang pangeran, sebuah rahasia yang bahkan dirinya sendiri tidak memahaminya. Di antara dunia yang retak, peperangan yang mengintai, dan bisikan kekuatan asing di dalam dirinya, Kate mulai mempertanyakan siapa dirinya sesungguhnya dan mengapa hatinya bergetar setiap kali Damian mendekat.
Masa lalu yang terkubur mulai menyeruak, membawa aroma darah, cinta, dan pengkhianatan. Saat kebenaran terungkap, Kate harus memilih antara melawan takdir yang membelenggunya atau menyerahkan dirinya pada kegelapan yang memanggil dengan manis.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aria Monteza, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 2. Hadiah dari Nether

Pesta pernikahan di istana Nether berlangsung dengan gemuruh yang menggetarkan tanah. Makhluk-makhluk penghuni Nether, dari yang bertubuh mungil hingga raksasa bersayap, memenuhi aula megah dengan sorak-sorai yang menggema ke seluruh penjuru.

Mereka bernyanyi dalam bahasa kuno, menari liar di bawah cahaya lilin hitam yang berkedip-kedip. Musik seruling aneh dan genderang keras membentuk irama yang tidak manusiawi, membuat udara terasa berat dan mencekam.

Di atas singgasana utama, Damian duduk dengan angkuh, mengenakan mahkota gelap yang bersinar redup. Di sisinya, Kate duduk diam, tak berdaya. Tubuhnya masih dikendalikan oleh kekuatan gelap, dan bahkan sekadar membuka bibir untuk berteriak pun ia tak mampu.

Kate hanya bisa menatap kosong ke depan, menahan amarah yang membara dalam dirinya. Kemeriahan pesta itu, sama sekali tidak membuat dirinya terpikat.

Para tamu makhluk Nether terus mengangkat gelas berisi cairan pekat berwarna ungu tua, bersulang untuk sang Pangeran dan mempelai barunya. Mereka semua tampak bersuka cita menikmati pesta.

"Untuk kejayaan Nether!" seru seorang makhluk bertanduk panjang.

"Untuk Pangeran Damian dan Putri Kegelapan kita!" sahut yang lain dengan sorakan keras.

Damian melirik ke arah Kate, mata merahnya berkilat penuh kepuasan. Ia membungkuk sedikit mendekat dan berbisik di telinga Kate, "Kau sangat cantik malam ini, sayangku."

Kate menggertakkan giginya dalam diam, tubuhnya menegang. Ia ingin memukul, menendang, berteriak, apa saja. Namun tubuhnya tetap membeku, seolah hanya boneka hiasan di sana.

Lalu Damian mengangkat satu tangan, dan suasana pesta langsung mereda, semua perhatian kini tertuju padanya.

"Sebagai tanda kebahagiaan atas pernikahan kami," ucap Damian lantang, "aku perintahkan pelepasan hadiah kecil ke Overworld."

Tubuh Kate menegang mendengar ucapan Damian, kecurigaan muncul menyeruak tak terkendali di dalam hatinya

Damian melanjutkan, "Lepaskan Cerberus ke Overworld."

Seketika itu juga dari balik gerbang sisi ruangan, terdengar suara gemuruh berat dan geraman buas. Seekor makhluk raksasa, berkepala tiga, dengan tubuh besar berbalut api hitam, berjalan perlahan, diikuti oleh pasukan kecil makhluk bersayap gelap. Makhluk itu perlahan berjalan ke gerbang antara Nether dan Overworld, kemudian menghilang.

Kate berusaha berteriak, tetapi bibirnya tetap terkunci rapat seolah dibungkam oleh kekuatan tak kasat mata. Matanya membelalak, tubuhnya gemetar menahan keputus asaan. Ia hanya bisa menatap dengan tajam saat Damian mengayunkan tangannya ke depan.

Di udara muncul gumpalan awan hitam besar, membentuk sebuah cermin kabut. Di dalam cermin itu, Kate dapat melihat pemandangan Overworld. Rumah-rumah terbakar, tanah hancur, dan Cerberus yang mengamuk, membantai apa saja yang ada di jalannya. Penduduk yang tak bersalah berlarian ketakutan, ksatria-ksatria Overworld berusaha melawan, tetapi tampak sia-sia melawan kekuatan buas makhluk neraka itu.

Kate menahan napas, hatinya hancur melihat semua itu. Sedangkan Damian dengan santai meraih pinggang Kate, menariknya hingga duduk di pangkuannya. Tangannya yang dingin namun kuat membelit tubuh Kate agar tidak bisa beringsut sedikit pun.

