Kau Hancurkan Hatiku, Jangan Salahkan aku kalau aku menghancurkan Keluargamu lewat ayahmu....
Itulah janji yang diucapkan seorang gadis cantik bernama Joana Alexandra saat dirinya diselingkuhi oleh kekasihnya dan adik tirinya sendiri.
Penasaran ceritanya???? Yuk kepo-in.....
Happy reading....😍😍😍😍
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Cahyaning fitri, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 15 : Call Me Daddy
“Iya, Mih. Papi ke luar kota karena urusan pekerjaan!”
“Iya. Maaf, papi nggak ngasih kabar?”
“3-4 hari lah,”
“Iya, Mih. Papi akan jaga kesehatan. Mami tenang saja di sana, okey?”
“I love you too!”
-
-
Joanna mencebikan bibirnya mendengar percakapan Bram dan Rosa di telepon.
I love you.
Bahkan Bram sama sekali tidak pernah mengatakan kata keramat itu padanya. Tapi pada Rosa, suaminya itu benar-benar menjadi sosok suami yang berbeda.
Suamiable kata emak-emak jaman sekarang.
Setelah mengakhiri panggilannya, Bram menghampiri istrinya yang tengah berdandan di depan cermin. Pria tampan itu berdiri di belakang istrinya yang tengah memoles wajahnya dengan bedak.
Cantik.
Bram merasakan detak jantungnya berpacu lebih kencang setiap kali memandang Jo. Kecantikan dan keseksian gadis muda itu bagaikan racun yang memikatnya, membangkitkan hasrat yang sudah lama terkubur. Di usianya yang matang, ia tak menyangka akan kembali merasakan gairah remaja. Orang bilang puber kedua.
Terdengar menggelikan memang. Tapi itulah faktanya. Dia benar-benar merasa muda kembali. Seperti anak kuliahan yang sedang jatuh cinta.
“Cantik nggak?” tanyanya pada Bram memperlihatkan dress cantik yang dipakainya.
“Cantik,” sahut Bram menatapnya tak berkedip melihat penampilan istri keduanya.
“Ini hadiah ulang tahun ku satu Minggu yang lalu, sebelum aku ketemu Om?” aku Jo, mengulas senyum manis.
“Dari siapa?” tanya Bram mengusap lembut lengan istrinya. Lalu mendaratkan kecupan di pundak Jo yang terbuka.
“Dari kapten Tyo. Bagus nggak aku pakai?” tanya Jo.
Bram mengamati gerak-gerik Jo yang sedang menyesuaikan dress tali spaghettinya. Sorot matanya tajam, tangan kanannya menggenggam erat, membayangkan bisa saja meninju dinding. Dari tatapan marahnya, jelas ia tidak menyukai melihat tubuh Jo yang kini terbalut pakaian dari pria lain. Nafasnya naik turun, membuahkan kemarahan yang sesak di dadanya.
Lalu tiba-tiba….
Srekk….
“Om, kenapa dirobek?” jerit histeris Jo.
“Lebih baik kamu telanjang daripada harus memakai pakaian yang diberikan pria lain?” kata Bram, menohok.
“Stop, Om!” seru Jo.
“Saya nggak akan berhenti sebelum pakaian ini terlepas dari tubuh kamu?”
Bram tak berhenti mengoyak pakaian yang Jo kenakan hingga rusak tak beraturan. Jo berusaha menghentikan tangan suaminya yang tak berhenti merobek pakaiannya. Namun percuma, pakaian itu terkoyak tak berbentuk.
Bram membuangnya langsung ke tempat sampah. Membuat gadis itu mengumpat perbuatan suaminya.
Namun Bram tidak menggubris umpatan kesal Jo. Pria itu justru membopongnya seperti karung beras.
“Om mau apa? Turunkan aku….!” teriak gadis itu saking kesalnya.
Bram sama sekali tidak menuruti perintah istri kecilnya itu.
Tubuh Jo semakin memberontak, kakinya menendang-nendang, minta diturunkan. Dan….
Brukk….
Bram tiba-tiba saja menjatuhkan tubuh sang istri dari gendongannya.
