Sinopsis Singkat "Cinta yang Terlambat"
Maya, seorang wanita karier dari masa depan, terbangun di tubuh Riani, seorang wanita yang dijodohkan dengan Dimas, pria dingin dari tahun 1970-an. Dengan pengetahuan modern yang dimilikinya, Maya berusaha mengubah hidupnya dan memperbaiki pernikahan yang penuh tekanan ini. Sementara itu, Dimas yang awalnya menolak perubahan, perlahan mulai tertarik pada keberanian dan kecerdasan Maya. Namun, mereka harus menghadapi konflik keluarga dan perbedaan budaya yang menguji hubungan mereka. Dalam perjalanan ini, Maya harus memilih antara kembali ke dunianya atau membangun masa depan bersama Dimas.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon carat18, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 30
selamat membaca guys ❤️ 🐸 ❤️ ❤️ ❤️ ❤️ ❤️
*****
Pagi itu, Riani terbangun lebih awal dari biasa nya. Matahari baru saja menyingsing di ufuk timur, menebarkan cahaya keemasan yang hangat di desa mereka.
Ia meregangkan tubuh nya, merasakan semilir angin pagi yang membawa aroma embun segar dan tanah basah. Sejak ia pindah ke desa ini bersama Dimas, hari-hari nya selalu di mulai lebih awal, terutama sejak usaha roti nya semakin berkembang.
Setelah membersihkan diri, Riani segera menuju dapur. Ia ingin menyiapkan roti yang berbeda dari biasanya—roti pandan kelapa dengan isian kacang merah.
Ide ini muncul setelah ia mengingat jajanan masa kecil nya yang sering di jual di pasar tradisional. Sambil menguleni adonan, pikiran nya melayang ke perbincangan semalam dengan Dimas.
“Besok kita harus pergi ke kota,” kata Dimas saat mereka sedang menikmati teh hangat di beranda.
“Kenapa tiba-tiba ke kota?” tanya Riani penasaran.
“Aku ingin melihat beberapa peralatan untuk usaha kita. Kalau kita ingin memperbesar produksi, kita butuh alat yang lebih efisien.”
Riani mengangguk, menyadari bahwa usaha mereka memang semakin berkembang. Pelanggan mulai berdatangan tidak hanya dari desa mereka, tetapi juga dari desa-desa tetangga.
Bahkan ada yang datang dari kota hanya untuk mencicipi roti buatan nya. Namun, di balik kesuksesan itu, ada tantangan yang harus mereka hadapi.
Setelah menyiapkan adonan, Riani membiarkan roti mengembang sementara ia bersiap-siap untuk perjalanan ke kota. Dimas sudah menunggu di luar dengan motor tuanya. Mereka berdua berangkat setelah memastikan semua nya sudah siap.
Perjalanan ke kota memakan waktu sekitar satu jam, melewati jalanan berkelok dengan pemandangan sawah yang luas dan gunung di kejauhan.
Sesampai nya di kota, mereka langsung menuju sebuah toko peralatan bakery. Riani merasa seperti anak kecil di toko mainan, matanya berbinar melihat berbagai peralatan canggih yang bisa membantu nya mempercepat proses pembuatan roti. Dimas hanya tersenyum melihat istri nya begitu antusias.
“Kita bisa beli mixer besar ini, lalu oven yang lebih besar juga,” kata Riani sambil menunjuk beberapa peralatan.
“Kita harus hitung dulu anggaran nya,” sahut Dimas sambil mengeluarkan buku catatan nya.
“Tapi kalau memang perlu, kita bisa coba cari tambahan modal.”
Setelah berdiskusi, mereka akhir nya memilih beberapa peralatan yang paling di butuhkan. Sementara menunggu barang-barang mereka dikemas, Riani menyempatkan diri berjalan- jalan di sekitar pasar kota.
Ia melihat beberapa pedagang menjual bahan-bahan unik yang jarang di temukan di desa. Tanpa berpikir panjang, ia membeli beberapa bahan untuk eksperimen resep baru.
Saat mereka kembali ke desa, hari sudah menjelang sore. Setiba nya di rumah, Riani segera mencoba bahan-bahan baru yang dibelinya. Dimas membantu nya menyiapkan meja dan alat-alat yang baru mereka beli. Ia merasa bersyukur memiliki suami yang selalu mendukung nya.
Malam hari nya, mereka menikmati makan malam sederhana di dapur kecil mereka. Dimas menatap Riani dengan bangga. “Aku tahu kamu akan sukses, Riani. Aku percaya padamu.”