Dengan suara pelan, seolah membisikkan rayuan, Damian berkata di telinganya, "Lihatlah, istriku. Ini adalah hadiah pesta pernikahan kita. Sebuah dunia yang terbakar hanya untukmu."

Kate menutup matanya, berusaha menahan air mata yang menggenang. Bukan karena takut, tetapi karena rasa bersalah yang menyesakkan dada.

“Aku harus keluar dari sini. Aku harus menghentikannya. Apapun caranya,” batin Kate putus asa.

Namun untuk saat ini, ia hanya bisa duduk di singgasana kegelapan itu. Ia benar-benar merasa tak berdaya, dan hanya bisa menjadi saksi kehancuran yang dihadiahkan atas namanya.

***

Pesta panjang yang membius, penuh sorak sorai dan kekejian, akhirnya usai. Kate merasa tubuhnya remuk, tidak hanya oleh kelelahan fisik, tetapi lebih dari itu. Jiwanya tercekik dalam penderitaan.

Di bawah tatapan tamu-tamu Nether yang penuh kemenangan, Damian bangkit dari singgasananya. Ia menarik tangan Kate dengan lembut, membawa pengantinnya melintasi lorong panjang yang diterangi obor-obor hitam menuju sebuah pintu besar berukir lambang kerajaan Nether.

Pintu itu terbuka dengan sendirinya, memperlihatkan sebuah kamar pengantin yang telah dihias. Langit-langitnya tinggi, berhiaskan tirai-tirai hitam dan merah tua, dengan ranjang besar berlapis kain sutra gelap di tengah ruangan. Aroma mawar hitam memenuhi udara, pekat dan menyesakkan.

Sesaat setelah pintu menutup di belakang mereka, kekuatan yang mengendalikan tubuh Kate perlahan menghilang. Ia terhuyung, jatuh berlutut, Kate langsung mengambil napas dalam-dalam. Akhirnya untuk pertama kalinya sejak ia terseret ke Nether, ia kembali menguasai tubuhnya. Namun tubuh itu terasa kosong, lemah dan terluka.

Kate mencoba bangkit, tetapi lututnya bergetar hebat. Ia menoleh, menatap Damian dengan mata membara penuh kebencian.

"Jangan sentuh aku," desis Kate dengan suara serak.

Damian hanya tersenyum, langkahnya tenang saat ia mendekati Kate. "Kau bebas bergerak sekarang, Kate. Namun jangan salah sangka, kau tetap tidak bisa melarikan diri."

Kate mencoba mundur, tetapi punggungnya sudah menyentuh tiang ranjang. Semua kekuatan Arcane yang dahulu melindunginya, kini telah lenyap. Ia hanyalah manusia biasa di hadapan pangeran Nether. Mereka tampak seperti seekor serigala mengincar domba yang terluka.

Damian berlutut di hadapannya, tangan dinginnya mengangkat dagu Kate dengan lembut namun memaksa. "Malam ini, kau menjadi milikku sepenuhnya," bisiknya.

Dengan mudah Damian mengangkat tubuh Kate dan membawanya ke atas ranjang pengantin mereka, meski Kate tidak berhenti memberontak. Gadis itu ia rebahkan dengan lembut, layaknya barang yang sangat berharga untuknya.

“Aku sudah menunggu ini selama ratusan tahun,” ucap Damian membelai lembut pipi Kate.

“Hentikan! Jangan sentuh aku!” Kate berusaha mendorong tubuh Damian, tetapi sia-sia karena tenaganya sama sekali tidak sebanding dengan pria itu.

“Bagaimana caranya aku menahan diri lagi Kate, setelah ratusan tahun menunggu. Dan sekarang kau ada di dalam pelukanku lagi. Aku tidak bisa… Mulai malam ini kau akan menjadi milikku seutuhnya.”

Damian menundukkan wajahnya, berniat mencium Kate. Namun gadis itu menghindarinya, sehingga bibirnya hanya menyentuh pipi Kate. Damian sama sekali tidak terpengaruh dengan penolakan Kate, pria itu justru menyusuri pipi Kate dengan bibirnya yang hangat dan turun ke leher gadis itu yang terekspose.

Damian bisa merasakan tubuh Kate menggelinjang kecil saat ia mencecap lehernya dan meninggalkan tanda bekas kepemilikan di sana. Perlahan, di tengah penolakan yang terus dilakukan Kate. Damian melepaskan semua penghalang di antara mereka. Sudah saatnya ia bersatu kembali dengan kekasihnya, dan ia tidak ingin menunggu lebih lama lagi.

