“Aku akan membuatmu hamil, tapi kau harus melakukannya dengan caraku dan hanya aku yang akan menentukannya. Setelah kau hamil, kontrak kita selesai dan pergi dari hidupku.”
Itulah syarat Alexander Ace—bosku, pria dingin yang katanya imp0ten—saat aku memohon satu hal yang tak bisa kubeli di tempat lain: seorang anak.
Mereka bilang dia tak bisa bereaksi pada perempuan. Tapi hanya dengan tatapannya, aku bisa merasa tel4njang.
Dia gila. Mendominasi. Tidak berperasaan. Dan terlalu tahu cara membuatku tunduk.
Kupikir aku datang hanya untuk rahim yang bisa berguna. Tapi kini, aku jatuh—bukan hanya ke tempat tidurnya, tapi juga ke dalam permainan berbahaya yang hanya dia yang tahu cara mengakhirinya.
Karena untuk pria seperti Alexander Ace, cinta bukan bagian dari kesepakatan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ferdi Yasa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 33 Sandiwara, Sementara, dan Tanpa Rasa
Eve menarik napas dalam-dalam begitu pintu dapur tertutup di belakangnya. Tangannya yang masih memegang nampan kecil berisi tart mini gemetar, bukan karena beban di atasnya, tapi karena kemarahan.
C!uman itu. Tepat di atas panggung. Di depan semua orang.
Dan Alex … hanya diam. Tidak menghindar. Tidak membela diri. Tidak pula memberi penjelasan dengan tatapan—seolah tidak ada apa-apa yang perlu dijelaskan.
Eve menurunkan nampan ke meja stainless steel, sedikit lebih keras dari yang seharusnya. Suara logam beradu menggema samar di tengah kesibukan para staf katering yang berlalu-lalang. Ia merasa seperti boneka kecil yang ditarik-tarik ke dalam panggung orang lain—lagi.
“Jangan diladeni. Fokus, Eve! Fokus …!” gumamnya pelan, mencoba meredam sesak di dada.
Kalau bukan karena ia membutuhkan lebih banyak uang sampai dia siap meninggalkan kota setelah kontrak pernikahannya selesai, dia tidak akan sudi berada di tempat ini.
Di luar, lampu kristal menyala terang, gemerlap musik masih mengalun, dan para tamu sedang menikmati hidangan.
Acara ini adalah pesta perayaan atas akuisisi Miranda Management oleh Alexander Ace.
Kini Alex secara resmi menjadi pemegang saham mayoritas dari Miranda Management, yang berarti dia memiliki kekuasaan penuh atas perusahaan—bahkan lebih besar daripada pendirinya sendiri.
Sedangkan Miranda, tentu saja dia dengan senang hati menerima semua itu. Di kota ini, siapa yang tidak berharap perusahaan mereka berada di bawah naungan Alex? Sudah dipastikan mereka akan makmur seumur hidup hingga tujuh turunan!
Eve merasa seolah dirinya sedang menonton panggung sandiwara.
Ah, tentu saja. Dia harus ingat bahwa pernikahan mereka hanya sandiwara, sementara, dan tanpa rasa.
Ia harus tetap berdiri di sini, mengenakan apron putih, memastikan dessert tower berikutnya tampil sempurna untuk pesta kemenangan mereka.
Pesta yang seharusnya tidak melibatkan hatinya. Tapi tetap saja menusuk.
Sialan!
Sedangkan di luar ….
Satu persatu hidangan perjamuan keluar hingga berbagai macam anggur mahal. Miranda meraih piring kecil dan mengisinya dengan beberapa kue lalu menyodorkan itu pada Alex.
“Alex, cobalah, aku yakin kau pasti menyukainya.”
“Aku sedang tidak ingin makan apa pun.”
“Ayolah! Hanya sekali dan aku akan menyuapimu. Ini adalah perayaan perusahaan kita, aku ingin mengabadikannya denganmu.”
Miranda memaksa untuk menyuapi Alex, dan juga menyuruh mereka untuk mengabadikan momen itu. Mereka semua yang hadir, bersorak dan mengangkat gelas bersamaan untuk bersulang.
“Bagaimana, kamu menyukainya, ‘kan?”
Namun, sebelum Alex menjawab, Miranda meneruskan ucapannya sendiri, “Tentu saja kau pasti menyukainya, karena ini adalah buatan istrimu sendiri.”
Sekelompok orang yang mengelilingi mereka langsung terdiam. Membeku. Sampai salah satu dari mereka berkata ….
“Maksud Anda … istri Direktur Ace yang membuatnya?”
“Ya, tentu saja.” Miranda mengangguk dengan semangat. Senyum di wajahnya melebar. “Aku hampir lupa untuk mengucap terima kasih pada seseorang. Tanpa dia, kita semua tidak akan mendapatkan jamuan seenak ini. Sebentar, aku akan memanggil dia kemari.”
Miranda meletakkan piringnya, mengambil langkah cepat ke sisi lain.
Tidak butuh waktu lama, wanita itu kembali terlihat. Dia muncul dengan membawa perhatian semua orang saat tangannya menarik seorang wanita, tampak buru-buru.