Riani tersenyum dan menggenggam tangan Dimas. “Dan aku tidak bisa melakukan ini tanpa kamu.”
Mereka berdua tahu bahwa perjalanan mereka masih panjang. Tapi selama mereka saling mendukung, tidak ada yang tidak mungkin mereka capai bersama.
Keesokan pagi nya, Riani langsung mencoba alat-alat baru mereka. Mixer besar yang baru dibeli benar-benar mempermudah pekerjaan nya. Dengan kapasitas yang lebih besar, ia bisa membuat adonan dalam jumlah lebih banyak sekaligus. Dimas juga membantu nya menata dapur agar lebih efisien.
Sementara menunggu adonan mengembang, Riani mencoba membuat varian roti baru yang terinspirasi dari perjalanan mereka ke kota kemarin. Ia ingin membuat roti isi durian karena melihat banyak nya durian segar di pasar. Dimas, yang awal nya tidak terlalu suka durian, hanya bisa menghela napas ketika Riani mulai bereksperimen.
“Riani, kamu yakin pelanggan kita suka durian?” tanya Dimas ragu.
“Kamu tidak tahu saja, banyak orang suka durian! Ini bakal jadi roti best seller kita nanti,” jawab Riani dengan penuh percaya diri.
Dimas hanya bisa mengangkat bahu dan membantu Riani menyiapkan adonan. Saat roti sudah matang, aroma khas durian langsung menyebar ke seluruh rumah. Riani mencoba satu dan tersenyum puas.
“Kamu harus coba ini, Dimas,” kata nya sambil menyodorkan roti ke suami nya.
Dimas awal nya ragu, tapi demi istri nya, ia menggigit roti tersebut. Raut wajah nya berubah-ubah, antara kaget dan takjub.
“Enak kan?” goda Riani.
“Lumayan,” jawab Dimas akhir nya, meski pun Riani tahu sebenar nya ia menikmati nya.
Tak lama, tetangga mereka datang untuk membeli roti. Begitu mencium aroma durian, beberapa langsung tertarik dan membeli. Benar saja, roti isi durian ternyata laku keras. Riani tersenyum puas melihat keberhasilan nya.
Namun, di tengah kesibukan mereka, tiba-tiba seorang tamu tak terduga datang. Seorang wanita dengan wajah angkuh berdiri di depan pintu rumah mereka.
“Riani? Aku tidak menyangka kau benar-benar tinggal di sini,” ucap wanita itu dengan nada merendahkan.
Riani mengenali suara itu. Itu suara Laras, sahabat nya dulu yang kini menjadi salah satu pemilik toko roti terkenal di kota.
“Laras? Apa yang membawamu ke sini?” tanya Riani, mencoba tetap ramah meski hatinya tidak nyaman.
“Aku hanya penasaran, bagaimana mungkin seseorang seperti mu yang dulu bekerja di perusahaan besar sekarang hidup di desa kecil seperti ini?”
Riani tersenyum, menahan diri untuk tidak terpancing emosi. “Aku bahagia di sini, Laras. Aku bisa membuat roti dengan tanganku sendiri dan melihat orang-orang menyukai nya.”
Laras tertawa kecil, lalu menatap Dimas dari atas ke bawah. “Dan ini suamimu? Aku kira kau akan menikah dengan pria yang lebih… sukses.”
Dimas hanya diam, tapi tatapan mata nya cukup tajam untuk membuat Laras sedikit gelisah.
“Dimas adalah suami terbaik yang bisa kumiliki,” jawab Riani tegas. “Aku tidak menilai kesuksesan seseorang dari uang atau jabatan.”
Laras mendengus dan melipat tangan di dadanya. “Baiklah, kita lihat saja sejauh mana kau bisa bertahan di desa ini.”
Setelah Laras pergi, Dimas menggenggam tangan Riani. “Kamu tidak perlu peduli dengan kata-kata orang seperti dia.”
Riani mengangguk. “Aku tahu. Aku hanya akan fokus pada kebahagiaan kita dan usaha kita.”
Mereka berdua kembali ke dapur, melanjutkan impian mereka, tanpa terganggu oleh suara-suara yang meremehkan mereka. Bagi mereka, kesuksesan sejati adalah kebahagiaan yang mereka bangun bersama.
******
Terima kasih sudah membaca guys ❤️🐸❤️❤️❤️❤️❤️❤️