Penyesalan memang selalu datang terlambat, itulah yang dialami gadis cantik bernama Clara.
Efek mabuk dan ketampanan seorang pria bernama Dean, ia sampai kehilangan kesuciannya di malam itu dan mengandung.
Ia tak punya pilihan lain selain harus menikah kontrak dengan Dean.
Saat Clara berharap akan cinta Dean, masa lalu Dean terus mengganggunya.
Apakah ia bisa menggantikan posisi wanita pengisi hati Dean pada akhirnya?
Atau semuanya akan berakhir sesuai tanggal batas akhir kontrak pernikahan mereka?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon xoxo_lloovvee, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
30
"Ginaaa!!!" seru Clara girang saat melihat sahabatnya. Ia merindukan Gina dan omelannya.
"Apaan sih?" Gina yang tak suka skinship menolak pelukan Clara. Ia mendorong Clara masuk ke dalam rumah.
"Aku kangen kamuuuu..." Clara melakukan percobaan yang ke-sekian kalinya untuk memeluk sahabatnya itu. "Aku benar-benar kesepian nggak ada kamu."
"Macacih?" Gina mengolok Clara. "Padahal kan enak, bisa dijaga ayang 24 jam."
"Ish, mana ada. Dia kerja terus setiap hari. Nggak pernah ngambil libur. Padahal kan dia manusia biasa, kok nggak capek tiap hari kerja." Protes Clara panjang lebar.
"Ya gimana, istrinya butuh perhatian khusus sampe suami harus banting tulang."
"Ih, kok ngomongin aku gitu sih." Clara tak terima.
Dua minggu lebih ia dan Gina tak bertatap muka. Hanya berhubungan via video call yang sama sekali tak menyenangkan. Clara tidak bisa mencubit atau memukul Gina gemas kalau video call.
"Oh iya, tunggu di sini," ucap Clara masuk ke dalam kamarnya mengambil undangan. "Hadiah untuk kamu."
Gina menerima undangan yang diberikan Clara. "Verona dan Gilang?" Gina membaca nama kedua mempelai itu.
"Tahu kan artinya apa?"
"Emang artinya apaan?" tanya Gina dengan polosnya.
"Ish. Masa gitu nggak ngerti sih. Felix sama Verona udah nggak ada hubungan apa-apa lagi."
Secara tak sadar, pipi Gina memerah malu. Ia senang bahwa keduanya benar-benar putus. Dengan pernikahan ini, maka dipastikan Verona tak akan marah padanya bila merebut mantan pacarnya.
"Gimana kalo kamu ketemu Felix hari ini?" Clara menyarankan.
Mata Gina membulat mendengar itu. "Eh... ngapain?" tanya Gina tergagap.
"Ya, buat apa lagi. Nanyain tentang si Bella lah. Aku juga akan ikut menemui Felix. Biar aku yang menanyakannya."
"Oh." Padahal Gina sudah berpikir hal lain.
Dengan arahan Clara, Gina kembali menghubungi Felix. Cukup lama sampai pesannya di balas. Felix mau datang sebelum jam makan siang.
Gina membonceng Clara menuju kafe yang disetujui Felix. Clsrs akan menanyakan Felix secara langsung agar tak penasaran lagi tentang Bella. Ia tak puas dengan informasi yang dibawa Gina.
Mereka lebih dulu tiba dari pada Felix. Lima belas menit kemudian Felix datang yang membuat Clara hampir jantungan. Bagaimana tidak ia malah memakai mobil Dean, Clara pikir Dean datang bersamanya.
"Eh, ada Bu Dean," sapa Felix.
Clara hampir tak pernah berbicara dengan Felix jadi agak canggung menjawab sapaannya. Meski ia mendengar banyak dari Gina, ia perlu menilai Felix itu seperti apa dari sisinya sendiri.
"Terima kasih sudah mau datang," balas Clara kikuk.
"Tentu, untuk secangkir kopi."
Felix duduk di seberang keduanya. Gina yang sudah tahu selera Felix lebih dulu memesan kopi dan cake untuknya.
"Terima kasih." Felix menerima kopi yang dibawa Gina. "Jadi, butuh informasi apa lagi?"
Gina dan Clara saling lirik.
"Eum, begini Felix, aku agak penasaran sama mantannya Dean. Bukan maksud apa-apa kok. Cuman penasaran aja," kilah Clara. "Ada beberapa hal yang ingin aku ketahui."
"Aku akan menjawab sebisanya bu Dean, tapi tentu aku tak bisa membeberkan banyak hal, karena ini adalah hal privasi Dean. Aku melakukan ini semata-mata ingin membantu Dean."
"Membantu apa?" Clara menaikkan alisnya.
