Airilia seorang gadis yang hidup serba kekurangan, ayahnya sudah lama meninggal sejak ia berusia 1 minggu. Airilia tinggal bersama ibunya, bernama Sumi yang bekerja sebagai buruh cuci. Airilia merupakan anak kedua dari dua bersaudara, kakaknya bernama Aluna yang berstatus sebagai mahasiswa yang ada di banjar.
Pada suatu hari, Airilia kaget mendengar Sumi terkena kanker darah. Airilia yang tidak tau harus kemana mencari uang, ia berangkat ke banjar untuk menemui Aluna, agar Aluna mau meminjamkan uang untuk pegangan saat Sumi masih di rawat dirumah sakit.
Alih-alih meminjamkan uang, Aluna justru membongkar identitas Airilia sebenarnya. Aluna mengatakan bahwa Airilia anak pelakor yang sudah merebut ayahnya. Sumi yang berlapang dada merawat Airilia semenjak ibunya mengetahui ayahnya meninggal karena kecelakaan. Aluna yang menuntut Airilia harus membiayai pengobatan Sumi sebagai bentuk balas budi.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Irla26, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 30. Pindah Rumah
Sebuah mobil yang ditumpangi Hasan, Badriah dan Airilia berhenti disebuah rumah sederhana namun terkesan mewah. Saat menginjakkan kaki, Hasan melihat sekeliling itu tumbuh rumput liar hampir menutupi bagian depan rumah.
"Mas, kok aku takut ya, kita tinggal disini" Badriah menggandeng tangan Airilia sambil menyusul suaminya yang sudah memasuki halaman rumah almarhum Sento.
Hasan berbalik, ia menatap istrinya sedang berjalan diiringi Airilia dibelakang.
"Nggak papa, nanti kita bersihkan mumpung masih ada waktu".
Hasan mengambil kunci dalam saku, ia segera membuka pintu dan mereka disambut dengan ruangan tamu yang sangat mewah, barang-barang masih tersusun rapi cuma banyak debu dan kotoran hewan berserakan dilantai.
"Aku nggak nyangka, hampir tujuh belas tahun nggak ditempati masih sangat bagus" gumam Hasan.
"Dek, kamu tunggu sini, aku mau ke warung sebentar untuk membeli sesuatu yang diperlukan" Badriah mengangguk, ia melihat Airilia hanya diam sambil berdiri didekatnya.
"Lia, kamu tunggu disini, bibi akan membersihkan kamar terlebih dahulu agar kamu bisa secepatnya beristirahat".
Badriah membuka salah satu pintu kamar yang tidak jauh dari tempat ia berdiri. Badriah memandang takjub melihat dalam kamar tersebut masih ada barang-barang masih bisa dipakai seperti lemari dan ranjang.
Hampir setengah hari, akhirnya Hasan dan Badriah beristirahat. Mereka duduk disofa sambil menikmati cemilan yang baru saja dibeli Hasan.
"Mas, aku mau mandi tapi airnya nggak jalan dan listrik disini juga mati" adu Badriah karena badannya terasa lengket akibat keringat yang dihasilkannya ketika membersihkan dua kamar.
"Besok, aku akan mengubungi pihak PLN, untuk sementara kamu bisa numpang mandi di mushola dulu".
"Apa nggak papa, kalau kita numpang mandi disana?".
"Nggak papa, nanti aku minta izin sama pengurus mushola. Kamu mau mandi sekarang, biar sekalian aku mengambil air untuk keperluan kita disini".
"Terus Airilia gimana?".
"Kayaknya nggak papa ditinggal sebentar, kan Airilia baru saja tidur" Badriah mengganguk kecil, ia segera mengambil handuk dan baju ganti.
.
.
.
.
.
Disebuah kamar Aluna dan Reza sedang beristirahat setelah melakukan aktivitas yang menguras tenaga dan keringat. Aluna mendekati Reza yang sedang menatap ke arah layar televisi.
"Mas, aku ingin mengadakan acara empat bulan seperti Dinda" adu Aluna tidak mau kalah dengan Dinda.
"Luna, maafkan aku, aku nggak bisa menuruti keinginan kamu saat ini, bukannya aku nggak bisa adil, cuman uang gaji aku semuanya dipegang sama Dinda, tapi aku janji akan usahakan uang buat nafkah kamu selalu ada" mendengar itu Aluna cemberut dan menjauh dari Reza, ia berbaringkan tubuh membelakangi Reza.
"Aluna, kamu marah, maafkan aku" Reza mendekati Aluna sambil mencium wajah, kening dan pipi agar Aluna bisa luluh.
Karena mendapat ciuman bertubi-tubi, Aluna berbalik badan dan menghela napas kasar.
"Mas, mengapa kamu nggak bisa adil sama calon anak kita?mengapa aku dan anak ini yang selalu mengalah. Kamu juga selalu ada waktu buat Dinda dan anaknya, sedangkan aku dan anakku selalu nggak ada waktu" Aluna mengeluarkan keluh kesahnya selama ini.
Reza menggenggam tangan Aluna, dan menatap mata coklat Aluna yang telah mengeluarkan air mata.
"Maafkan aku, untuk saat ini aku nggak bisa, tapi aku berjanji nanti jika acara tujuh bulanan kamu, kita mengadakan meriah dan mewah. Kalau perlu kita juga liburan keluar kota". Perempuan mana yang tidak bahagia apalagi dikasih janji seperti Aluna.
"Janji" Reza mengangguk sambil mengusap rambut hitam milik Aluna.
"Iya, aku janji, untuk sementara kamu fokus sama kehamilan kamu dan biar kamu nggak kesepian, kamu bisa silahturahmi sama tetangga disini. Kalau kamu akrab sama tetangga disini, nanti kalau kita mengadakan acara, kita bisa minta tolong tetangga".
Aluna mengganguk, kali ini ia setuju pendapat Reza. Sudah hampir 1 bulan, ia tidak pernah menyapa tetangga disini apalagi mengajak berkenalan. Aluna juga tidak pernah membeli sayuran ke tukang keliling, ia selalu membeli makanan cepat saji. Aluna bertekad agar bisa mengambil hati para tetangganya disini.
"Sayang, kamu kenapa kok melamun?" tanya Reza saat melihat Aluna diam.
"Enggak papa, aku cuma lelah aja" Reza mengajak Aluna berbaring disampingnya, ia memeluk tubuh Aluna dibalik selimut.
"Satu ronde lagi" bisik Reza segera melumat mulut Aluna sebelum Aluna mengatakan kalimat tidak.
*Bersambung*