Kisah Odelia sang putri duyung terpaksa memindahkan jiwanya pada tubuh seorang wanita terdampar di tepi pantai, kerena situasi berbahaya sebab ia di buru oleh tunangan serta pasukan duyung atas kejahatan yang ia tidak lakukan.
Di sisi lain wanita terdampar dan hampir mati mengalami hal yang pilu di sebabkan oleh tunangannya.
Akankah Odelia mendapatkan kembali tubuh duyungnya untuk membalaskan dendamnya serta orang yang telah merebut kebahagian tubuh yang ia ditempati atau Odelia memilih menjalani hidup bersama orang yang mencintainya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Tilia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 24
Perasaan hangat mengisi hati Odelia, saat ini merasa cukup bahagia di kelilingi teman-teman yang menghawatirkan kondisinya.
“Darimana asal kemeja kebesaran ini?” Penelope tersadar Odelia mengenakan kemeja putih seorang pria.
“Dan mengapa kamu sangat cantik dengan tatanan rambut itu”
“Catherine, apa seseorang membantu mu untuk membersihkan diri dan berhias saat tak sadarkan diri?” Penelope terheran dengan keadaan Odelia yang tampil cantik.
Serentak Adrian dan Davian menatap curiga pada Jamie, Jamie ketakutan melihat tatapan kedua temanya.
“Aku membawa gaun mu” Penelope mengeluarkan gaun ungu muda di tasnya, para pria segera keluar dari kamar dan menutup pintu.
“Apa yang kau lakukan, Jamie?” Adrian masih memegang kerah Jamie, menatapnya dengan ganas.
“Sister Nora membutuhkan pakaian bersih untuk Catherine tadi malam, jadi aku mengambil kemeja dan beberapa kain bersih dari lemari mu”
“Lalu Ael memberikan tas berisikan sisir, cermin, parfum dan beberapa sapu tangan”
“Aku hanya menata rambutnya, itu saja” Jamie menjelaskan apa yang ia lakukan di tengah-tengah kepungan dua pria besar.
“Ia berkata jujur” Davian memperhatikan semua perkataan Jamie yang dapat di mengerti, Adrian melepaskan kerah kemeja Jamie.
Terlepas dari kepungan kedua temanya Jamie dengan gerakan cepat melarikan diri menuju lantai satu.
......................
“Bagaimana dengan luka mu, Pen?” Odelia memakan pie bersama Penelope.
“Hanya luka ringan di bagian ini dan sedikit lecet pada sikut dan lutut ku” Penelope menunjukan perban yang di tutupi rambutnya.
“Lalu Marcy?” Odelia mengingat keadaan Marcy yang cukup parah.
“Marcy di tangani oleh dokter istana lainya, iya telah sadar pagi ini” Penelope memakan pienya.
“Cath, kamu tidak mengalami hal buruk kan?” Penelope memegang tangan Odelia.
“Tidak, aku baik-baik saja” Odelia tersenyum.
Keduanya menghabiskan waktu bersama sampai sinar orange terlihat di langit.
“Aku merindukan rumah” Odelia berkata dengan sedih, meletakan cangkir teh di tanganya.
“Lebih baik kamu beristirahat di sini, Cath”
“Banyak orang yang mengawasi di sini” Penelope memberikan saranya.
“Aku merasa lebih nyaman di kamar ku sendiri” Odelia berbohong ia tidak ingin berlama-lama di rumah Tuan Laurent karena keberadaan Calix.
“Benar juga” Penelope melihat sekeliling kamar yang penuh dengan ciri khas kamar seorang pria.
Ketukan pintu terdengar, Ael memasuki kamar membawa obat dari dokter. Penelope serta Odelia melihat kedatangan Ael.
“Ini dia, tonik untuk 3 hari ke depan serta salep mengeringkan luka” Ael memberikan tumpukan obat pada Penelope.
“Terimakasih, Ael”
“Ku dengar kamu memanggil dokter bangsawan itu kembali” Penelope menerima obat untuk Odelia.
“Ya” jawab singkat Ael.