Felix tersenyum, menyeruput kopinya tanpa menjawab pertanyaan Clara.
"Oh ya, jangan panggil Bu Dean, kita kan seumuran."
"Baiklah." Dean mengangguk. "Jadi apa yang membuat bu... eh kamu penasaran."
Gina berganti-gantian melirik ke arah Felix dan Clara. Percakapan mereka terlalu kaku layaknya wawancara saja.
"Jadi, apa yang membuat Dean dan Bella putus?"
"Aku tak bisa menjawab itu."
"Tapi kamu tahu?"
Felix mengangguk pelan.
"Siapa yang mengajak putus?"
"Dean."
"Apa... mereka mungkin kembali?" tanya Clara hati-hati. Felix tak langsung menjawab hanya menatap Clara tanpa ekspresi.
"Entah."
"Apa... Dean masih mencintai Bella?"
Felix mengangkat bahu.
"Apa Dean pernah menemui Bella?"
"Terlalu banyak pertanyaan menjurus. Jika kau ingin lengkapnya, lebih baik tanya Dean saja."
"Kau tahu itu tidak mungkin." Clara membantah.
"Kenapa? Dean mungkin akan menjawab semuanya."
Clara menarik napas berat. Sulit mencari tahu dari Felix. Ia menyimpan semua jawaban dan membuatnya misterius.
Yang jelas Dean yang meminta putus. Tapi kenapa? Apa kesalahan Bella sampai Dean meminta putus hubungan?
Dan pertanyaan paling penting. Apakah Dean masih mencintai Bella?
"Udah jangan terlalu dipikirin. Mungkin nanti kamu akan tahu semuanya." Gina menenangkan Clara.
Mereka sudah kembali dari kafe tadi dan sekarang melepas lelah di rumah kontrakan. Felix hanya memberi tahu sedikit hal pada keduanya, tak memuaskan Clara.
"Tapi bagaimana kalau Dean masih mencintai Bella, Gin?"
Clara tahu itu bukan haknya mengatur perasaan Dean di posisinya sekarang ini. Ia hanya seorang istri yang tak dianggap.
Gina mengangkat bahunya.
"Kenapa kau jadi seperti Felix?!" omel Clara kesal.
Dean pulang sore seperti biasa. Gina yang masih ada di rumah langsung pamit pulang.
"Kalian dari mana?" tanya Dean melihat pakaian yang Clara kenakan. Ia terlihat terlalu rapi untuk sekedar di dalam rumah.
"Oh, tadi aku sama Gina keluar."
Dean ber-oh pelan.
Matanya tak sengaja melihat kartu promosi cafe di atas meja. Tampaknya dari tempat yang Clara dan Gina datangi hari ini.
Nama cafe itu mengingatkan Dean akan alamat di histori GPS mobilnya. Felix memakai mobilnya tadi untuk urusan yang tidak diketahui.
"Kenapa?" tanya Clara yang tak menyadari Dean tahu ia menemui Felix.
Dean menatap Clara. "Mami meminta kita datang ke acara pernikahan Verona."
Saat Clara menanyakan tentang undangan ibu Dean tadi malam, ia bungkam tak memberitahu Clara.
Ia tak ingin berada di tengah-tengah keluarga besarnya. Tapi ia takut malah ibunya datang ke rumah untuk memaksa Clara. Ia mengenal baik ibunya. Ia tak akan diam saja jika kehendaknya ditolak.
"Apa aku boleh menolak?"
"Aku juga tak ingin ke sana."
"Lalu?"
"Mami tak akan membiarkannya. Ia mungkin hanya akan mempermalukanmu di sana."
Clara berpikir sejenak. "Bagaimana kalau kita datang saja?"
"Maksudmu?" tanya Dean tak paham.
"Mereka mungkin akan memamerkan hartanya di hadapan kita atau meremehkan kita, tapi jika kita terlihat akur dan baik-baik saja, aku rasa itu akan menyakiti ego mereka."
"Jadi menurutmu kita ke sana untuk berpura-pura mesra?"
"Kenapa? Kau tak bisa melakukannya?"
Dean berpikir. Ia tak ingin ke sana karena banyak orang yang ia tak ingin temui. Terutama Bella dan Edho. Ia tak sudi melihat wajah mereka setelah pengkhianatan itu.
Sementara itu, Bella-lah alasan Clara ingin ke pernikahan itu. Ia ingin tahu bagaimana hubungan Bella dan Dean. Ia perlu tahu banyak. Ia mungkin akan dipermalukan dan diperlakukan tidak pantas, tapi ia harus bisa menahannya.
asekkk
yang tegas kau dengan Verona agar dia tidak semena mena terhadapmu
ternyata ada kemajuan juga dengan sikap Dean