* * *
Gadis cantik dengan mata teduh, hidung mancung dan kulit putih selembut sutra itu bernama Maria Shanna. Wanita berusia 22 tahun yang dulunya menjalani hidup bak seorang putri ...
Namun, dalam sehari gelarnya berubah menjadi Mommy, Daddy dan juga kakak untuk kedua adiknya. karena kedua orang tuanya meninggal akibat kecelakaan tragis.
Shanna yang saat itu masih duduk dibangku SMA kelas dua dipaksa kuat untuk menjadi sandaran bagi adik-adiknya.
Kehidupan Shanna dan kedua adiknya berubah 360 derajat ...
Hingga empat tahun berlalu, Shanna akhirnya bertemu pria bernama Dave Abraham, seorang CEO dan juga ketua mafia.
Pria dingin dan angkuh yang memintanya menjadi istrinya karena kesalahan yang mereka lakukukan membuahkan hasil ...
Tanpa Shanna ketahui, Dave menikahinya hanya untuk mendapatkan hak atas bayi yang dikandungnya ...
Bagaimana kelanjutan kisahnya?
Mampukah Shanna membuat Dave bertekuk lutut di hadapannya?
* * *
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon sgt, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
30
"kau benar Ra, aku terlalu naif. Semuanya tidak akan semudah yang ku bayangkan." Shanna menunduk.
"tapi, Aku tidak akan pernah membunuh darah dagingku sendiri. Aku juga tidak rela menyerahkan anak-anakku padanya, aku tidak mau menjadi ibu terburuk di dunia." ucapnya lirih, kembali mengingat ancaman yang diucapkan Dave siang tadi.
Nora terdiam, merasa bersalah atas ucapannya barusan. "maaf, seharusnya aku tidak berkata seperti itu, maafkan aku Ann. Baiklah, kita lakukan seperti yang kau inginkan. Aku percaya padamu, aku akan selalu ada untukmu, disisimu."
Shanna tersenyum. "tapi, aku belum siap menghadapi Sky dan Shannon. Sebentar lagi Shannon akan menjalani operasi, aku takut hal ini menjadi penyebab kesehatannya semakin memburuk."
"Ann, kenapa kau berfikir sesempit itu?" Nora duduk dan menggenggam kedua tangan Shanna. "Sky dan Shannon adalah adik-adik terbaik di dunia, jangan lupakan itu. Aku sangat yakin mereka pasti tidak akan marah, apalagi merasa kecewa padamu. Kau harus jujur dan jangan menyembunyikan apapun, mereka juga harus tau bahwa kakaknya ini bukanlah malaikat, mereka harus tau bahwa kakaknya juga adalah manusia yang tentu saja pernah berbuat salah."
"itulah artinya keluarga Ann. Jika kau bahagia, maka mereka juga akan berbahagia. Begitupun sebaliknya. Jadi, jangan pernah menampilkan wajah sedihmu ini ketika kau menyampaikan berita kehamilanmu." Ucap Nora, mengalihkan sebelah tangannya untuk membelai wajah Shanna.
"kau tau? Terkadang aku merasa iri padamu, karena kau memiliki mereka dihidupmu. Tidak sepertiku yang hanya seorang diri." Nora berkaca-kaca.
"hiks ... Hiks ... Hiks. Maaf, maafkan aku. Terimakasih Ra... aku sangat beruntung memiliki kalian." Ucap Shanna diiringi tangis haru, ia memeluk sahabatnya itu sangat erat.
Nora membalas pelukan Shanna, memberi usapan lembut pada punggung wanita hamil itu.
"jadi, kau ingin membuat tuan Dave berfikir bahwa kau telah menggugurkan kandunganmu?" tanya Nora begitu mereka saling mengurai pelukan.
Shanna mengangguk. "tapi, aku tidak tau bagaimana caranya."
"serahkan semuanya padaku. kau masih ingat kan? Aku adalah Nora Frederick, semua masalah akan beres ditanganku." ucapnya menyombongkan diri, diiringi suara Shana yang terkekeh.
"sekarang istirahatlah, jangan memikirkan apapun lagi, semuanya akan segera berlalu. Kau harus fokus terhadap kesehatanmu dan juga keponakanku ini." Nora tersenyum, sembari mengelus perut rata Shanna.
Keduanya lalu masuk ke kamar Nora. Kamar yang didominasi warna pink, terlihat seperti kamar anak kecil. Siapa saja tidak akan percaya jika wanita yang terlihat sangat kuat itu memiliki kamar tidur seperti itu. Hampir seluruh perabotannya berwarna pink, bahkan lebih banyak boneka pink daripada tas dan sepatu di kamarnya.
Shanna hanya tersenyum melihat kamar sahabatnya itu, rupanya Nora sama sekali tidak berubah.
"jangan salah paham, aku hanya tidak tega membuang mereka. Lagi pula itu sudah menjadi milikku, sayang jika dibuang." sergahnya, ia paham arti senyuman itu. Shanna sedang meledeknya karena masih menyimpan boneka-boneka pemberian Daddynya.
"hehe." Shanna terkekeh, ia naik ke ranjang. Berbaring dan perlahan mulai memejamkan matanya. "selamat tidur Ra."
Nora juga ikut berbaring di samping Shanna. "hmmm... Selamat tidur."