“Auwww!” pekik gadis itu.
Jo merasakan nyeri yang menggigit di pinggangnya, pelan ia berdiri, sambil tangan kanannya meraih daerah yang terasa menyengat itu. Dia terguling lemah di atas karpet yang biasanya lembut di bawah tubuhnya. Sementara itu, Bram dengan ekspresi dingin dan mata yang tak berkedip, mulai meloloskan kancing kemejanya satu demi satu. Setiap kancing terlepas menambah suara hening yang memekakkan di dalam kamar tersebut.
“Kenapa Om menjatuhkanku?” kesal Jo, melotot tajam.
“Kamu minta diturunkan kan?” katanya tanpa merasa bersalah.
“Tapi tidak dijatuhkan juga kan?” geram gadis itu.
Dalam hati Jo kesal bukan main. Tangan Jo mengepal, ingin rasanya menjambak rambut pria itu. Tapi dia ingat, kalau pria itu kini adalah suaminya.
Dan yang membuat matanya membelalak adalah suaminya melolosi pakaiannya satu persatu, hingga top less seperti bayi baru lahir.
Mau apa dia? gumam Jo dalam hati.
Sebelum Jo bereaksi, Bram sudah membopong tubuh istrinya seperti koala, dan mendudukkannya di pinggiran jendela kaca besar yang menampilkan pemandangan kota malam hari.
Mereka saling bertatapan mata. Bram bisa melihat raut wajah ketakutan pada wajah istrinya.
“Kamu itu istri saya. Jadi mulai hari ini, jangan pernah menerima pemberian barang ataupun hadiah dari pria lain selain saya? Jika kamu mau baju, tas, sepatu atau apapun itu, gunakan uang yang saya transfer ke rekening kamu. Jika kurang, minta pada saya. Paham?” sentak Bram, tegas.
Jo mengangguk patuh.
Namun jujur, dia merinding mendengar kata-kata suaminya. Itu memang ancaman, dan cukup menakutkan bagi gadis muda itu.
Bram membelai rambut Jo, membuat gadis itu menggelinjang kegelian.
Emmmmmppphhh….
Jo melenguh kecil saat Bram mengulum bibirnya dengan penuh gairah. Kedua tangan Jo mengalung di leher suaminya. Dan bibir keduanya saling menaut.
Jo yang hanya memakai bra, dengan mudah Bram meremas dan memainkan dua melon kesukaannya. Rasanya sangat pas ia genggam di tangan. Lalu melolosi satu-satunya kain yang melekat di tubuh istrinya. Kini mereka sama-sama dalam keadaan top less.
Jari-jari Bram dengan lembut dan piawai menari-nari di kulit halus sang istri, mengeksplor setiap lekuk tubuhnya yang menggoda. Setiap sentuhan membawa gelombang kenikmatan yang memabukkan, mengundang desahan-desahan lembut yang meluncur dari bibir mungilnya, seakan setiap napasnya adalah nyanyian asmara yang menggema di ruangan itu.
“Ohhh….!” lenguh Jo menatap suaminya sayu.
“Kamu suka?”
“Suka. Lebih dalam, Om?” ucap Jo, liar. Mulutnya terbuka dengan racauan liarnya.
“Touch me, uncle. Touch your wife?” racaunya.
“What do you like from my body?”
“Everything. Everything in your body, I like it! Fuck me. Fuck me, Om!”
Shane terkekeh kecil mendengar racauan istri kecilnya yang sangat liar. Dia sangat senang mendengarnya.
“Malam ini kita akan menghabiskan malam yang panjang?” bisik Bram ditelinga istrinya, lalu diakhiri dengan gigitan kecil dicuping istrinya.
Bram langsung membawa Jo ke tempat tidur, dan membaringkannya di sana.
Bram memandangi wajah cantik sang istri yang sudah memerah seperti kepiting rebus, tangan suaminya membelai wajah istrinya, lalu mendaratkan ciuman di bibir istrinya.
“Om, malam ini biarkan aku yang memimpin?” Jo mengusap lembut milik suaminya yang sudah tegak kokoh dan menantang.
