NovelToon NovelToon
Aku Bukan Siapa-Siapa

Aku Bukan Siapa-Siapa

Status: sedang berlangsung
Genre:Transmigrasi ke Dalam Novel
Popularitas:1.9k
Nilai: 5
Nama Author: Febbfbrynt

Ketidaksengajaan serta pengorbanan dalam sebuah kecelakaan membuat Alena langsung meninggal dan malah mengantarkan nyawa gadis itu dengan bertransmigrasi ke dalam salah satu novel favoritnya. Alena hanya menjadi adik dari salah satu teman protagonis pria—figuran. Dia hanya seorang siswi sekolah biasa, tanpa keterlibatan novel, dan tanpa peran.

Tapi, plotnya hancur karena suatu alasan, hidupnya tidak semulus yang dia bayangkan. Dia membantu masalah semua tokoh, namun di tengah itu, hidupnya tidak aman, ada orang yang selalu ingin mencelakainya.

____

"Aku memang bukan siapa-siapa di sini, tapi bukan berarti aku akan membiarkan mereka menderita seperti alurnya."—Alena.

~•~
note:
- author 'I Am A Nobody' di wp dan di sini sama

- Tokoh utama cerita ini menye-menye, lebay, dan letoy. Jadi, ga disarankan dibaca oleh org yg suka karakter kuat dan ga disarankan untuk org dewasa 20+ membacanya

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Febbfbrynt, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Gertakan

Pada pagi keesokan harinya, Alena sempat merenung akan mimpinya semalam, tapi ia berusaha untuk menyembunyikan gelagatnya yang gelisah kepada keluarganya nanti.

Hari ini adalah pelajaran olahraga, jadi Alena membawa baju olahraga di tasnya. Setelah semuanya siap, Alena keluar kamar bertepatan dengan Ravael yang akan turun juga.

Ravael tersenyum melihat Alena. "Ayo, Dek, kita sarapan dulu."

Alena balas tersenyum seraya mengangguk, lalu mereka berjalan beriringan sampai ruang makan yang sudah terdapat kedua orang tuanya.

"Pagi, Mah, Pah," ucap kakak-adik itu berbarengan yang di balas senyum hangat Devian dan Berliana.

"Pagi, Sayang."

Mereka memulai sarapan tanpa obrolan selama lebih dari 15 menit. Setelah semuanya selesai, tiba-tiba, kedua orang tuanya memasang wajah serius membuat Alena dan Ravael yang heran pun ikut serius.

Berliana pertama membuka suara. "Alena ... kalo ada yang aneh di sekolah kamu, kasih tahu kita, ya."

"Apa yang aneh?" tanya Alena mengernyit.

Berliana menghela nafas. "Ha ... pokoknya, kalo sesuatu terjadi sama kamu, kamu harus hubungi kak Ravael, oke?" 

Alena hanya mengangguk walaupun tidak mengerti. Pikirannya tenggelam tertuju pada mimpi semalam.

"Pah?" Alena dengan ragu memanggil.

Awalnya, Alena akan memanggil mamahnya, tapi ia pikir ... bertanya ke papa nya saja sebagai kepala keluarga. Mungkin lebih tahu.

Devian yang sedari tadi diam dengan refleks menatap putrinya dan menjawab lembut. "Apa, Sayang?"

"Apa ... keluarga kita punya masalah?" tanya Alena hati-hati.

Pertanyaan Alena sontak membuat kedua orang dewasa di meja itu terkejut dengan ekspresi menegang. Sedangkan Ravael mengerutkan kening.

"Kamu tau dar—" Ucapan Devian terpotong mendapat pelototan istrinya. Ia langsung mengubah kata-katanya. "Ahh! maksud papah ... kenapa kamu nanyain hal itu?" 

"Ah, gak pa-pa, kok. Aku cuma pingin tahu aja." Alena tersenyum kaku.

"Kita gak punya masalah apa-apa, Sayang. Kalau pun ada, papah akan ngurusinnya sendiri. Kamu cuma fokus belajar aja, oke?"

Alena mengangguk patuh.

"Sekarang, kalian segera pergi ke sekolah. Hati-hati, kecepatan jangan lebih dari rata-rata. Keselamatan putri mamah ada di tangan kamu Ravael," tutur Berliana seraya menatap tajam membuat Ravael menggerutu.

"Mah, Ravael juga kan putra Mamah," protesnya sedikit merengek membuat ketiga orang di sana tersenyum geli.

