Follow IG 👉 Salsabilagresya
Follow FB 👉 Gresya Salsabila
"Aku tidak bisa meninggalkan dia, tapi aku juga tidak mau berpisah denganmu. Aku mencintai kalian, aku ingin kita bertiga hidup bersama. Kau dan dia menjadi istriku."
Maurena Alexandra dihadapkan pada kenyataan pahit, suami yang sangat dicintai berkhianat dan menawarkan poligami. Lebih parahnya lagi, wanita yang akan menjadi madu adalah sahabatnya sendiri—Elsabila Zaqia.
Akan tetapi, Mauren bukan wanita lemah yang tunduk dengan cinta. Daripada poligami, dia lebih memilih membuang suami. Dia juga berjanji akan membuat dua pengkhianat itu merasakan sakit yang berkali lipat.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Gresya Salsabila, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Rencana yang Tersusun Rapi
Dering alarm yang cukup nyaring mengusik ketenangan Jeevan yang masih berkelana dalam mimpi. Antara rela dan tidak, dia mulai membuka mata dan berusaha mengumpulkan kesadaran.
"Ahh." Jeevan menggeliat. Punggungnya terasa sakit dan nyeri, apalagi saat digunakan untuk bangkit. Jeevan sampai meringis dibuatnya.
Selama ini, dia terbiasa kerja kantoran. Bangun tidur langsung mandi dan makan, lantas berangkat kerja dengan menggunakan mobil. Berbeda jauh dengan kemarin, pagi-pagi sekali dia bangun dan mencari sarapan. Kemudian, jalan kaki menuju binatu.
Persiapannya saja sudah melelahkan, belum lagi pekerjaan menuntutnya menaiki motor seharian. Jeevan berkeliling kota mengantarkan pakaian pelanggan, melawan terik matahari yang seakan membakar kulitnya. Sehari penuh Jeevan bekerja bermandikan peluh.
"Harus kuat. Ini baru hari kedua, nggak boleh nyerah. Demi Elsa dan demi masa depan," ucap Jeevan menyemangati diri sendiri.
Lantas, dia beranjak dan kemudian menyambar handuk. Sebelum keluar kamar, Jeevan menyempatkan diri melihat ponselnya. Ternyata, ada banyak pesan dan panggilan tak terjawab dari Elsa. Kekasihnya itu meminta maaf karena seharian kemarin tidak mengirim kabar, dia juga mengatakan bahwa hari ini mulai kerja sebagai ART.
Demi melepas rasa rindu, Jeevan langsung menelepon Elsa. Satu sapaan ramah dari sang pujaan hati mampu meredakan rasa nyeri di sekujur tubuhnya.
"Kamu kerja di mana, Sayang?" tanya Jeevan usai berbasa-basi dengan kalimat manis.
"Di vila puncak, Mas. Orangnya lagi liburan bareng cucu, jadi butuh ART buat bantu-bantu di sana. ART yang di rumah nggak bisa ikut karena menemani anak bungsu mereka yang masih sekolah," dusta Elsa.
"Di puncak? Terus pulang perginya gimana?" Jeevan merasa khawatir karena jarak kontrakan Elsa dan kawasan puncak cukup jauh. Jeevan tidak tega jika membiarkannya pulang sendiri pada malam hari.
"Aku kerja full time, Mas. Aku pulang kalau orangnya udah balik. Nggak lama kok, cuma dua minggu," ucap Elsa.
"Jadi selama itu kita nggak bisa ketemu?" Jeevan sedikit keberatan.
"Mas, hanya dua minggu. Setelah itu, kita bisa ketemu lagi. Kondisi sekarang lagi buruk, Mas, kita harus banyak-banyakin sabar," kata Elsa dengan lemah lembut. Jeevan pun langsung trenyuh karenanya.
Namun, obrolan mereka tak berlangsung lama. Jeevan bergegas mandi dan di sana pun Elsa juga bersiap-siap. Mereka terpaksa memendam rindu demi memperjuangkan hubungan yang sebenarnya sudah retak.
___________
Pukul 07.00 malam di kediaman Mauren. Wanita cantik dengan tubuh ideal itu baru saja menginjakkan kaki di kamarnya. Dia meletakkan tasnya ke sembarang tempat, dan kemudian merebahkan tubuh di atas ranjang.
Hari ini adalah hari yang melelahkan bagi Mauren. Bagaimana tidak, dari pagi sampai sore tidak ada istirahatnya. Selain rapat membahas peluncuran produk baru, ada juga rapat pemilihan staf baru.
Sejak Jeevan dan Elsa keluar dari Victory, banyak karyawan lain yang Mauren pecat secara tidak terhormat, termasuk Sunandar yang kini sudah mempertanggungjawabkan perbuatannya.
Mauren memang tidak main-main dalam mengambil tindakan. Dia bertekad mempertahankan Victory dan membawa perusahaan tersebut pada posisi yang lebih tinggi. Selain demi orang tua, Mauren melakukan itu juga demi cita-cita yang sudah dikorbankan.
