Jalan berliku telah Nina lalui selama bertahun-tahun, semakin lama semakin terjal. Nyaris tak ada jalan untuk keluar dari belenggu yang menjerat tangan dan kakinya. Entah sampai kapan
Nina mencoba bersabar dan bertahan.
Tetapi sayangnya, kesabarannya tak berbuah manis.
Suami yang ditemani dari nol,
yang demi dia Nina rela meninggalkan keluarganya, suaminya itu tidak sanggup melewati segala uji.
Dengan alasan agar bisa melunasi hutang, sang suami memilih mencari kebahagiaannya sendiri. Berselingkuh dengan seorang janda yang bisa memberinya uang sekaligus kenikmatan.
Lalu apa yang bisa Nina lakukan untuk bertahan. Apakah dia harus merelakan perselingkuhan sang suami, agar dia bisa ikut menikmati uang milik janda itu? Ataukah memilih berpisah untuk tetap menjaga kewarasan dan harga dirinya?
ikuti kelanjutannya dalam
KETIKA SUAMIKU BERUBAH HALUAN
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mama Mia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
30
Hujan rintik-rintik membasahi atap genteng kios laundry milik Nina. Di dalam, Nina duduk termenung. Sudah beberapa menit yang lalu dia kembali dari pertemuan dengan Hani. Kini, amplop berisi foto-foto dan bukti perselingkuhan Wito tergenggam erat di tangannya. Mengambil nafas dalam kemudian mengambil ponsel di tas yang beberapa saat lalu dia lemparkan ke atas meja.
“Halo Ayah,” ucap Nina begitu panggilan tersambung dengan ayahnya.
“Ono opo, (ada apa) Nduk?” tanya orang di seberang sana yang tak lain adalah Pak Sukadi.
“Nanti, tolong katakan pada Pak Lik, barang bukti sudah ada di tanganku. Jadi, aku siap kapanpun pak Lik bisa nganter aku buat ajukan gugatan.”
***
Seminggu kemudian, Wito baru saja selesai mandi setelah pulang dari melihat kondisi sawah. Senyum merekah di bibir pria itu. Tanaman padinya tumbuh subur, dan tanpa ada gangguan hama sedikitpun. Apalagi sebentar lagi musim panen. Lengkap sudah kebahagiaannya.
Sambil bersiul-siul, pria itu mematut dirinya di cermin. Menyisir rambut, lalu menyemprotkan minyak wangi ke seluruh tubuh. Lagaknya sudah benar-benar seperti remaja kasmaran.
“Anton pasti sudah tidak sabar menungguku. Aku akan menghampirinya sebentar sebelum ke tempat laundry.” Menyambar kunci yang tergeletak di meja TV, keluar, mengunci pintu dan bersiap berangkat.
“Pos,,, pos,,,!”
Kening Wito berkerut. Baru saja hendak menutup pintu mobil, sebuah sepeda motor berwarna oren, dan pengemudi dengan pakaian serba oren juga, dengan box terpal berwarna hitam dengan logo pos Indonesia di jok belakang, masuk ke halaman rumahnya yang luas.
Wito pun segera kembali turun dari mobilnya lalu menunggu tukang pos tersebut menghampirinya.
“Maaf, Pak. Apa benar ini rumah pak Wito?” tanya pak pos ketika mereka telah berhadapan.
Merasa heran ada yang mengirim paket, namun Wito mengangguk juga. “Iya, itu saya.”
“Ah, ini ada paket untuk pak Wito. Tolong tanda tangan di sini!” Tukang pos menyerahkan pulpen dan kertas yang harus ditandatangani oleh Wito.
Dalam hati bertanya-tanya, tapi Wito menurit saja. Setelah tukang pos pergi, Wito segera memeriksa amplop coklat yang dia terima. Keningnya berkerit saat mendapati logo pengadilan agama di salah satu sudut amplop tersebut.
Dengan tak sabar Wito membuka amplop tersebut. Membaca kata demi kata yang tertulis. Mata Wito membulat sempurna. Dadanya berdetak dengan kencang. Bibirnya bergetar tak percaya. Bahkan peluh dingin mulai membasahi pelipisnya.
“Surat gugatan cerai dari Nina? Nina menggugat cerai diriku? Apa maksudnya ini. Bukankah tidak sedang ada masalah di antara kami?”
Wito melanjutkan bacaannya yang belum selesai. Alangkah terkejutnya ketika menemukan alasan gugatan yang diajukan oleh Nina.
“Perselingkuhan?” gumam Wito. “Apa maksudnya dengan dia menuduhku berselingkuh? Apakah jangan-jangan dia sudah tahu kalau aku,,,? Oh, shit…! Tidak ini tidak boleh terjadi.”
Wito merogoh ponsel di sakunya, dan mencoba menghubungi Nina yang saat ini 0asti berada di tempat laundry. Tapi, sampai lima kali panggilan dia lakukan, Nina yak juga mengangkatnya.
“Tidak. Ini pasti dia hanya sedang mengerjaiku saja.” Wito bergegas masuk kembali ke dalam mobilnya. Namun, kali ini tujuannya berbeda. Jika tadi begitu menggebu-gebu ingin segera ke tempat Anton, kali ini dia benar-benar akan pergi ke tempat laundry.
