NovelToon NovelToon
Desa Terkutuk

Desa Terkutuk

Status: sedang berlangsung
Genre:Horor / Rumahhantu / Kutukan / Kumpulan Cerita Horror / Hantu / Roh Supernatural
Popularitas:4.3k
Nilai: 5
Nama Author: Ady Irawan

Ini adalah kisah nyata yang terjadi pada beberapa narasumber yang pernah cerita maupun yang aku alami sendiri.
cerita ini aku rangkum dan aku kasih bumbu sehingga menjadi sebuah cerita horor komedi.
tempat dimana riyono tinggal, bisa di cari di google map.
selamat membaca.
kritik dan saran di tunggu ya gaes. 🙂🙂

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ady Irawan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Masih Lanjut Kok Ceritanya

1

Kami berlari sekuat tenaga menuju arah pos jaga. Namun sepertinya kami tidak sampai sampai juga. Seolah pos itu semakin menjauh. Orang yang berjongkok tadi, kini dia mulai berdiri.

Busyeet. Saat dia berdiri, tinggi orang itu setinggi pohon bambu yang ada di belakang pos ronda.

Matanya merah menyala. Gigi taring mencuat dari bawah ke atas dan sebaliknya. Tubuhnya penuh bulu hitam legam. Dia masih jauh dari kita. Namun kami bisa mencium bau dari arah sosok itu. Bau busuk dan anyir yang sangat menusuk.

“Gimana ini?” tanya Angga. “Di arah belakang ada Bogel kesetanan. Di depan ada....”

“Gendruwo.” Sahutku. “Ngga. Kamu kan bisa mengaji. Coba kamu bacakan ayat-ayat yang kamu hafal”

“Ha? Mau apa?” tanya dia.

“Aku perhan di nasehati sama ustaz Fatkhur Rohman. Kalau kita diganggu setan. Kita harus membaca doa. Supaya setan itu tidak mengganggu kita lagi.”

“Baik.” Kata Angga. “Audzubullah.....” dan Angga membacakan doa pengusir setan.

Gendruwo itu melangkah mundur, hanya selangkah saja.

Melihat itu. Kami menjadi sangat yakin dengan saranku. Kami maju pelan-pelan, dan Angga tetap membaca doa-doa nya.

Ajaib. Pos jaga yang kami tuju yang sedari tadi tidak bisa kami jangkau. Kini tiba-tiba saja kami bisa kesana dalam waktu beberapa detik saja.

Gendruwo itu masih ada. Namun tidak mendekati kami, dia hanya memperhatikan kami.

“Jangan tatap matanya.” Kataku. “Belok kiri, nanti sudah dekat rumahku.”

Kami berjalan setenang mungkin. Berusaha tidak menarik perhatian Gendruwo itu, supaya tidak marah dan mengejar kami.

Saat berbelok ke arah kiri. Alangkah terkejutnya kami saat itu. Karena disana ada dua orang berpakaian serba hitam, memakai blangkon hitam. Berkumis lebat. Matanya melotot kearah kami.

Itu Pak Ponijan. Dan di sebelahnya Pak Bejo. Bapaknya Ayu dan Bogel sekarang menghadang kami.

“Kenapa kalian bisa ada disini?” tanya Pak Ponijan.

“Seharusnya kami yang bertanya. Sedang apa kalian masih ada di desa kami?” kataku. “Bukankah kalian seharusnya sedang pergi ke Ponorogo?”

Seolah tidak mendengar pertanyaanku. Pak Bejo malah balik nanya lagi.

“Mana anakku? Bukankah kalian seharusnya berada disana bersama Dia? Dia membutuhkan kalian, terkusus kamu Efi. Kamu sangat di butuhkan untuk ritual itu.”

“Maksud bapak apa? Kamu mau mengorbankan nyawa Efi? Untuk apa? Dan kamu Pak Ponijan. Kenapa kamu diam saja? Ayu juga mau di korbankan oleh mereka.”

“Hahaha. Ponijan tidak berani melawanku. Ponijan tunduk kepadaku. Dia tidak berani melawan kata-kataku. Bukan begitu Pak Ponijan?”

Pak Ponijan hanya diam saja. Tatapan matanya kosong. Tidak ada reaksi apapun darinya. Bahkan setelah mendengar nama anaknya aku sebut telah di korbankan.

Di korbankan? Untuk apa? Ilmu hitam? Ilmu kebal? Benarkah dia sesakti seperti kata Bogel?

“Cepat kembali ke tempat anakku. Kalau tidak kalian akan...”