"Iyalah. Terus ... kamu mau jadi anak tiri? Kamu itu cowok, udah besar dan bisa jaga diri. Sedangkan Alena? Beda sama kamu. Alena tetap jadi putri kecil mamah," imbuhnya seraya memeluk manja Alena dari samping. 

Yang dipeluk terkekeh geli.

"Nggaklah, amit-amit. Sekarang aja emang bukan anak tiri, tapi sudah di anak tirikan. Gimana jadi anak tiri beneran? Udah budeg nih kuping kena omelan terus," ceplos Ravael yang membuat Berliana melotot geram.

"... apa?"

"E-h! Ap-apa, Mah?" Ravael gelagapan dan langsung beranjak bersiap untuk kabur.

"Tadi bilang apa kamu?!"

"Ta-tadi Ravael cuma bilang gak mau jadi anak tiri Mamah. Ravael cuma mau jadi anak asli Mamah yang cantiiik ...," pujinya setulus mungkin.

Alena, Devian, dan pembantu yang menyaksikan mereka hanya tertawa tanpa suara.

Berliana merasa puas. "Bagus, deh. Awas kalo ngomong sembarangan!"

"K-kalo gitu ... kita berangkat ya, Mah, Pah!" pamit Ravael menarik tangan Alena tergesa membuat gadis itu harus menyamakan langkahnya.

"Kak Rava! pelan-pelan, ihh!" gerutunya jengkel.

"Gak bisa, Dek. Mamah serem banget kalo lagi marah."

"Huh, makannya! Jangan ngomong sembarangan!"

"Iya, iya. Kan gak sengaja keceplosan."

Mereka beradu mulut sampai di garasi, lalu Ravael masuk terlebih dahulu. Sedikit memajukan mobilnya sampai di depan Alena, gadis itu masuk dan duduk di co-pilot di samping Ravael. Setelah keduanya siap, mobil mulai berjalan santai menuju sekolah.

"Dek, apa maksudnya kamu nanyain pertanyaan tadi ke Papah?" tanyanya penasaran sembari menyetir.

"Nggak pa-pa, sih ... aku cuma penasaran aja, tapi aku juga ingin tahu kenapa Mamah ngomong gitu ke Alena? Seakan-akan emang ada sesuatu."

"Mungkin Mamah cuma khawatir sama kamu, Dek," jawab Ravael seadanya.

"Gak sesederhana itu, Kak," monolog Alena yang tidak didengar Ravael.

Tidak terasa mobil yang di tumpangi mereka sampai di depan sekolah dan memasuki tempat parkir.

Mereka berdua keluar mobil yang di sambut berbagai tatapan siswa yang ada di sana. Alena berusaha tenang, karena merasakan deja vu di keadaan ini.

Rafael hanya tersenyum maklum melihat reaksi adiknya. "Mau dianterin gak ke kelasnya?"

"Gak usah, Kak. Aku sendirian aja." 

Alena menolak halus tawaran kakaknya, karena letak kelas mereka tidak searah

Alena di lantai dua, sedangkan Ravael di lantai tiga. Jadi, jalan menuju kelas pun jelas berbeda.

Ravael mengangguk. "Kalo gitu, kakak ke mereka dulu," pamitnya dengan dagu menunjuk ke arah lima temannya yang baru saja datang. 

Alena ikut menoleh melihat mereka dan mengangguk. Ravael berjalan meninggalkan Alena yang juga mulai berjalan berlawanan arah.

Alena menghentikan langkahnya setelah teringat sesuatu, lalu ia berbalik badan mengejar dan menghampiri kakaknya yang sudah sampai di dekat teman-temannya.

"Kak Ravael!" teriak Alena tanpa sadar melihat mereka akan pergi, sehingga akibat teriakannya menarik banyak atensi. 

Andreas dkk berhenti dan menatap Alena yang berjalan ke arah mereka. Latasha dan kedua temannya yang mendengar teriakan itu ikut menoleh ke arah Alena yang menghampiri ke enam lelaki di jarak dekatnya. Mereka bertiga berhenti berjalan, ingin tahu apa yang akan Alena katakan.

Setelah sampai di depan mereka. Alena mengatur nafasnya dan menatap Ravael. "Em ... aku mau ngomong sesuatu sama Andreas,"

Ravael langsung mengangguk mengerti.

Andreas yang merasa namanya terpanggil, menoleh sepenuhnya dengan alis terangkat. "Apa?"

"Aku cuma mau bilang makasih karena kemarin malam udah mau kasih tumpang, dan juga makasih udah bay—"

"Kegatelan banget, sih! Dasar, caper!"