“Tidak usah. Malam ini biarkan saya yang memimpin….?” kata sang suami menyesap ceruk leher istrinya.
“Call me, Daddy. Jangan panggil Om lagi? Saya suami kamu, Sayang?” ucapnya, membuat gadis cantik itu menatap mata Bram dengan bahagia.
“DADDY?” ucapnya, “DADDY,” ulangnya lagi.
“Good girl.” Ucap Bram mengecup kening istrinya dengan lembut. Lalu beralih ke tangan Jo, menciuminya dengan gemas.
“Nikmati, Sayang?”
Jo hanya menganggukkan kepalanya, pasrah. Terserah apa yang akan suaminya lakukan pada tubuhnya, ia hanya memejam erat sambil menikmati sentuhan-sentuhan itu.
Tangan besar sang suami mengangkat kedua kakinya, dan meletakkannya ke pundak. Jo bisa merasakan saat milik sang suami memasuki bagian inti tubuhnya. Jo menelan salivanya kasar.
Beberapa kali Bram berusaha memasukkannya, tapi meleset terus. Padahal ini bukan yang pertama kali. Mereka sudah beberapa kali melakukannya. Mungkin karena milik suaminya yang terlalu besar dan panjang.
“Ahhhh, kenapa milik mu sempit sekali, Honey?” Bram mendesis kecil mengalami kesulitan saat memasukkan kebanggaannya.
“Come on, Daddy. Aku tidak tahan!” racau Jo begitu binal.
Sang suami berusaha lagi, setelah beberapa menit, akhirnya kebanggaannya itu masuk sempurna, amblas dalam kenikmatan. Mentok, membuat Jo kelojotan.
“Ah, terusssssss!” jeritnya.
“Lebih cepat…..!”
Bram mulai menambah kecepatannya, membuat istrinya berteriak-teriak kenikmatan. Untung kamar rumah Jo sudah dipasangi peredam suara, jadi aman dari telinga-telinga orang lain.
Tangan keduanya saling bertaut, Bram yang berada di atas leluasa menikmati kecantikan istri kecilnya yang sangat cantik. Belum lagi pipi Jo yang bersemu merah, mampu membangkitkan singa yang tertidur lama dalam dirinya.
Tempo semakin cepat, tubuh istrinya yang cantik itu langsung bergetar, semangat dalam diri pria matang itu langsung menyala-nyala.
Mata Jo langsung terpejam saat badai kenikmatan melandanya. Pelepasannya berhasil ia raih. Nafasnya tersengal-sengal, matanya nampak sayu, menikmati badai kenikmatan itu.
“Pelan, Dad!”
“No, malam ini, aku akan membuatmu melayang sampai ke langit ke tujuh!” kata Bram, sudah mengganti panggilan saya jadi aku ke sang istri.
Dan memang, setelah momen singkat kebebasan yang dirasakan Jo, Bram dengan kelembutan sekaligus keganasan memutarnya, mendesaknya dalam posisi menungging. Tanpa ampun, Bram mendominasi, memporak-porandakan batas-batas kepuasan Jo, membawanya mengerang dalam puncak kenikmatan yang tiada tara. Bram, dengan keberanian seorang penjelajah, menguji setiap sudut ruang, dari dapur yang penuh aroma makanan, ruang TV yang semarak, sofa di kamar mereka yang lembut, hingga ke balkon yang terbuka, tempat di mana mata dunia seolah terpaku, menciptakan sensasi dan adrenalin yang meluap-luap.
Bram membawa kembali tubuh Jo masuk ke dalam, dan meletakkannya dengan lembut di atas kasur. Berkali-kali ia menghujamkan miliknya ke milik sang istri, membuat gadis itu nampak pasrah dan menerimanya setiap hujaman demi hujaman yang suaminya berikan. Hingga keduanya sama-sama bergetar, dan sama-sama mencapai puncak pelepasan yang nikmat.
Terbitnya matahari adalah akhir dari pertempuran keduanya di atas tempat tidur.
TBC....
Komen, komen, komen....