Tidak ada lagi obrolan, Keduanya tertidur sangat pulas.
*
*
*
Drrrrrrrt drrrrrrt drrrrrrrrt
"ha-"
"kak Noraaaa, kakak berbohong padaku. Katanya kakak akan meminta kakaku menelpon. Tapi kenapa sampai sekarang kak Shanna belum juga memberi kabar padaku?" Suara cempreng Shannon nyaris merusak gendang telinga Nora. Wanita itu reflek menjauhkan telepon genggamnya dari telinga, ia bahkan belum selesai mengucapkan kata halo.
Nora bangkit dari tidurnya, "iya maaf ya... Semalam kak Nora cape dan tertidur sebelum bertemu dengan kakakmu." Meskipun terbangun secara tiba-tiba tetapi otak Nora bisa dengan cepat diajak untuk berfikir.
"aku ingin bicara dengan kak Shanna, nomornya tidak aktif." Rengek Shannon, anak itu benar-benar tidak bisa jauh dari kakak perempuannya.
Nora mengerutkan kening, pasalnya ia ingin memberikan telepon genggamnya pada Shanna. Namun, tidak mendapati sahabatnya itu disampingnya. Ia bangkit, berlari mencari Shanna. tempat pertama yang ia tuju adalah toilet, tetapi tidak mendapati Shanna disana. Jantungnya perlahan memompa tak beraturan, fikiran negative mulai menghampiri otaknya, ia bergegas keluar dari kamar.
"huuuuuuh, syukurlah." gumamnya menghembuskan nafas lega, ia sangat bersyukur karena ternyata Shanna berada di dapur.
"kau disini Ann!" menghampiri Shanna sembari menyodorkan handponenya. Karena khawatir ia jadi mengabaikan Shannon yang sejak tadi terus merengek dibalik telepon.
Shanna bingung, tidak paham dengan gerakan Nora "Shannon, dia terus merengek mencarimu" Ucap Nora memahami kebingungan Shanna.
Shanna bergegas mengambil alih handpone itu, "sayang, maaf yaa... Kakak lupa mengabarimu semalam, handpone kakak kehabisan daya."
"kapan kakak pulang? Aku bosan dirumah hanya berdua dengan bi Lala." Shannon masih terus merengek.
"iya, kakak janji akan segera pulang. Nanti malam kakak akan mengajakmu makan malam di restoran kesukaan kita, kau mau kan?" bujuknya, merasa bersalah karena jadi mengabaikan Shannon yang jelas-jelas sangat membutuhkannya.
"benarkah? tentu saja mau!" Jawab Shannon riang. Itulah Shannon, adik kecilnya yang akan sangat bahagia walaupun hanya dengan hal-hal sederhana.
"apa kau sudah sarapan dan meminum abatmu?"
"iya, kakak tenang saja. Apa kakak sudah sarapan?" Shannon balik bertanya.
"sebentar lagi sayang. Ya sudah, kakak tutup teleponnya dulu boleh? kakak buru-buru harus kekantor. Nanti malah terlambat." jawabnya.
Shannon mengangguk, padahal kakaknya tidak bisa melihat anggukannya. "hati-hati ya kak. kakak jaga diri baik-baik, sampaikan salamku untuk kak Nora. Hehe." Gadis itu terkekeh, tidak enak hati karena tadi terus merengek pada sahabat kakaknya.
"iya sayang, kau juga jaga diri baik-baik. Jangan melawan bi Lala." Sambung Shanna hingga sedetik kemudian memutuskan sambungan telepon.
Sementara Nora telah selesai dengan sarapannya, ia buru-buru berlali kembali kekamar untuk mandi dan bersiap ke kantor, tidak menyangka sekarang sudah pukul 7 pagi. Ia merutuki Shanna yang telah siap dan bahkan sudah menyiapkan sarapan tetapi tidak membangunkannya.
* * *
Di mansion Abraham...
Dave terlihat menuruni satu demi satu anak tangga, membawa langkahnya kearah meja makan, pagi ini ia akan sarapan bersama Mommy dan juga Natasya. mengingat beberapa hari terakhir ia tidak lagi melakukannya karena terlalu sibuk dengan urusan perusahaan.
"mom, nanti siang aku akan ke New York." ucapnya ditengah acara sarapan.
"kenapa tidak Laura saja yang datang Dave? Bukankan satu bulan lalu kau yang kesana menemuinya?" Jawab mommy, enggan putranya itu pergi jauh.
"tidak bisa mom, Laura sangat sibuk. Lagipula kepergianku juga bukan hanya untuk Laura, tetapi ada pekerjaan mendesak yang tidak bisa diwakili oleh Mike." bohongnya, tidak ingin sang mommy berfikir negative terhadap Laura.
Mommy mengangguk. "ya sudah, sampaikan salam mommy untuk Laura dan orangtuanya."
Acara sarapan kembali berlanjut dengan keheningan, tidak ada suara lagi selain dentingan sendok. Tidak ada juga suara cerewet dari bibir Natasya, wanita itu menikmati sarapannya dengan penuh ketenangan. Tidak seperti biasanya.
*
*
*
semoga dilancarkan segala urusannya...
ditunggu bab selanjutnya...
di tunggu kelanjutan karya terimakasih