“Akan apa? Lihat, sekarang kita berada di pos jaga. Mas Andri sekarang berada di dalam. Aku teriak sedikit dia pasti bangun, dan dia akan menangkap kalian.!” Ancamku.

“Bwahahahahahahaha!! Kau membuatku sakit perut nak! Lihat sekelilingmu.!”

Aku pun menurutinya. Kulihat sekelilingku, tempat ini memang berada di dekat pos jaga. Namun ada yang aneh. Semuanya tidak bergerak. Bahkan api yang menyala di lampu templek yang tertempel di dinding depan pos jaga.

Angin? Tidak ada hembus angin sama sekali!

Yang bergerak adalah. Kami berlima, mereka berdua. Dan... Sosok Gendruwo yang berada di dekat pos ronda. Dia tidak mendekat, namun memperhatikan kami.

“Namanya Grandong. Anak yang aku taklukan di dekat ringin kembar.” Kata pak Bejo saat aku melihat mahkluk tersebut. “Bukankah Dwi Pangga sudah cerita ke kalian?. Dia diam sejenak. “Oh, aku lupa. Kalian tidak percaya apapun yang dia ceritakan. Ya kan?

Benar kata anakku. Kalian memuakan. Suka seenaknya. Dan tidak peduli dengan orang lain.”

Suasana sangat runyam gaes. Aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan. Namun, saat pikiranku buntu. Angga melantunkan ayat-ayat dari dalam kitab suci kami.

“Bismillahirohmanirohim. Seterusnya. Allahu la Ilaha Illa huwal hayyul qayyum. Seterusnya dan seterusnya.”

Gendruwo itu tiba-tiba berteriak kesakitan. Aku melihatnya dengan jelas. Sosok itu terbakar bagian mukanya. Dan sesaat kemudian itu pula dia menghilang. Wus, bagaikan di tiup angin dia menghilangnya.

Tanpa menunda waktu lagi. Aku mengajak yang lain menerobos barisan Pak Ponijan dan Pak Bejo.

Sukses! Kami berhasil melewatinya. Kami berlari ke arah rumahku. Namun anehnya, rumahku tidak tampak samasekali. Sehingga kami berlari terus ke arah masjid Al-barakah.

Kami masuk ke masjid. Menutup pintunya dan kami merasa aman disana.

Kami mengatur nafas kami. Sambil meregangkan otot-otot yang mulai kram.

2

Saat itulah aku merasakan ada sesuatu yang bergerak dari arah dalam masjid. Sebelumnya, karena terlalu takut dan capek. Aku sama sekali tidak memperhatikan sekeliling kita saat masuk ke masjid.

Sosok itu mulanya berdiri, terus seolah telungkup lalu duduk. Berulang kali dia melakukan hal itu. Dia memakai baju serba putih. Dan ada bau melati dari arahnya.

Haaduuh. Masak pocong lagi sih? Aku sudah capek nih.

Saat aku melihat ke arah teman-temanku. Sepertinya mereka juga melihatnya juga. Namun mereka sepertinya biasa saja, terlihat dari raut wajah mereka. Aku pun mencoba menenangkan diri, berpura-pura tidak panik sama sekali.

“Assalamualaikum warahmatullahi. Assalamualaikum warahmatullahi.” Sosok itu berkata salam dia kali.

Aku pun menjawab. “Wa’alaikum salam.” Namun anehnya lagi Efi malah menyikut perutku.

“Aduh. Sakit Ef.” Aku meringis kesakitan.

“Kamu ini ada-ada saja, orang lagi salam setelah sholat malah di jawab.” Kata Efi. “Kamu ga pernah sholat ya?”

Mendengar itu yang lain langsung cekikikan seolah melupakan kengerian yang barusan kita alami.

“Hahaha.” Aku Cuma bisa ketawa kecut. Ketahuan deh. “Berisik kalian!”

“Lho, kenapa banyak anak kecil jam segini disini?” sosok itu ternyata ustadz Fatkhur Rohman. “Assalamualaikum.”

“Wa’alaikum salam.” Jawab kami kompak.

Sebenarnya aku mau berbohong kenapa alasannya kami bisa ada disini rame-rame. Namun keduluan Efi yang cerita duluan.

Dia menceritakan kejadian dari A sampe Z yang kami alami.

Anehnya, ustadz Fatkhur Rohman seolah mempercayai kami. Lalu dia keluar masjid untuk memastikan apakah orang-orang aneh itu. Pak Ponijan dan Pak Bejo atau Masraden apalah namanya, masih berkeliaran di sana.

Pekik takbir sangat dahsyat terdengar, kami pun mengintip keluar. Berusaha melihat apa yang dilakukan oleh ustadz Fatkhur Rohman.