"Lelah banget. Boleh nggak sih kalau langsung tidur aja, nggak usah mandi?" gumam Mauren dengan mata yang terpejam.
Cukup lama Mauren berbaring sambil menikmati kehangatan ranjang yang kini dihuni seorang diri, sampai akhirnya rasa kantuk benar-benar menyerang dan membuatnya nyaris terlelap.
Akan tetapi, indahnya mimpi yang hampir membuai kembali pergi, semua karena dering ponsel yang berada tepat di dekat telinga. Mauren tersentak dan terpaksa membuka mata, lantas meraih ponsel tanpa melihat siapa peneleponnya.
"Halo," sapa Mauren dengan suara serak.
"Udah tidur, ya? Gila, masih sore loh!" seru seseorang dari seberang sana.
"Kamu siapa sih?" Mauren mengucek mata dan melihat nama sang penelepon. Lantas, senyumnya langsung mengembang dan semangatnya kembali penuh.
"Sorry, sorry, aku tadi setengah tidur. Gimana? Ada kabar baik?" sambung Mauren dengan cepat.
"Lebih dari baik."
"Oh ya?" Mata Mauren berbinar.
"Iya lah. Jadi begini___"
Seseorang di seberang menjelaskan kabar baiknya dengan detail, dan Mauren sangat puas mendengarnya.
"Sip," puji Mauren. "Oh ya, kirimin nomor Zenna. Aku butuh perannya."
"Peran apa?"
"Panjang deh, nanti aja kamu tanya sendiri sama Zenna," ucap Mauren.
"Baiklah. Kalau gitu habis ini aku kirim nomornya, sekalian nomor___"
"Iya, kirim aja. Udah siap kok." Mauren memotong ucapan orang itu karena sudah tahu apa yang dimaksud.
"Thank you, benar-benar sahabat deh. Sering-sering dong kayak gini."
"Dasar kamu!"
Usai berbicara dengan orang tersebut, Mauren bergegas menghubungi Zenna—seorang wanita yang baru hitungan hari menjadi temannya.
"Halo, ini siapa, ya?" tanya Zenna ketika sambungan telepon terhubung.
"Aku Mauren."
Zenna pun menyambut ramah dan menanyakan apa kepentingannya. Dengan senang hati Mauren mengutarakan niatnya. Zenna sangat tertarik dengan apa yang ditawarkan Mauren karena imbalannya cukup menggiurkan. Alhasil, kesepakatan di antara keduanya deal detik itu juga.
"Aku akan mendalami peranku. Kupastikan kamu puas dan mengajakku bekerja sama lagi." Zenna berkata dengan penuh percaya diri.
"Kuharap kerja sama kita selanjutnya versi bisnis, bukan yang kayak gini," sahut Mauren.
Zenna tertawa renyah, "Serius mulu kamu, Ren. Sekali-kali bercanda dong biar nggak suntuk, kayak aku gini."
"Kamu sih bercandanya kelewatan, masa pernikahan juga dibikin candaan. Ikrarnya pakai kalimat Tuhan loh, dosa kamu," protes Mauren.
"Kan kedua pihak udah oke, nggak ada yang keberatan, malah masing-masing merasa senang. Jadi, ya nggak apa-apa dong. Kecuali kalau bercandanya menyakiti salah satu pihak, itu baru dosa, semacam ... Jeevan ke kamu."
"Nggak usah disebut! Sengaja kamu, ya?" gerutu Mauren, yang lantas hanya ditanggapi dengan tawa.
Mauren hanya bisa menggeleng-geleng ketika mendengar teori pernikahan versi Zenna, yang amat sangat jauh dari norma yang ada. Entah dari mana wanita itu mendapatkan teori yang demikian. Lebih mengherankan lagi, dia juga menemukan pasangan yang sama persis seperti dirinya.
"Ada baiknya sih punya pendapat seperti Zenna, jadi nggak terjebak rasa naif kayak aku kemarin. Tapi, sebentar lagi semuanya akan berakhir kok. Aku akan mengembalikan apa yang pernah aku rasakan. Sengaja kulebihkan karena yang kukorbankan sangat besar. Aku melepas cita-cita karena mereka berdua. Sekarang, jangan harap lagi hatiku akan melunak atau membuka pintu maaf. Tidak akan pernah!" geram Mauren usai mengakhiri sambungan teleponnya dengan Zenna.
Ketika Mauren masih larut dalam emosi, pintu kamar diketuk dari luar.
"Nyonya!" teriak Inah.
"Iya, Bi."
"Ada tamu yang mencari Nyonya, beliau sedang menunggu di bawah."
Mauren mengernyit heran, "Siapa yang bertamu, aku nggak ada janji dengan siapa pun?"
*Sedang menunggu kopi untuk bekal begadang, mana tahu entar malem bisa up lagi☺☺☺☺
Bersambung...
Maunya kamu aja SELINGKUH gk SETIA sm Perkawinan. Ohh gue 👊👊👊 nih laki