“Bagaimana kondisi, Tuan Laurent?” Odelia bertanya pada Ael.
“Sudah membaik” Ael.
“Aku ingin melihat Tuan Laurent dan pulang ke rumah” Odelia menatap Ael.
Ael melirik Penelope di sampingnya yang menggelengkan kepala.
“Dia sangat ingin pulang, aku akan berbiacara pada yang lain tunggu lah di sini” Penelope meletakan tumpukan obat dan pergi menuju lain satu, tersisa Ael dan Odelia.
Ael tetap berdiri di tempatnya melirik Odelia yang sangat cantik dengan rambut seperti wanita bangsawan mengenakan pin rambut yang selaras dengan warna gaun yang ia gunakan saat ini.
“Ingin segera menemui Tuan Laurent?” Ael meliriknya.
“Mmmm” Odelia mengagguk, Ael berjalan mendekati tempat tidur menggendong Odelia dengan kedua tanganya. Odelia segera merangkulkan tanganya pada leher Ael dan melirik sesaat wajahnya, keduanya keluar dan menuruni anak tangga.
......................
Penelope menuju lantai satu dan melihat Davian dan Adrian tengah duduk di meja berdiskusi di ujung meja terdapat Calix menikmati makan malamnya.
“Catherine, ingin melihat Tuan Laurent dan pulang ke ruamhnya” Penelope berbicara pada keduanya.
“Pulang? Mengapa” Adrian heran mendengar Odelia yang ingin pulang.
“Bukankah lebih baik ia di sini” Davian menambahkan.
“Mungkin Catherine merindukan rumahnya”
“Aku sudah membujuknya untuk tetap di sini” Penelope menggelengkan kepala.
Ael menuruni anak tangga dengan Odelia di tanganya, teman-temanya terkejut melihat ini termasuk Calix terheran.
“Lihat itu” Penelope tidak berdaya dengan keinginan Odelia untuk pulang.
“Aku ingin melihat Tuan Laurent” Odelia menatap Adrian.
“Baiklah” Adrian bangkit dari kursinya, membuka pintu kamar Tuan Laurent.
“Akan ku carikan kereta” Davian pergi mencari kereta untuk membawa Odelia serta Penelope.
Ael memasuki kamar bersama Odelia kemudian Penelope, di belakang mereka Adrian menatap cemburu pada Ael namun ia harus tenang. Tuan Laurent tengah membaca buku bersandar pada kepala tempat tidur menutup bukunya melihat kehadiran mereka, Ael menurunkan Odelia di samping tempat tidur.
“Catherine”
“Maafkan ku sebagai pria dewasa tidak melindungi kalian berdua dengan baik” Tuan Laurent memegang tangan Odelia dengan erat ia merasa telah gagal melindungnya serta Penelope.
“Tidak apa, Tuan. Anda dalam kondisi yang baik itu sudah cukup” Odelia menenangkan Tuan Laurent.
“Ya, itu benar” Penelope menangis.
“Apa kalian terluka parah? Tunjukan pada ku” Tuan Laurent khawatir.
“Hanya goresan di sikut dan lutut ku, hanya luka kecil Tuan” Penelope berbohong.
“Benar, hanya luka ringan” Odelia mengangguk. Adrian tersenyum mendengar kedua sahabat ini menutupi luka yang mereka dapatkan untuk kakeknya.
“Kalian istirahatlah dengan baik hingga kembali pulih”
“Jangan hiraukan toko, semua sudah di tangani Elio” Tuan Laurent menatap tegas pada Odelia serta Penelope.
“Baik, Tuan” Kedua tertawa dengan peringatan di wajah Tuan Laurent.
Davian mendapatkan kereta untuk mengantar keduanya kembali ke rumah Catherine, mereka pun berpamitan pada Tuan Laurent. Odelia masih di bantu oleh Ael untuk menaiki kereta ia pun mengikuti kereta menggunakan kudanya dan membantu Odelia masuk ke dalam rumah dan kamarnya untuk istirahat.
......................
