*Dijamin TAMAT karena isi cerita telah dibuat dan hanya dikirimkan secara berkala
Mengira bahwa Evan–suaminya hendak membunuhnya, Rose memilih menyerang pria tersebut. Tanpa tahu bahwa Evan berupaya melindungi Rose biarpun tahu bahwa dirinya akan meninggal di tangan istrinya sendiri.
Penyesalan selalu datang belakangan, namun hadir kesempatan untuk memperbaiki garis nasib yang mengikatnya dalam bayangan cinta dan dendam. Rose kembali mengulangi kehidupannya, satu demi satu disadarkan dengan bunga tidur misterius.
Mempraktekkan intrik dan ancaman, menemukan pesona sihir untuk memutus tali asmara yang kusut antara Rose dan Evan yang menjadi suaminya di kehidupan lama dan sekarang. Apakah ia akan berhasil membalik takbir yang telah ditentukan oleh Dewa, atau malah gagal melakukannya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Carolline Fenita, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 29 - Revenge
Edbert Vollerei tahu bahwa sekali ia mengutus pengawal bayangannya mencari tahu obat yang dimaksud oleh pangeran kedua kemarin, bisa jadi ia menemukan kebusukan dari istrinya.
Antara menjebak atau dijebak ?
Angin sepoi-sepoi meniup rambut lepas Edbert, dan senyum di wajahnya berangsur angsur menghilang. Dengan gerakan kecil, pengawal bayangannya sudah muncul di depan.
Pengawal itu telah mengikutinya dengan tulus semenjak diselamatkan dari tragedi yang memusnahkan keluarganya.
Dipandanginya brokat dan jubah serba hitam pria tersebut. Memutuskan untuk tidak langsung menyuruh ke hal yang diinginkannya, "Apakah gerakan kita berhasil membuat pertahanan Putra Mahkota goyah?"
Pengawal bayangan dengan suara datar berkata, "Ya, Tuan. Putra Mahkota bahkan membelah prajurit yang bersisakan empat ratus orang menjadi tiga ratus saja."
Suruhannya masih memaparkan apa saja yang diketahui olehnya, "Sembilan puluh prajurit mengurus pemukiman campuran ras. Kemudian dua bangsawan dan sepuluh prajurit kembali membawa kabar penyerangan."
"Sisa tiga ratus prajurit bersamanya ke daerah Belize, putra mahkota bersama empat bangsawan yang sering berpergian bolak balik antar perbatasan memimpin perjalanan agar tetap berjalan dengan baik."
Belum merasa yakin, Edbert berkata, "Apakah mereka tidak menunggu bala bantuan? Bukankah membawa hanya 300 prajurit cukup berisiko apabila terjadi sesuatu?"
Pengawalnya menggeleng tegas, bermakna bahwa Pangeran Mahkota tidak duduk diam di pemukiman tersebut.
Setelah berpikir cermat, Pangeran Keempat menemukan jawabannya. Kala itu pasti suruhannya berniat membantai pemukiman tersebut, apabila Pangeran Mahkota bersikeras mendirikan perkemahan bersebelahan akan terjadi hal yang tidak diinginkan.
Dengan kondisi terdesak, dia pasti terpaksa melanjutkan perjalanan hingga sampai di batas daerah antara Vollerei dengan Bezile. Tidak lupa dia mendiskusikan pada penjaga bayangan untuk meneruskan pesan kepada utusannya terkait gerakan Pangeran Kedua yang ikut berniat menghabisi nyawa Aethel Raven Vollerei.
"Baik, biarkan dua bangsawan dan sepuluh prajurit itu kembali. Kita lihat bagaimana keputusan Ayahanda nantinya."
Matanya berkilat memancarkan niat membunuh. Masih teringat olehnya bagaimana sang Ibu meregang nyawa. Lumuran darah di lantai dan sikap Ayahnya yang acuh tak acuh terhadap Ibu Kandungnya melahirkan secercah kebencian.
Kedengkian di hatinya menyatu dan membuatnya kewalahan setiap bertambahnya umur.
Kecemerlangan Putra Mahkota semakin membuat pria tersebut bersinar. Sebanyak apapun usaha pangeran keempat mengimbanginya, tetap saja ia selangkah di belakang di mata Ayahandanya. Tiada gelar atau penghargaan apapun untuk pencapaian yang ia lakukan, hanya Aethel lah yang terus dielu-elukan.
"Baik tuan," balas pengawal di sela sela pemikiran Edbert.
Melihat Tuannya duduk diam dan belum merespon, dia masih berdiri di tempat. Menunggu perintah untuk pergi.
Pangeran Keempat dengan wajah bengis mengingat dendamnya berubah menjadi wajah sendu. Sekarang, dia malah menemukan salah satu sumber penguatnya berisiko meracuni fisiknya dalam jangka panjang.
Edbert tidak bisa tidak menoleh ke tirai tidur yang berkelambu di belakangnya, sebelum kembali menatap ke arah pengawal bayangan.
Pengawal bayangan menatap sudut bibirnya yang dingin, dan rasa tak tertahankan melintas di hatinya. Dia notabene adalah seorang pengamat, dengan kritis menyaksikan rencana tuannya selangkah demi selangkah. Tapi sekarang dia melihat Pangeran Keempat memasang wajah murung, lebih berat dibandingkan ekspresi biasanya.
Pengawal bayangannya menyadari bahwa dibalik ketegasan dan kebengisannya, hati sang Pangeran bagaimanapun tetap selunak lelembut. Tatapannya sama seperti pandangan yang dulu ia sematkan ketika melihat keluarganya dibunuh tepat di depan matanya.
Mereka yang tenggelam dalam rasa bersalah dan sakit karena ditinggal orang terkasihnya paling tahu perasaan ini. Ketika darah musuh perenggut kebahagiaan satu satunya berlumuran di tangan, hati menjadi gembira. Pada saat yang sama, seseorang akan kehilangan belas kasih dalam dirinya sendiri dan semakin tenggelam ke dalam.
Apa gerangan yang dilihat tuanku tadi di belakang ?
nanti pasti lanjut kok baca nya...
kpn2 mampir ya, ke akun baru ku @ehsanarizqi ..
meluncur untuk mu
enak di baca tanpa di komentari