Mutia Muthii seorang ibu rumah tangga yang sudah menikah dengan seorang pria bernama Zulfikar Nizar selama 12 tahun dan mereka sudah dikaruniai 2 orang anak yang cantik. Zulfikar adalah doa Mutia untuk kelak menjadi pasangan hidupnya namun badai menerpa rumah tangga mereka di mana Zulfikar ketahuan selingkuh dengan seorang janda bernama Lestari Myra. Mutia menggugat cerai Zulfikar dan ia menyesal karena sudah menyebut nama Zulfikar dalam doanya. Saat itulah ia bertemu dengan seorang pemuda berusia 26 tahun bernama Dito Mahesa Suradji yang mengatakan ingin melamarnya. Bagaimanakah akhir kisah Mutia?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Serena Muna, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Awal Kisah
Mutia menjalani aktivitasnya pada pagi ini di dapur, setelah salat subuh gegas ia menuju dapur dan mulai memasak untuk sarapan keluarganya. Mutia memasak menu masakan ayam kecap dan sayur buncis, keributan di pagi ini terjadi saat kedua putrinya berebut untuk mandi duluan.
"Gak bisa Kakak dulu."
"Adik dulu, aku udah sampai di depan kamar mandi duluan!"
Mutia gegas menuju kamar mandi di mana kedua putrinya, Sephia dan Sania sedang bertengkar untuk siapa duluan yang berhak untuk menggunakan kamar mandi. Kamar mandi di rumah ini ada dua namun kamar mandi yang satu lagi sedang dipakai oleh Zulfikar, suami Mutia jadilah kedua anaknya ini ribut.
"Ada apa ini?"
"Ini Bunda, Kakak gak mau ngalah," adu Sania.
"Kalau aku ngalah nanti bisa telat ke sekolah," ujar Sephia.
Mutia kemudian mencoba mendamaikan keduanya namun tidak berhasil, untung saja Zulfikar sudah selesai mandi hingga perdebatan kedua putrinya ini bisa segera teratasi. Sania pergi ke kamar mandi yang lain dan Sephia menggunakan kamar mandi yang ini.
"Anak-anak selalu ribut kalau pagi begini," ujar Zulfikar yang sudah mengenakan pakaian formanya siap pergi ke kantor.
"Begitulah Mas, mereka sekarang kan sudah mulai beranjak remaja jadinya sering sekali cek cok begini, kayaknya kita bakal kangen masa-masa di mana anak-anak masih merangkak dan belajar jalan."
"Kamu gak perlu khawatir, aku akan selalu bersama kamu walau nanti anak-anak sudah besar dan menikah."
Mutia menganggukan kepalanya dan kemudian mereka gegas menuju meja makan dan menunggu kedua putrinya selesai mandi dan ganti pakaian. Suasana di meja makan nampak ramai dan penuh keceriaan hingga membuat Mutia rasanya senang sekali dan tidak ingin momen seperti ini harus berakhir.
****
Zulfikar mengantarkan anak-anak ke sekolah dengan mobilnya, Sephia dan Sania melambaikan tangan pada Mutia yang mengantar sampai gerbang rumah.
"Hati-hati di jalan, Yah."
"Iya Bunda, kami berangkat dulu."
Mobil yang dikemudikan oleh Zulfikar kini sudah menghilang dari pandangan Mutia dan wanita itu pun gegas masuk ke dalam rumah dan mulai melakukan aktivitasnya di rumah. Ia mulai menyapu, mengepel lantai, mencuci baju dan berbagai kegiatan yang menyita waktu namun ia sama sekali tak pernah mengeluh akan hal tersebut. Mutia menjalani semuanya dengan ikhlas dan bahagia, saat ia sedang mengelap meja dekat nakas tempat tidur secara tak sengaja tangannya menyenggol foto pernikahannya dengan Zulfikar dan membuat foto itu jatuh ke lantai.
"Ya Allah."
Mutia nampak terkejut dan buru-buru meraih foto tersebut untuk memastikan bahwa tidak retak dan syukurnya tidak terlalu parah rusaknya hanya sedikit retak saja namun ada hal aneh yang dirasakan oleh Mutia saat memandang foto pernikahannya dengan sang suami.
"Kok perasaanku jadi gak enak begini?" gumam Mutia.
Mutia menggelengkan kepalanya, ia tak mau terlalu berpikiran buruk atau yang aneh-aneh soal apa yang baru saja terjadi. Mutia kemudian melanjutkan pekerjaannya dan ia harus selesai sebelum kedua anaknya pulang sekolah karena saat ini saja ia belum memasak untuk makan siang keduanya.