Wiro mengendarai mobilnya dengan kecepatan penuh. Berulang kali menyalip kendaraan lain, tak peduli meski ia mendapat caci maki. Yang ada dalam otaknya adalah dia harus segera bertemu dengan Nina dan menjelaskan tuduhannya itu tidak benar.
Dua puluh menit kemudian, Wito telah sampai di tempat laundry. Turun dari mobil bahkan sambil membanting pintu. Berlari tanpa peduli ada Wati yang sedang melayani antrian pengunjung.
“Di mana Ibu?” tanya Wito ketika dia melewati Ayu. Namun, tanpa menunggu jawaban dari Ayu, Wito bergegas menuju ruang pribadi milik Nina. Sebuah ruang kecil yang biasanya Nina gunakan untuk mengurus keperluan pribadi serta beristirahat di siang hari.
“Apa maksud dari surat ini?” Wito melemparkan kertas di tangannya ke meja di hadapan Nina.
Nina yang sebelumnya sedang menghitung pemasukan dan pengeluaran bisnis laundry nya, mendongak. Wanita itu tidak terkejut sama sekali. Tampaknya dia memang sudah memperkirakan kedatangan Wito.
“Apa maksudnya?” Nina tersenyum remeh. “Bukankah di situ sudah tertulis jelas?”
“Tuduhanmu itu tidak berdasar.” Wito mencoba membantah.
“Oh, yaa? Benarkah begitu?” Nina menyandarkan punggungnya di kursi yang dia duduki sambil bersedekap. “Oh iya, tumben jam segini kamu ada di sini? Apa kekasihmu tidak kelamaan menunggumu? Di mana hari ini kalian janjian?” Nina melontarkan pertanyaan beruntun.
“Apa maksudmu. Jelas saja, biasanya jam segini aku masih di sawah. Apa kamu lupa? Aku mengurus sawah seorang diri?” Wito mengeluarkan alibinya.
“Sudah ketahuan masih juga tidak mau mengaku!” Sergah Nina. “Kau benar-benar menjijikkan. Apa di dunia ini sudah tidak ada wanita, sampai-sampai kau harus melampiaskan hasratmu pada sesama pria?”
“Nina…!” Wito berteriak marah. Dadanya berdegup kencang. Tidak menyangka Nina benar-benar sudah mengetahuinya. Tapi tetap saja dia tak terima Nina menghina nya.
“Teriak saja, Mas. Ayo teriak yang kencang!” tantang Nina. “Biar mereka semua yang ada di luar mendengar semua kebusukanmu. Aku tidak keberatan, jika memang kau yakin ingin membahas ini di sini.”
Wito menelan ludahnya kasar. Benar, di luar bukan hanya ada Wati dan Ayu, tapi juga para pelanggan laundry yang sedang berjubel.
Mengambil napas dalam. Wito mencoba mengurai kemarahan dan ketakutan yang menguasai hatinya. Laki-laki itu mencoba mengalihkan pikiran Nina.
“Kau hanya sedang emosi,” ucap Wito. “Antara aku dan Anton benar-benar tidak ada hubungan apa-apa. Mana mungkin aku melakukan hal seperti itu. Tenangkan pikiran mu. Aku akan keluar barangkali ada antaran yang sudah siap.” Wito bersiap untuk meninggalkan ruangan Nina. Namun, ucapan Nina menghentikan langkahnya.
“Mulai besok, Kamu tidak perlu lagi repot-repot untuk ikut mengurus laundry. Aku sudah mencari pengantar baru. Jadi kau bisa bebas!”
“Nina! Jangan keterlaluan!” teriaknya. Sejenak kemudian pria itu mengambil napas dalam, memejamkan mata. Ia sadar tak boleh terbawa emosi. Atau semua akan semakin hancur berantakan. Mungkin untuk sementara ia harus menjaga jarak dengan Anton.
“Sudah kubilang, kau hanya sedang emosi saja. Maaf aku memang sering keluar belakangan ini. Tapi itu hanya sekedar refreshing. Apa yang kau tuduhkan itu tidak benar. Tenangkan dirimu. Ada Agus yang harus kita pikirkan masa depannya.”
Setelah berkata demikian, Wito benar-benar keluar dari tempat itu.
Nina tersenyum sinis sepeninggalan Wito. “Kamu terlalu meremehkan aku Mas. Jangan pernah berpikir kali ini aku akan berubah pikiran kembali seperti dulu. Kesempatan yang kuberikan sudah habis sama sekali.”
Sementara itu Wito yang sedang mengendarai mobilnya mengantarkan laundry ke beberapa alamat. Pria itu mengemudi dengan pikiran yang berkecamuk.
“Ah tidak. Nina hanya sedang menggertak aku saja. Seperti dulu, dia juga akhirnya berubah pikiran. Lalu apa yang harus aku takutkan sekarang?”
“Kau menjijikkan. Apa sudah tidak ada wanita di dunia ini?” Kalimat yang terlontar dari bibir Nina beberapa saat lalu terngiang di telinganya.
“Kenapa dia bisa mengambil kesimpulan kalau aku sedang berselingkuh? Dan dia jelas-jelas mencurigai hubungan antara aku dan Anton. Apa dia memang mengetahui sesuatu?”
tak or yak?
terima kasih tetap memberikan hiburan gratis ini,
jangan lupa istrahat cukupp yaaa/Kiss//Kiss/