Persahabatan Audi, Rani dan Bimo terjalin begitu kuat bahkan hingga Rani menikah dengan Bimo, sampai akhirnya ketika Rani hamil besar ia mengalami kecelakaan yang membuat nyawanya tak tertolong tapi bayinya bisa diselamatkan.
Beberapa bulan berlalu, anak itu tumbuh tanpa sosok ibu, Mertua Bimo—Ibu Rani akhirnya meminta Audi untuk menikah dengan Bimo untuk menjadi ibu pengganti.
Tapi bagaimana jadinya jika setelah pernikahan itu, Bimo tidak sekalipun ingin menyentuh, bersikap lembut dan berbicara panjang dengannya seperti saat mereka bersahabat dulu, bahkan Audi diperlakukan sebagai pembantu di kamar terpisah, sampai akhirnya Audi merasa tidak tahan lagi, apakah yang akan dia lakukan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mama reni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab Dua Puluh Tiga
Pagi hari yang cerah, sinar matahari menyelinap lembut ke dalam kamar Bimo. Suara burung pipit yang berkicau di luar jendela seakan menyambut harinya dengan ceria. Namun, suasana di dalam hati Bimo jauh dari ceria. Dia membuka matanya, memandang langit-langit kamar yang sepi. Tidak ada suara tawa Audi yang biasanya memanggilnya untuk sarapan. Hanya ada hening dan kesepian yang menyelimuti.
Bimo bangkit dari tempat tidur, mengusap wajahnya yang masih berat. Dia melangkah menuju dapur, merasakan aroma kopi yang menggoda. Sambil menyeduh kopi, pikirannya kembali melayang kepada Audi. Sosok wanita yang telah menjadi bagian terpenting dalam hidupnya, kini hanya tinggal kenangan.
"Selamat pagi, Bim!" suara Audi terngiang lembut di telinganya. Dia bisa melihat senyumnya yang manis, rambut panjangnya yang terurai indah.
Bimo bergetar sejenak. "Apa yang salah denganmu, Bimo?" tanyanya pada diri sendiri. Dengan cepat, dia mencoba mengusir bayangan itu dan menyiapkan sarapan sederhana: roti bakar dan selai. Namun setiap langkahnya terasa berat. Roti bakar yang masih hangat pun tak ada rasa. "Mau ditambahkan apa lagi, Audi?" bisiknya sambil tertawa getir.
Matahari semakin tinggi, dan aroma kopi kian menyengat. Bimo mengangkat cangkirnya, menatap isi dapur yang kosong. Hatinya merindukan kehadiran Audi yang selalu menemani saat-saat seperti ini.
Rumahnya semakin terasa sepi karena Ghita di bawa mama ke rumahnya dengan bibi juga. Hanya tinggal Bimo dan pembantu yang satu.
Bimo mengingat tawa Audi jika bersama Ghita putrinya. Keduanya seperti serempak menghukum, Audi pergi dan Ghita tak mau digendongnya. Anaknya itu akan menangis jika dia mau menggendongnya.
Namun, pagi ini, tawa itu tak ada. Hanya ada keheningan yang menyakitkan. "Bisa enggak sih, kamu berkomitmen untuk tidak mengabaikanku?" suara Audi bergetar dalam ingatannya. Bimo menunduk, tak dapat menjawab. Segala kesalahan yang dia buat merayapi pikirannya.
Mata Bimo tiba-tiba berkaca-kaca. Dia menaruh cangkir kopinya di meja, lalu beranjak pergi. "Hari ini tidak ada sarapan," gumamnya pada diri sendiri. Dia mengambil tas kerja dan melangkah keluar, meninggalkan dapur yang sepi.
***
Di kantor, Bimo duduk di mejanya yang seharusnya penuh dengan tumpukan pekerjaan. Namun, kali ini, pikiran Bimo benar-benar terfokus pada satu hal: Audi. Setiap kali dia mencoba membaca dokumen, bayangan wajah Audi selalu menghalangi.
"Pak Bimo! Apakah semua berkas ini udah selesai?" tanya Yanti, sekretarisnya. Namun, Bimo hanya mengangguk tanpa semangat. “Pak Bimo! Apakah Bapak sakit?" Yanti mengamati dengan cemas.
Bimo hanya memaksakan senyum, tapi di dalam hatinya, ada perasaan kosong yang tak tergantikan. “Enggak, Yan. Aku baik-baik saja,” jawabnya seadanya. Namun, Yanti tampak tidak percaya.
“Jika memang Bapak sakit, lebih baik istirahat karena tidak ada juga yang benar-benar penting untuk dikerjakan!"
"Terima kasih, Yan. Aku tak apa!"
"Baiklah, Pak. Saya juga harus permisi," ucap Yanti. Dia lalu pamit dan keluar dari ruangan itu.