****
Mutia menyambut kedua putrinya yang baru saja pulang dari sekolah, keduanya nampak antusias sekali saat disambut oleh Mutia di depan pintu. Sephia dan Sania berebut bercerita pada Mutia mengenai apa saja yang mereka lakukan hari ini di sekolah. Sebagai seorang ibu, tentu saja Mutia mendengarkan semua cerita kedua anaknya dengan seksama. Ia selalu senang mendengar kedua putrinya bercerita dengan antusias.
"Sekarang ayo ganti baju kalian kemudian makan siang."
Sephia dan Sania gegas menuju kamar mereka untuk berganti baju dan kemudian menuju meja makan di mana makanan sudah tersaji di sana.
"Masakan Bunda enak banget," puji Sania.
"Iya masakan Bunda memang paling juara," timpal Sephia.
"Kalian ini bisa saja memuji Bunda," ujar Mutia.
"Tapi ini memang enak kok Bunda."
"Iya masakan Bunda selalu enak dan gak pernah gagal untuk membuat lidah bergoyang."
Mutia hanya bisa tersenyum mendengar semua celotehan anak-anaknya ini, setelah selesai makan siang maka Mutia meminta kedua putrinya untuk membawa piring kotor ke tempat cuci piring dan membantunya dalam merapihkan meja makan. Keduanya melakukan semua yang diperintahkan oleh Mutia dengan senang hati dan sama sekali tidak ada raut wajah terpaksa di wajah mereka. Mutia sangat bersyukur karena kedua anaknya adalah anak yang mudah untuk diatur dan disuruh, ia melakukan semua ini tentu saja bukan tanpa alasan, ia ingin anak-anak bisa disiplin untuk kehidupan dewasa mereka kelak.
****
Zulfikar melihat ada sebuah nama yang tertera di ponselnya dan nama itu adalah Lestari, ia tak bisa menjawab panggilan Lestari karena saat ini ia sedang meeting dengan direktur. Zulfikar mengirim pesan pada Lestari bahwa nanti ia akan menghubunginya lagi selepas meeting sudah selesai. Dan benar saja selepas meeting selesai maka Zulfikar langsung menghubungi wanita bernama Lestari itu namun ia menghubungi wnaita itu di tangga darurat yang sepi.
"Mas, kamu sudah selesai rapatnya?"
"Iya sayang, aku baru saja selesai rapatnya."
"Kamu tahu nggak, aku kangen banget sama kamu."
"Bukan cuma kamu saja sayang, aku juga kangen banget sama kamu."
"Kalau begitu nanti kamu bakal datang kan ke rumah?"
"Tentu saja, aku pasti akan datang, sayang."
"Aku akan masak yang spesial buat kamu. Pokoknya kamu pasti gak akan menyesal datang."
"Aku sudah nggak sabar deh rasanya mau mencicipi masakan kamu itu."
Mereka terus mengobrol untuk beberapa saat sebelum akhirnya, Zulfikar menyudahi obrolan itu karena ia harus kembali bekerja. Zulfikar gegas kembali menuju ruangan kerjanya dan kembali fokus pada laptop yang ada di depannya. Tujuannya adalah segera menyelesaikan pekerjaannya secepat mungkin supaya dirinya bisa memiliki banyak waktu dengan Lestari.
"Lestari, aduh rasanya aku mau cepat-cepat ketemu sama dia."
****
Seperti apa yang dikatakan oleh Zulfikar lewat telepon bahwa ia akan datang pada sore ini ke rumah Lestari. Tentu saja ia disambut oleh wanita yang menjadi selingkuhannya itu dengan tangan terbuka. Zulfikar masuk ke dalam rumah dan Lestari memeluk tubuh pria yang dicintainya itu tanpa merasa canggung.
"Aku tuh dari tadi kangen sama kamu, Mas."
"Aku tuh juga kangen banget sama kamu, di kantor tadi aku gak fokus bekerja karena aku kepikiran sama kamu."
Lestari terkekeh mendengar ucapan Zulfikar barusan, ia kemudian membawa Zulfikar ke ruang makan di mana ia sudah menyiapkan makan malam untuknya.
"Ayo Mas, dicobain dong masakan aku."
"Ngelihat makanan ini rasanya aku sudah lapar."
"Makanya jangan cuma dilihat, tapi dimakan juga. Aku ini buat semua ini dengan cinta, rasanya pasti enak."
"Terima kasih, sayang."