Miranda tidak melihat … Alex mencengkeram gelas anggurnya jauh lebih erat, seolah dia berniat meremukkan gelas itu.
Sorot matanya menajam. Rahangnya mengeras.
Miranda menarik Eve ke tengah lingkaran mereka, menarik perhatian lebih banyak.
“Aku ingin memperkenalkan pada kalian semua seorang wanita, yang juga berada di balik kesuksesan acara ini. Dia adalah istri Alex. Namanya Evelyna Geraldine, yang kebetulan berada di sini dan sedang bekerja di dapur untuk menyajikan semua hidangan kita saat ini. Tepuk tangan untuknya!”
Di permukaan kata-katanya terdengar manis. Tapi semua orang tahu—itu bukan pujian, melainkan cara halus untuk menel4njangi seseorang di depan publik.
Bahkan tidak ada satu pun dari mereka yang bertepuk tangan, karena saat ini Eve sudah seperti orang tidak berguna yang berdiri di tengah-tengah mereka. Memakai seragam koki dengan tampilan yang jauh dari mereka.
Awalnya Eve merasa tidak ada yang salah, tapi karena tatapan mereka, dia merasa seperti mereka sengaja melempar kotoran ke wajahnya.
Seolah dia berdiri di sini hanya untuk mempermalukan Alex, juga mengingat statusnya. Apa yang dilakukan Miranda sudah seperti membunuhnya perlahan.
Mereka menatapnya dengan tatapan aneh, dan tidak jarang di antara mereka yang menahan tawanya saat ini.
Bagaimana bisa seorang pria sukses, bermartabat dan merajai segala macam bisnis bersanding dengan seorang wanita seperti dia?
Selama ini mereka hanya mengetahui nama Eve saja, tanpa pernah tahu pekerjaan apa yang disandang oleh wanita itu. Siapa yang menyangka jika itu di luar espektasi mereka yang mengira jika istri Alex adalah wanita berkarir.
Eve tidak tahu harus menatap ke mana. Seolah semua cahaya menyorot ke arahnya, tapi tak satu pun yang hangat. Rasanya Eve ingin berlari sekencang-kencangnya.
Namun di tengah-tengah itu, tiba-tiba Alex berkata, “Benar. Dia adalah istriku.”
Ucapannya tegas, tenang, sangat percaya diri.
Alex mendekat, menarik lengan Eve hingga wanita itu jatuh ke dadanya. “Tidak peduli bagaimana kalian memandangnya, tapi … aku sangat mencintainya. Aku tidak membatasi dia untuk melakukan apa pun, dan aku juga tidak merasa rendah melihat dia dengan seragamnya ini. Justru aku senang, karena aku adalah orang yang paling puas memakan apa pun dari tangannya.”
Alex berbicara tanpa memandang ke arah mereka, dan kedua matanya hanya terfokus pada Eve yang sejak tadi hanya menundukkan kepala. Sampai akhirnya Eve berani mengangkat kepala dan menatap Alex.
“Aku memilih dia, menjadikan dia milikku seumur hidup, karena aku menyukai semua hal yang ada padanya.”
Tidak. Alex tidak boleh sejauh itu mengatakan semua kebohongannya.
Mereka akan bercerai tidak lama lagi. Bagaimana jika apa yang dia ucapkan saat ini menjadi boomerang untuknya?
Semua orang pasti akan menertawakannya.
Belum sempat dia menyadarkan diri, Alex tiba-tiba saja meraih tengkuk lehernya, menarik dia dalam pelukan dan mengapit rahangnya dengan kedua tangan.
Alex menciumnya sangat dalam. Meraup bibirnya di depan mereka semua, seolah lupa dia berada di mana saat ini. Dia melakukannya dengan sangat liar, menyesapnya, dan memainkannya seolah ini adalah untuk pertama kalinya mereka melakukan itu.
Semua tamu yang melihat terbengong dan bungkam melihat mereka. Memangnya siapa yang akan menyalahkan mereka? Mereka adalah pasangan sah yang tercatat di buku Negara sebagai sepasang suami istri.
Sampai Alex melepaskannya dan mereka berubah bersorak dan bertepuk tangan. Sayangnya, Alex sudah tidak peduli dengan itu. Dia mengusap bibir Eve dengan ibu jarinya, lalu mengangkat tubuh wanita itu dengan kedua tangan. Alex mengajaknya untuk pergi dari sana.
Sementara Miranda sudah seperti seonggok mayat yang pucat pasi. Tidak dia sangka Alex mengatakan hal seperti itu dan melakukan itu di depan semua orang. Ini sudah seperti menggali kubur untuk dirinya sendiri.
“Sepertinya Anda harus mulai berhati-hati hari ini, Nona.” Rayyan membuyarkan lamunannya, mengatakan hal yang membuat dia malah semakin tersudut.
Bukankah itu adalah ancaman? Rayyan sudah berani mengancamnya?
Oh, tidak mungkin. Alex tidak akan mungkin melakukan sesuatu padanya hanya demi wanita rendahan seperti Eve yang dinikahinya hanya karena selembar kontrak kerja.
Mustahil!
***