Di malam pertunangannya, Sahira memergoki pria yang baru saja menyematkan cincin pada jari manisnya, sedang bercumbu dengan saudara angkatnya.
Melihat fakta menyakitkan itu, tak lantas membuat Sahira meneteskan airmata apalagi menyerang dua insan yang sedang bermesraan di area basement gedung perhotelan.
Sebaliknya, senyum culas tersungging dibibir nya. Ini adalah permulaan menuju pembalasan sesungguhnya yang telah ia rancang belasan tahun lamanya.
Sebenarnya apa yang terjadi? Benarkah sosok Sahira hanyalah wanita lugu, penakut, mudah ditipu, ditindas oleh keluarga angkatnya? Atau, sifatnya itu cuma kedok semata ...?
"Aku Bersumpah! Akan menuntut balas sampai mereka bersujud memohon ampun! Lebih memilih mati daripada hidup seperti di neraka!" ~ Sahira ~
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Cublik, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
ASA : 32
Tentang ~
Maheswari Pangestu
“Sayang kamu pasti bisa! Istrinya Mas, hebat.” Sosok bersahaja itu mencium kening istrinya, kedua tangan berjari lentik ia genggam erat.
Dokter, bu bidan dan seorang perawat ikut menyemangati wanita cantik yang tengah berjuang melahirkan buah hatinya.
Si ibu muda tidak bersuara, tetapi ekspresinya lebih dari cukup menggambarkan bagaimana perjuangannya menghantarkan sang buah hati melihat indahnya dunia.
“Selamat Ibu, bayinya perempuan, cantik sekali,” ucap dokter, diangkatnya bayi mungil berambut tebal, hidung mancung. Menepuk lembut bokongnya, merangsang agar si bayi menangis, tetapi sosok lembut itu hanya menggeliat, tangan kecilnya mengusap wajah.
Sang ibu menatap getir, dalam hati bertanya apa buah hatinya persis seperti ia, tunawicara, bisu.
“Tidak apa-apa, saya ikhlas menerimanya. Dia tetap anugerah terindah dari Tuhan. Sama seperti kehadiran mu, membawa kebahagiaan, melengkapi kehidupan saya.” Zainal Pangestu mencium pipi istrinya. Sedikitpun tidak terlihat raut kecewa, enggan, dia sangat menerima kenyataan.
Tangan lemahnya menggerakkan jemari, meminta si bayi agar diberikan kepadanya untuk didekap.
Ayu memeluk lembut putri keduanya. Bibir keringnya memberikan kecupan sayang, ciuman terakhir sebelum ia menutup mata untuk selamanya.
Mata lemah itu melayu, badannya menggigil. Dokter, dan tenaga medis menjadi panik, meminta suami dari pasien keluar ruangan. Ayu mengalami pendarahan hebat.
Sementara sang bayi di taruh dalam box dorong, lalu dibawa ke ruangan khusus bayi.
“Ayah!” Gadis kecil berumur lima tahun, turun dari pangkuan sang pengasuh, tangan mungilnya memeluk kaki ayahnya.
“Bagaimana keadaan Ibu, Pak?” tanya bibi.
Zainal menggeleng, hatinya cemas, perkataan dokter tentang kondisi lemah sang istri terus berputar-putar dalam kepalanya.
Sebenarnya, Ayu dilarang hamil lagi oleh dokter. Sebab rahimnya lemah, tetapi wanita itu keukeuh mempertahankan janin dalam kandungannya.
“Selina, main dengan Abang saja ya.” Kafka, berumur 7 tahun, tengah membujuk adik angkatnya yang bernama Selina Pangestu.
Gadis kecil berkuncir satu itu digandeng ke taman rumah sakit. Ia belum mengerti tentang kondisi ibunya, tetap tersenyum riang. Yang ia tahu adik dalam perut ibunya sudah keluar, dan dia akan memiliki teman bermain selain abang angkatnya.
Kabar suka cita berubah menjadi duka cita. Ayu menghembuskan napas terakhir setelah berhasil melahirkan bayi cantik yang diberi nama Maheswari Pangestu, bermakna Bidadari.
Zainal terlihat tabah, ia telah berjanji akan menjadi ayah sekaligus ibu bagi kedua putrinya, amanah terindah yang dititipkan Tuhan lewat perantara sosok sangat dia cintai. Ayu, cinta pertama dan terakhirnya. Gadis lugu, berparas cantik, memiliki kekurangan tetapi tertutup dengan seribu kelebihan.
.
.
Hari-hari berlalu, Minggu berganti dan bulan terlewati.
Tepat di umur 9 bulan, Maheswari yang dipanggil dengan nama Eswa, di bawa ke rumah sakit besar, untuk pemeriksaan lebih lanjut tentang kondisinya.
Zainal khawatir dan memiliki insting kalau putri kecilnya bukan cuma bisu, tetapi pendengarannya pun bermasalah.
Benar saja, ternyata Tunarungu-wicara. Eswa sama sekali tidak dapat berbicara, dan pendengarannya pun tidak sempurna, dia tidak dapat menangkap bunyi rendah, sedang, terkadang lengkingan pun sulit tertangkap oleh indera pendengarannya.
Segala cobaan hidup tidak dijadikan beban oleh Zainal Pangestu, pria pemilik senyum teduh itu tetap merawat rasa ikhlas nya. Mengusahakan yang terbaik bagi putri spesialnya, dan menjadi super hero teruntuk anak sulungnya dan juga Kafka, putra dari mendiang salah satu orang kepercayaannya.