Bimo mencoba kembali ke tumpukan pekerjaannya, tetapi semakin dia berusaha, semakin terang bayangan Audi menari-nari dalam pikirannya. Bimo ingat dulu sering membuat kejutan untuk Audi, sebelum dia mengenal Rani.
"Bimo, kamu bawa kado buat aku ya?" Audi bertanya dengan penuh rasa ingin tahu, saat itu. Bimo tidak butuh waktu lama untuk mengangguk sambil tersenyum lebar. “Iya, pasti! Pasti hadiah ini akan sangat mengejutkan kamu,” jawab Bimo santai.
Tapi, semua berubah. Apa lagi sejak mereka menikah. Bimo merasa jika Audi yang menjadi salah satu penyebab istrinya meninggal.
Suara telepon di mejanya mengguncang angan-angan Bimo. Dengan enggan, ia mengangkat ponselnya. Ternyata, itu pesan dari teman-temannya yang mengajak berkumpul. Dia mengabaikan pesan itu. Tidak ada minat untuk berkumpul.
Di dalam hati, Bimo merasa semakin tertekan. Dia membaca beberapa pesan yang tak dijawab dari Audi sebelum mereka berpisah. Semua pesan itu penuh dengan harapan, tetapi diabaikan oleh Bimo yang terjebak dalam rutinitas kerja dan rasa bencinya pada gadis itu.
Kepalanya kini berat, dan dia tidak bisa lagi fokus. Mungkin inilah saat yang tepat untuk menyudahi semua ini. Bimo berdiri, membiarkan dokumen-dokumen itu tergeletak begitu saja. "Aku butuh udara segar," gumamnya sebelum keluar dari ruangan.
***
Di luar kantor, Bimo mengambil napas dalam-dalam, mencoba mendinginkan pikirannya. Jalan yang dipenuhi gedung-gedung tinggi tak pernah terasa sepi seperti ini. Dia melangkah tanpa tujuan, memperhatikan aktivitas orang-orang di sekelilingnya. Pasangan muda terlihat berpegangan tangan, tertawa bahagia. Seketika, hati Bimo bergetar.
Di salah satu kafe dekat kantor, Bimo melihat seseorang yang sangat mirip dengan Audi duduk sendirian. Tanpa sadar, dia mendekat. Hatinya berdebar-debar, berharap itu Audi. Namun, si wanita memalingkan wajah dan Bimo hanya melihat punggungnya. Rasa kecewa menyergapnya.
"Audi, dimana kamu?" tanya Bimo dalam hatinya.
Yang paling berat di dunia ini adalah penyesalan, karena sesuatu itu tak mungkin dapat kembali lagi. Aku pernah menyia-nyiakan orang yang tulus dan ikhlas dan kini aku menyesalinya.
***
Selamat Siang. Sambil menunggu novel ini update bisa mampir ke novel teman mama dibawah ini. Terima kasih.
Judul: Ternyata Suamiku Masih Muda
Author: LichaLika
Sehari sebelum menikah, Dinda dikejutkan dengan kedatangan seorang wanita yang mengaku hamil anak dari calon suaminya. Sungguh, perasaan gadis itu hancur berkeping-keping mendapati calon suaminya telah berselingkuh dengan wanita lain.
Tanpa pikir panjang ia pun membatalkan rencana pernikahannya yang sudah 99 persen rampung. Sejak kejadian itu, Dinda menjadi frustasi, gadis itu tak seceria dulu, ia menjadi sosok pendiam dan tidak terlalu banyak bicara. Bahkan ia tidak peduli jika dirinya akan dinikahkan dengan seorang laki-laki pilihan keluarganya. Yang ada dalam pikirannya hanya kekecewaan dan ketidakpercayaannya terhadap cinta.
Pengkhianatan itu membuat Dinda menjadi sosok yang ketus dan kasar. Pernikahan pun terjadi, siapa sangka jika Dinda akhirnya menikah dengan seorang pria tua yang kaya raya, Dinda bahkan tidak mau tahu apapun tentang suaminya, baginya hidupnya sudah hancur karena pengkhianatan itu.
Sampai suatu ketika Dinda mengetahui tentang rahasia besar suaminya yang ternyata masih muda, Lantas, apa yang akan Dinda lakukan? Apakah ia akan tetap membenci suaminya atau justru dirinya malah jatuh cinta kepada sang suami yang selama ini ia anggap Kakek tua!
dri kue brownis lngsung turun ke hati .../Facepalm//Facepalm//Kiss/
Bu Dewi seperti bisa jadi mama mertua yang baik untuk menantunya... Dan Daniel juga tipe suami yang hangat untuk keluarga nya...
😆😆😆😆
selamat bahagia ya Bimo karena telah membuang batu berlian untuk Daniel...