Ucapan ketus seorang gadis dari belakang memotong ucapan Alena dan membuat mereka menoleh.

Di sana ada tiga orang gadis, salah satunya adalah Latasha yang hanya memandang Alena rumit. Yang berbicara adalah orang di samping kanan Latasha dengan bersedekap dada, wajahnya terlihat jijik menatap Alena.

"Maaf?" Alena mengerutkan kening mendengar ucapan ketusnya.

"Lo jangan caper, deh. Setelah manggil Ravael, lo ngomong ke Andreas. Jadi cewek gak tau malu, lo! Nyamperin ke enam most wanted di sini."

Gadis di sebelah kiri Latasha ikut nimbrung. Alena menghela nafas berusaha sabar.

"Apaan sih, lo! kita juga gak keberatan. Kenapa lo yang sewot?" bela Rafka membuat gadis yang bersedekap dada semakin kesal.

"Udah, udah. Jangan nyari masalah. Alena kan cuma mau bilang makasih." Latasha menengahi dengan suara lembutnya.

"Lo kenal ular itu?" 

Ucapan salah satu teman Latasha membuat Ravael yang sedari tadi berusaha sabar langsung melotot mendengar adiknya di panggil ular.

"Heh! Apa-apaan lo ngomong gitu?! Lo bertiga yang uler disini! Alena kan cuma mau terima kasih sama Andreas. Mulut lo perlu gue jahit, ya?!" teriak Ravael emosi membuat lebih banyak kerumunan siswa siswi yang baru datang.

Bukannya mengalah, kedua teman Latasha semakin kesal karena Alena dibela oleh orang yang mereka sukai.

"Udah. Gak pa-pa, kok," ujar Alena pelan menenangkan Ravael sambil mengusap pundaknya.

Teman Latasha di samping kiri yang melihat itu menggeram marah. "Tuh, kan! Lo emang uler! Pake modus mengusap-usap pundak Ravael!"

Alena langsung melepaskan usapannya. Dia memijat kepalanya yang pusing, lalu tiba-tiba orang di samping memeluknya yang membuat semua orang kaget, kecuali Andreas dkk.

"Terus kenapa? Dia meluk gue juga dia berhak. Lo gak berhak larang kan?" 

Dengan sengaja Ravael memancing emosi mereka seraya tersenyum miring. Teman Latasha mengepalkan tangannya sambil menatap Alena tajam. Yang ditatap malah membalas pelukan kakaknya.

"Ada apa, ini?" Suara dingin Audrey terdengar membuat semua orang menoleh ke arahnya.

Suasana menjadi hening dan suhu menurun.

Alena yang mendengar suara Audrey melepaskan pelukannya dan menoleh. Matanya yang sempat redup langsung menyala, ia mendekat ke Audrey dengan senyuman penuh. "Gak ada apa-apa kok, Drey. Kita kelas aja, yuk!" 

Audrey bisa melihat senyum Alena sedikit dipaksakan, dan ekspresinya sedikit kusut, ia langsung mengalihkan pandangan ke dua orang yang menatap sahabatnya tajam, lalu beralih pada Latasha yang yang hanya menunduk. 

Sebenarnya ke dua teman Latasha itu sangat takut melihat Audrey, tapi kesempatan mereka juga melaporkan kegatelan Alena. Mereka tahu, Audrey sangat mencintai Andreas, begitu pula mereka berdua yang menyukai Rafka dan Ravael.

"Dia—"

"Mereka bilang, Alena kegatelan sama kita, Drey. Mereka juga bilang Alena uler," adu Radhit mengompori.

Suhu semakin dingin, begitu pun pandangan Audrey melihat ketiga orang itu. "Oh? Berani juga kalian."

Audrey menghampiri ketiga orang itu dengan langkah santai, namun itu membuat mereka tanpa sadar mundur dengan kepanikan yang jelas.

Sampai di depan mereka, Audrey mengamati mereka penuh penekanan.

"Lo."

"Lo."

"Sama lo," tunjuknya satu persatu. "Kalo mau tahu, Alena sahabat gue. Jadi ... kalo buat masalah sama Alena, kalian harus berhadapan dulu sama gue. Ngerti?"

1
Fitri Apriyani
bagus banget kk cuma ap nya kuma satu bab jadi aku lama nunguin nya mana dah ngak sabar lagi aku harap jangan gantung ya ceritanya harus sampai tamat oke kk
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!