Warna-warni bunga bermekaran menghiasi kota, langit tanpa awan dengan angin musim semi membawa terbang dedaunan.
Tak terasa sepakan telah berlalu dari perampokan di hutan pinus, Odelia telah pulih dari luka-luka yang di alaminya. Membaca buku di ayunan balkonnya.
“Hari yang indah, Cath”
“Penelope menitipkan ku ini” Adrian menyapanya saat duduk di kursi dekat ayunan, meletakan botol yang di bawanya.
“Terimakasih” Odelia tersenyum dan mengambil botol salep di meja.
“Luka mu telah mengering?” tanya Adrian melihat botol di tangan Odelia.
“Ya, ini untuk menghilangkan bekasnya” Odelia berusaha membuka tutup botol itu namun ia kesulitan.
“Biar ku bantu” Adrian duduk di samping Odelia, ia pun memberikan botol padanya.
Adrian dengan mudah membuka tutup botol, melihat itu Odelia merasa tidak adil. Adrian meletakan botol di meja, memegang tangan Odelia dan menggulung lengan gaunya memperlihatkan bekas sayatan di tanganya.
“Ku lakukan sendiri” Odelia ingin melakukanya sendiri.
“Penelope biasa membantu kan? Biar ku gantikan tugasnya kali ini” Adrian mengambil gel di botol dengan jarinya, mengoleskan perlahan setiap luka di tangan Odelia. Adrian menyelipkan rambut di dahi Odelia pada telinganya memperlihatkan luka di hadinya, dengan lembut mengoleskan gel pada lukanya.
“Dimana kipas yang sering Penelope gunakan?” Adrian pernah melihat Penelope mengipasi luka memberikan sensasi dingin.
“Mungkin di kamarnya” Odelia pun tidak mengetahui dimana Penelope biasa meletakannya.
“Ah.. aku tidak mungkin masuk ke kamarnya” Adrian memejamkan matanya.
“Tentu saja” Odelia memahaminya.
“Gunakan cara lain” Adrian memikirkan suatu cara.
“Bagaimana?” Odelia penasaran dengan solusi Adrian.
“Meniupnya” jawab singkat Adrian, kemudian memegang tangan Odelia. Meniup perlahan setiap luka di tanganya membuat Odelia merasa geli dan tertawa ringan berusaha menarik tanganya, namun Adrian menahanya terus meniup dan menggoda Odelia.
Setelah meniup semua luka di tangan Odelia, Adrian akan meniup luka di dahi Odelia.
Odelia terkejut spontan menghindar, Adrian melihat Odelia yang menghindar sedikit kecewa di hatinya.
“Rambut mu akan menempel pada luka di dahi mu, Cath” Adrian mengingatkan Odelia.
Mendengar itu ia teringat Penelope yang memarahinya karena membiarkan rambutnya menempel pada luka yang telah di olesi gel, ia menatap Adrian setuju dengan tindakan Adrian. Melihat wajah Odelia, Adrian merapihkan rambut Odelia meniup perlahan di dahinya, melirik bulu mata indah Odelia yang bergetar saat dirinya meniup luka ini Adrian tersenyum.
Keduanya sangat dekat satu sama lain, karena tubuh tinggi dan tegap Adrian membuat kursi ayunan terlihat sempit hanya di isi keduanya. Adrian mengecup wajah Odelia membuatnya terguncang akan terjatuh dari ayunan, Adrian segera memeluk dan duduk di pangkuannya. Mereka saling menatap satu sama lain, Adrian memegang wajah Odelia mencium bibirnya dengan lembut dan perlahan. Odelia memejamkan matanya mengingat pertama kalinya ia berciuman dengan Adrian dengan kehangatan di tanganya serta lembutnya mereka berciuman.
Odelia mendorong tubuh dada Adrian dengan kedua tanganya menghentikan perasaan indahnya, Adrian menatap bingung pada Odelia.
“Sejak kapan kamu menyukainya, Ian?” Odelia menatap Adrian mencari jawaban di matanya.
“Siapa?” Adrian tidak memahami pertanyaan Odelia.
...----------------...