Eswa dilimpahi kasih sayang, dijaga dan dilindungi oleh orang-orang tulus, berhati malaikat. Para pekerja Pangestu lebih giat lagi belajar bahasa isyarat agar bisa berkomunikasi dengan bidadari kecil bermata indah.
Selina Pangestu, sangat menyayangi adiknya. Membawanya bermain, Menggendongnya kesana-kemari meskipun bahunya sendiri masih ringkih.
Kafka menjadi salah satu pelindung garda terdepan, dimana ada Eswa dan Selina, maka disitu pun ada dirinya.
Ditengah kesibukannya mengurus kebun kelapa sawit dan juga karet, Zainal selalu menyempatkan diri bermain dengan putra putrinya, mengontrol usaha almarhum istri dibidang kuliner yang saat ini dijalankan oleh dua orang kepercayaan mereka.
Resto Nusantara, itulah nama restoran yang didirikan oleh almarhum ibunya Selina dan juga Eswa. Restoran yang menyajikan menu Nusantara itu semakin hari bertambah saja omsetnya.
Ayu pergi dengan meninggalkan warisan buku resep ajaib, semua menu hasil olahan tangannya sendiri.
Demi mengenang istrinya dan juga besarnya rasa cinta kepada mendiang. Zainal membuka panti asuhan, menampung bayi dan anak terlantar. Semasa hidup, Ayu memiliki jiwa sosial yang tinggi, sangat menyukai anak kecil, mudah iba, dan penuh rasa welas asih.
***
Tahun pun berganti dengan begitu cepat, Eswa kecil kini telah tumbuh menjadi kanak-kanak. Sifat dan sikapnya terpuji, penyayang, lemah lembut, baik hati.
Sama seperti mendiang ibunya dan juga sang kakak, Eswa memiliki jiwa welas asih.
Tiba waktunya masuk usia sekolah dasar, gadis kecil itu bersekolah di tempat yang sama dimana kedua kakaknya menimba ilmu.
Enam tahun dilalui dengan baik oleh Eswa, kendatipun dia memiliki kekurangan, memakai alat bantu dengar, hal tersebut tidak menjadi penghalang.
Eswa mengukir prestasi semasa sekolah dasar, selalu menjadi juara kelas. Dirinya pun diterima dengan baik oleh siswa dan siswi lainnya, tak ada perundungan. Persaingan berjalan sehat.
Bukan hanya jenius di akademik, Eswa juga berbakat dibidang seni. Dia pintar melukis, dan membuat sketsa gaun-gaun indah. Cita-citanya ingin menjadi seorang desainer ternama dan pelukis terkenal.
Sampai dimana Eswa tamat sekolah dasar, pada waktu itu keadaan di dalam negeri sedang tidak aman. Terjadi demo besar-besaran dikarenakan rakyat tidak puas oleh kinerja pemerintahan.
Banyak penjarahan, tindakan kekerasan. Tentu saja Zainal takut, terlebih putrinya memiliki kekurangan. Maka dari itu, Eswa tidak diperbolehkan lagi menuntut ilmu di sekolah umum.
Kebetulan homeschooling sudah ada di Indonesia, mulai dibuka. Dan Eswa menjadi salah satu siswa yang menempuh pendidikan itu.
Hanya Selina dan Kafka yang terus bersekolah. Sejak saat itu kedua kakak Eswa menjadi mata bagi adiknya. Sepulang sekolah, mereka akan menceritakan apa saja, mulai dari baju seragam, para guru, teman-teman, lingkungan, pelajaran, bahkan membeli jajanan di kantin dan dibawa pulang untuk Eswa cicipi.
.
.
Masa sulit itu terlewati, dan kini Eswa telah berumur delapan belas tahun lebih. Dia pun sudah lulus SMA, siap melanjutkan ke jenjang perguruan tinggi.
Suatu malam di ruang keluarga Pangestu. Seluruh keluarga tengah bersukacita, Selina dan juga Kafka tengah menanti kehadiran buah hati mereka.
Ya, Zainal menikahkan putri kandungnya dengan anak angkatnya. Selina menikah dengan Kafka satu tahun lalu, kini anak sulung Pangestu itu tengah hamil 5 minggu.
"Ayah, bolehkah Eswa kuliah di perguruan tinggi?"
Zainal termangu, menatap sedikit tidak percaya pada gerakan lincah jemari putri bungsunya. Ada sorot enggan, tetapi kalah oleh pancaran mata penuh harap Eswa.
Membalas dengan hal sama, Zainal Pangestu juga menggunakan bahasa isyarat bila berkomunikasi dengan putri cantiknya. "Apa Eswa yakin?"
"Iya, Eswa ingin kembali merasakan berada diantara para siswa dan pengajar."
"Dek, kuliah saja di universitas Kakak dulu. Lingkungannya bagus, pergaulannya juga sehat," usul Selina antusias, dikemudian hari dia meraung-raung menyesali.
"Eswa mau!" Mata cantiknya berbinar cerah.
Sebulan kemudian, gadis mempesona itu telah menjadi seorang mahasiswi. Banyak pasang mata memperhatikan, terpesona, tetapi undur diri saat mengetahui Maheswari memiliki kekurangan.
Namun, tidak dengan sosok tampan, gagah. Sigit Wiguna, dia terobsesi. Terlebih kala menganggap gadis bisu itu murahan, salah satu kupu-kupu malam, hanya dikarenakan ....
.
.
Bersambung.
jeli banget anda pak!!!
mulai dari sini
pasti ada petunjuk
😃😆