Di bawah Damian yang mengukungnya. Kate mengepalkan tangannya kuat-kuat, berusaha menahan hinaan yang membakar seluruh dirinya. Ia tahu bahwa melawan akan sia-sia. Ia tidak memiliki tenaga, tidak memiliki kekuatan.

Dengan hati yang remuk dan kehormatan yang dipaksakan terkoyak, Kate akhirnya menyerah pada takdir kelam malam itu. Menyerahkan tubuhnya kepada Damian, meski jiwanya tetap berteriak dalam diam.

Namun bagi Damian sendiri, malam ini bukan semata hanya bagian dari prosesi pernikahan. Saat ia mendekap Kate, ada sesuatu yang lain yang menggelora di antara mereka, sesuatu yang tersembunyi jauh di dalam tubuh gadis itu. Damian menutup matanya, merasakan denyut samar itu.

"Bangunlah," gumam Damian nyaris tak terdengar. "Aku tahu kau ada di sana."

Ia tersenyum tipis, penuh kesabaran dan keyakinan. Apa yang selama ini disegel oleh para Ksatria Cahaya tingkat Alam Abadi, kini mulai merespons kehadirannya. Sebuah kekuatan kuno yang gelap, buas, dan indah, bergetar samar dalam darah Kate.

Damian tidak tergesa-gesa. Ia tahu, malam ini hanyalah awal dari semuanya. Malam ini, ia bukan hanya mengukuhkan Kate sebagai istrinya. Malam ini, ia membangkitkan sesuatu yang selama ini disembunyikan oleh dunia.

***

Dalam keheningan kamar pengantin itu, Kate perlahan merasakan sesuatu yang aneh merayap di dalam tubuhnya. Awalnya hanya sekilas sebuah aliran denyutan samar di balik dada, seolah ada sesuatu yang berusaha terjaga dari tidur panjangnya. Rasa panas menjalari pembuluh darahnya, bukan seperti kehangatan alami, melainkan energi liar yang tak dikenalnya, membisikkan janji kekuatan dan kehancuran.

Kate mengerutkan kening, menggigit bibir bawahnya untuk menahan rasa asing yang menguar dari dalam dirinya. Ia ingin menepisnya, ingin melawan, tetapi tubuhnya sudah terlalu lelah, pikirannya terlalu kabur.

Damian yang masih memeluk tubuh Kate, merasakan perubahan itu dengan jelas.

Senyum puas perlahan merekah di wajahnya.

"Bagus," bisik Damian, suara itu hampir seperti gumaman di telinga kekasihnya.

Kate mencoba mengangkat tangannya, antara ingin mendorong Damian atau sekadar mencari pegangan. Namun kekuatan di tubuhnya telah habis. Semuanya terasa berputar, matanya berat, dan dalam sekejap ia jatuh tak sadarkan diri ke dalam pelukan Damian.

Damian merengkuh tubuh Kate dengan penuh kepemilikan, seolah ia baru saja memenangkan sesuatu yang lebih berharga dibandingkan seluruh kerajaan Nether sekalipun.

Ia menatap wajah Kate yang tak sadarkan diri dengan ekspresi campuran antara kekaguman dan hasrat yang membara. Rambut perak Kate berantakan di atas bantal sutra hitam, kontras dengan kulit pucatnya yang bersinar redup di bawah cahaya lilin.

"Belum sepenuhnya," gumam Damian, menatap dalam-dalam ke dalam jiwa yang tersembunyi di balik ketidak berdayaan itu. "Tapi kau mulai merasakannya, bukan?"

Ia tahu kekuatan sejati yang tersegel di dalam diri Kate, kekuatan yang bahkan para Ksatria Cahaya tingkat Alam Abadi takutkan, tidak bisa dipaksa bangkit. Jika ia terburu-buru, segel itu bisa mengamuk dan menghancurkan gadis itu sendiri.

Jadi Damian memilih jalan yang lebih halus, lebih sabar. Ia harus membuat Kate terbiasa dengannya. Membiarkan kehadirannya meresap perlahan ke dalam lapisan terdalam jiwa gadis itu, sampai kekuatan itu, tanpa sadar, akan menerima dirinya sebagai bagian dari eksistensinya.

Hingga pada akhirnya, Kate akan membangkitkan kekuatannya sendiri. Bukan untuk melawannya, tetapi untuk bersatu dengannya.