Dia sedang berhadapan dengan Gendruwo tadi. Tadi si Gendruwo kan sudah kebakar karena doa yang di lantunkan oleh Angga. Namu, kini dia kembali lagi. Walaupun badannya ga segedhe tadi.

Lalu kudengar ustadz membaca doa yang di baca Angga tadi. Dan dia menyabetkan kain putih yang dia pakai untuk syal.

‘Wus’ gendruwo itu langsung lenyap. Namun muncul lagi. Berkali-kali kejadian itu. Sampai akhirnya ustadz Fatkhur Rohman membacakan adzan.

Di sela adzan itu, si Gendruwo berteriak seolah kepanasan. Dia meronta-ronta ga karuan. Berguling-guling di jalan bak anak kecil ga di kasih uang jajan bapaknya.

Lalu, tubuh hitam legam makhluk itu mulai terbakar. Saat terbakar itu, tercium bau bangkai yang sangat menyengat.  Aku langsung mual dibuatnya.

Tak lama setelah sosok itu habis terbakar. Ustadz Fatkhur Rohman berteriak.

“PERGI KALIAN! DASAR PENGANUT ILMU SESAT!”

Dan tiga bayangan hitam berlari menjauh ke arah Utara. Itu Pak Ponijan, Bejo. Dan Masraden Bogel Sasongko.

Tak lama kemudian kami pun keluar dari masjid untuk melihat keadaan.

“Sudah ga apa-apa.” Kata ustadz Fatkhur. “Sepertinya mereka ga bakalan balik lagi kesini. Kalaupun balik, pasti akan aku laporkan ke Pak Rawi, supaya mereka di usir dari desa.”

Dia menatap cemas kepada kami satu-persatu. Lalu melanjutkan.

“Kalian tidak apa-apakan?”

“Tidak ustadz.” Jawabku.

“Kalian nekat sekali. Siapa yang punya acara kayak gini? Kamu ya nak Yono?” Dia berbicara sambil menatapku.

“Eh anu, bukan ustadz. Anu, gini lho.” Aku tergagap menjawab pertanyaannya.

“Ini rencana saya pak ustadz.” Sahut Efi. “Sebenarnya mereka sudah melarang kami, terutama Riyono. Tapi aku tetap memaksa mereka. Karena aku penasaran sama almarhumah kakak ku.” Dia langsung menangis saat menceritakan alasannya.

“Ya sudah, kita ke dalam masjid dulu. Kalian cepat istirahat, nanti sehabis sholat subuh kalian baru pulang. Ya?”

“Iya ustadz.” Kami melakukan apa yang di perintahkan ustadz Fatkhur Rohman.

“Kalian bisa beralasan ‘belajar sholat subuh berjamaah’. Saat kalian di tanyai oleh orang tua kalian.” Kata ustadz saat kami sudah berada di dalam masjid. “Efi, kamu tidur di kamar dekat mimbar ya. Disana ada putriku yang kemarin malam baru datang dari Jombang.”

“Eh, aku kira pak ustadz masih bujangan.” Kataku.

“Hahaha. Aku sudah punya anak. Dua putri. Namanya Aisyah Al Zahra. Sama Ismi Al Zahra. Seumuran kalian.” Jawab ustadz Fatkhur Rohman sambil tersenyum manis kepada kami. “Sekarang mereka sedang tidur di kamar sana.”

“Ho..” jawab kami.

“Sudah, kalian juga tidur sana. Nanti subuh aku bangunin lagi.”

3

“Allahu Akbar Allahu Akbar.!!” Adzan subuh telah dikumandangkan. Pak ustadz Fatkhur Rohman yang adzan. Suaranya tinggi melengking.

Selama ini aku bertanya-tanya, kenapa suara adzan dari masjid bisa terdengar dari jarak yang sangat jauh. Ternyata, ustadz waktu adzan dia menghadap sebuah corong. Dan corong itu ada semacam pipa menuju ke atas, aku yakin itu menuju ke arah menara masjid. Dan di atas sana ada sebuah corong besar untuk mengeluarkan suaranya.

Aku takjub sama suaranya, selain tinggi melengking. Nafasnya juga panjang, seolah dia tidak menarik nafas sekalipun waktu adzan.

Iqomah di lantunkan. Dan sholat subuh di laksanakan. Ini pertama kalinya aku ikut sholat.

Selesai sholat, aku dan yang lain pun berpamitan untuk pulang.

Di luar masih sangat gelap. Namun aku tidak kawatir, karena Gendruwo tadi malam sudah tidak ada. Dan sekarang juga sudah banyak orang-orang dewasa yang dari masjid.

Pak Komat, Udin dan aku berjalan bareng pulangnya.