Damian menggeser tubuhnya ke samping Kate, tanpa melepaskan pelukannya pada gadis itu. Ia menatap wajah istrinya yang tertidur, jari-jarinya mengusap ringan pipi Kate yang dingin.

"Beristirahatlah, Kate," bisik Damian dengan nada penuh kepemilikan. "Perjalanan kita baru saja dimulai."

Di luar jendela besar kamar itu, badai hitam berputar-putar di langit Nether, seolah menyanyikan lagu selamat datang untuk ratu baru yang tengah tertidur. Ratu yang suatu hari nanti, akan menjadi pusat kekuasaan baru di seluruh alam semesta ini.

***

Pagi itu Kate terbangun dalam rasa pusing dan tubuh yang berat. Untuk sesaat, ia bahkan lupa di mana dirinya berada. Namun saat matanya menangkap ruangan berlangit tinggi dengan tirai hitam mengalir dari langit-langit, ingatannya menyerbu masuk seperti badai.

Dengan napas terengah-engah, Kate bangkit dari ranjang meraih pakaian untuk menutupi tubuhnya yang telanjang. Kemudian kakinya yang telanjang berlari melintasi lantai dingin, langsung menuju pintu besar kamar. Ia menarik gagangnya kuat-kuat. Mengguncangnya, membenturkannya, tetapi sia-sia. Pintu itu terkunci rapat, seperti jeruji tak kasat mata yang memenjarakannya.

Tawa ringan terdengar dari sudut ruangan. Kate berbalik cepat, matanya menemukan sosok Damian bersandar santai di tiang ranjang, tangan terlipat di dada, senyum geli menghiasi wajahnya.

"Apakah kau kira akan semudah itu melarikan diri dariku, istriku?" ucap Damian tenang.

Kate mencengkeram gaun pengantinnya, wajahnya merah padam karena marah. Dalam keputus asaan, pandangannya menangkap keranjang buah yang tergeletak di meja samping. Tanpa ragu, ia menyambar pisau kecil di sana. Dengan gemetar, ia menodongkannya ke arah Damian.

"Jangan mendekat!" teriak Kate.

Damian hanya mendengus pelan, melangkah perlahan mendekatinya seakan ancaman itu tak berarti apa-apa baginya. Namun langkahnya terhenti ketika Kate, dengan tangan gemetar, mengalihkan arah pisaunya ke lehernya sendiri.

"Jangan paksa aku," bisik Kate, suaranya nyaris patah.

Senyum di wajah Damian memudar sedikit, berganti dengan ekspresi lebih serius. Ia mengangkat tangannya, menunjukkan bahwa ia tidak berniat menyerang.

"Tenanglah, Kate," ujar Damian dengan nada mendamaikan, berjalan pelan mendekatinya. "Tidak perlu berakhir seperti ini."

Kate mundur, langkahnya terhuyung ke arah balkon yang terbuka lebar. Angin dari luar membawa aroma asin dan lembab. Di bawah sana, lautan kelam tanpa dasar membentang sejauh mata memandang, beriak perlahan seolah memanggil-manggil.

Langkah Kate terhenti di ambang batas. Ia melirik ke belakangnya, ke dalam kehampaan itu. Di depannya, Damian masih berusaha membujuk meski ucapannya hanya terdengar samar bagi Kate.

“Lebih baik mati dibandingkan hidup dalam penawanan ini,” batin Kate.

Setelah menatap Damian sekali lagi. Akhirnya tanpa keraguan lagi, Kate melepaskan genggamannya pada dunia ini. Dengan satu gerakan cepat, ia menjatuhkan dirinya ke dalam laut hitam pekat itu.

"Kate!"

Damian bergerak cepat ke tepi balkon, tetapi ia tidak melompat mengejar. Ia hanya berdiri diam memandangi tubuh mungil itu jatuh, meluncur menembus kabut tebal yang menggantung di atas air.

Matanya, yang biasanya penuh arogansi dan kelam, kini dipenuhi emosi yang sulit diartikan. Antara kemarahan, frustrasi, dan sesuatu yang lebih dalam yang bahkan dirinya enggan akui. Ia mengepalkan tangan di sisi tubuhnya, napasnya berat.

"Bodoh," gumam Damian lirih. "Kau kira laut Nether akan membiarkanmu mati dengan mudah?"

Ia menatap lebih lama ke dalam lautan itu sebelum akhirnya berbalik, jubah hitamnya berkibar di udara. Permainan antara mereka baru saja dimulai.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!