Kami berpisah di depan rumah kami. Dan masuk ke rumah kami masing-masing.

Pintu rumahku tidak terkunci. Jadi belum ada yang bangun, atau bapak masih belum pulang dari jaga di pos ronda.

Aku menuju kamar, dan mulai berusaha untuk tidur. Saat itulah Elly muncul.

“Dari mana saja kamu?” tanyaku. “Kamu sama sekali tidak membantu kami.”

“Aku tidak bisa berbuat apa-apa. Makanya aku pergi dari sana.” Jawabnya .

“Terserah deh. Aku mau tidur dulu.”

4

‘BYUR’ air tumpah di wajahku.

“Abwahbwahbwahbwah” aku teriak ga jelas. Kaget setengah mati.

“Kalau masih ga bangun juga. Tak guyur satu ember penuh kamu yah.!” Teriak ibuku. “Cepat bangun, sudah jam berapa ini?”

“Abwah, iya Mak. Phwuh.” Banyak sekali air masuk mulutku. Kayaknya aku tidur sambil mangap lebar.

“Tidur masih sore. Pagi masih kesiangan kalau bangun. Kau itu orang apa kebo? Cepat mandi, berangkat kesekolah. Awas kalau sampai telat. Emak malu di marahi terus sama Pak Nur.” Ibuku ngomel panjang kali lebar.

“Iya Mak iyaa. Ini tak langsung berangkat, ga sarapan dulu deh.” Kataku sambil menyambar tas sekolah ku.

Waktu keluar rumah. Angga Dika dan Efi! Mereka berlarian ke arah timur. Mereka kesiangan juga. Wahaha kirain Cuma aku saja. Tapi Udin ga kelihatan. Mungkin sudah berangkat duluan. Dasar anak rajin.

5

Di pertengahan pelajaran. Pak Nur membuat sedikit kejutan kepada kami.

“Bogel sudah pindah, Ayu yang baru sehari jadi muridku, dia pergi untuk selamanya.” Kata Pak Nur sok puitis. “Tapi sekarang, ada beberapa anak yang menggantikan mereka. Perkenalkan! Inilah murid baru di kelas kita!” mendadak dia berbicara seolah sedang berpidato.

Saat itu pulalah dua anak perempuan kembar identik memasuki kelas kami. Dia sangat cantik dengan jilbab putihnya. Benar-benar membuat kami terpana oleh kecantikannya. Dia bagaikan bidadari surga yang dikirim oleh tuhan untuk mengisi bumi ini.

Efi tersenyum senang, sepertinya dia mengenal kedua anak itu. Dia membuat gerekkan dari bibinya saat dia menoleh ke arahku. Kata-katanya.

‘Anaknya ustadz Fatkhur Rohman’. Kira-kira begitu.

“Baik. Silahkan perkenalkan diri kalian kepada teman-teman yang ada disini.” Kata Pak Nur

“Aisyah Al Zahra. Salam kenal.”

“Ismi Al Zahra. Salam kenal.” Kata merek bergantian. “Kita dari Jombang. Sebelumnya sekolah di pondok pesantren.”

“Tepatnya pondok pesantren Tebuireng.” Yang satunya menyahut lagi. Mereka berbicara bergiliran sehingga kami harus noleh ke arah mereka bergantian juga. Sambil mangap takjub tentunya.

“Baik, silahkan duduk di bangku yang masih kosong. Aisyah, Ismi.

Lalu, kalian pikir sampai disini saja kah kejutannya?” Kata Pak Nur. “Nah. Silahkan masuk lagi kamu, ya. Kamu, murid baru yang satunya.”

Dan anak lelaki sangat tampan pun memasuki kelas kami.

Masih Pak Nur yang berbicara. “Perkenalkan dirimu juga.”

“Galih Putra Cahaya. Dari malang, tepatnya dari Singasari. Salam kenal.”

Kami pun menjawab salam dia.

“Oh, ya. Untuk lebih akrabnya.” Lanjut Galih. “Panggil saja aku dengan nama. Bogel”

“Apa?” Aku. Angga. Udin. Dika. Bahkan Efi pun berteriak secara bersamaan.

Bogel lagi? Ampun om.

1
Mursidahamien
itu Efa
Ady Irawan
Kritik dan saran di tunggu ya gaes.
silahkan komen, dan share. tengkyu ferimat. 😁😁
Neo Kun
ayu baru muncul langsung meninggal 😭
Neo Kun
bagus. ceritanya nyeremin, tapi lucu, apalagi saat riyon kecirit. 😂
Neo Kun
duh ga bisa bayangin jadi si Roy 😭
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!