Xiao Chen, terlahir tanpa bakat sehingga ia sangat sulit berkembang. Dan pada akhirnya kehilangan ibunya.
Ketika ia sekarat dan akan mati. ia mendapatkan sebuah kristal aneh yang membuat dirinya kembali ke masa lalu untuk menghilangkan semua penyesalan.
Simak kisah perjuangan Xiao Chen dalam menghadapi kekejaman dunia terhadap orang tanpa bakat.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Agen one, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 30: Delapan tahun yang menyakitkan(Arc 1 end)
Waktu berlalu tanpa ampun. Delapan tahun...
Delapan tahun sejak Pil Naga Hitam Perkasa mendominasi Pasar Gelap, delapan tahun sejak mereka membeli rumah batu itu, dan delapan tahun sejak diagnosis Akar Naga Hitam.
Xiao Chen kini bukan lagi bocah ingusan. Dia telah menjadi sosok rahasia yang disegani di dunia bisnis kultivasi. Kekayaan yang mereka kumpulkan mencapai jumlah yang fantastis—ratusan ribu koin emas dan Batu Qi murni.
Di bawah pengawasan Xiao Chen, Jun Fei melesat ke Tahap jiwa sejati tahap awal, bakat pedangnya bersinar terang. Ye Han, dengan Tubuh Es Murni, mencapai puncak manifestasi roh dan selangkah lagi menuju Jiwa sejati. Keduanya telah menjadi pengawal yang tak terkalahkan bagi Xiao Chen.
Namun, kultivasi Xiao Chen sendiri, meski stabil, tetap tertinggal. Dengan bakatnya yang biasa, dia hanya mencapai puncak penyatuan roh level 9. Dia tahu batasnya, dan dia menerimanya.
Satu-satunya fokus Xiao Chen selama delapan tahun ini bukanlah kekuasaan atau kultivasi, melainkan janji yang ia buat di kehidupan masa lalunya.
Dia telah menghabiskan hampir seluruh kekayaannya. Dia menyewa tim intelijen, menyuap pejabat sekte, dan membeli setiap buku kuno serta peta misterius yang menyebutkan tanaman legendaris: Daun Pelindung Kehidupan.
Namun, semua upaya itu sia-sia.
Daun itu benar-benar punah, sebuah mitos yang hilang ditelan zaman. Setiap petunjuk yang ia ikuti berakhir di jalan buntu, di reruntuhan kuno, atau di tangan penipu.
Xiao Chen duduk di sisi ranjang ibunya, yang kini terbaring lemah di kamar rumah batu yang sunyi. Garis-garis hitam Akar Naga kini telah memenuhi hampir seluruh tubuh ibunya, meskipun Ibu Xiao Chen jarang mengalami fase kerasukan berkat perawatan Qi yang intensif dari Ye Han.
"Ibu..." bisik Xiao Chen, menggenggam tangan ibunya yang kurus dan dingin.
Ibu Xiao Chen membuka mata perlahan. Delapan tahun penyakit telah menggerogotinya, tetapi tatapan matanya tetap hangat dan penuh cinta.
"Xiao Chen... Kenapa kau menangis, Nak?" Suaranya serak dan sangat lemah.
"Tidak, Bu. Aku tidak menangis," dusta Xiao Chen, mengusap air mata yang tak tertahankan. "Aku... aku masih belum menemukan obatnya. Aku... aku gagal."
Ibu Xiao Chen tersenyum lembut. "Tidak, Nak. Kau tidak gagal. Kau memberiku delapan tahun tambahan... Delapan tahun untuk melihatmu tumbuh menjadi pria hebat, untuk melihat Jun Fei dan Ye Han menjadi anak yang kuat dan setia."
"Aku sudah melewati batas waktu yang seharusnya kuterima, Nak. Itu semua berkat usahamu yang luar biasa. Jangan menyesal, Nak. Ibu sangat bahagia."
Ibu Xiao Chen mengangkat tangannya yang lemah, menyentuh wajah Xiao Chen yang kini dipenuhi cambang tipis.
"Aku mencintai kalian berdua... Jaga adik-adikmu, ya, Nak..."
Tangan itu kemudian jatuh. Napasnya berhenti.
Hening.
Xiao Chen menatap mata ibunya yang kini terpejam damai. Dia tidak berteriak. Tidak ada raungan kemarahan. Hanya kekosongan yang dalam, jurang yang menelan seluruh jiwanya.
Jun Fei dan Ye Han, yang merasakan Qi kehidupan sang ibu menghilang, menerobos masuk ke kamar.
"Kak Xiao! Ibu!" Jun Fei berteriak, air mata membanjiri wajahnya yang biasanya ceria.
Ye Han, untuk pertama kalinya, menunjukkan emosi di wajahnya—kesedihan dan kemarahan tak terbatas.
"Biarkan aku sendirian," pinta Xiao Chen. Suaranya datar, tanpa emosi. "Kalian berdua pergi. Rawat semua harta. Hidup bahagia. Jangan cari aku."
Jun Fei dan Ye Han mengerti tatapan itu. Itu adalah tatapan seorang komandan yang telah kehilangan perang terakhirnya. Meskipun mereka memohon dan menolak, mereka tahu tidak ada yang bisa menghentikan tekad Xiao Chen.
Setelah pemakaman sederhana, Xiao Chen membawa dirinya ke ruang bawah tanah, tempat ia menghabiskan bertahun-tahun meracik pil. Ia duduk di depan tungku alkimia perunggu tuanya.
Dia telah gagal. Dia kembali ke masa lalu, berjuang sekeras yang ia bisa, menjadi kaya, menjadi kuat, tetapi takdir tetaplah takdir. Dia tidak bisa menipu waktu.
"Maafkan aku, Jun Fei, Ye Han. Aku tidak bisa hidup di dunia di mana aku gagal menyelamatkannya, dua kali."
Xiao Chen mengambil satu butir pil racun terkuat yang pernah ia racik—Pil Kebangkitan Jiwa, yang ia buat bertahun-tahun lalu sebagai percobaan bunuh diri cepat untuk mata-mata.
Dia menatap pil itu. Ini adalah akhir dari dirinya di kehidupan kedua ini.
"Jika takdir mengizinkan, biarkan aku kembali lagi. Kali ini, aku akan kembali dengan pengetahuan yang lebih luas tentang lokasi daun itu. Aku akan mulai lebih awal."
Dengan mata tertutup dan air mata terakhir mengalir di pipinya, Xiao Chen menelan pil itu.
Racun itu menyebar seketika. Tubuhnya kejang, dan jiwanya tercabut dari raganya.
BOOM!
Kesadaran Xiao Chen meledak, dan segalanya kembali menjadi hitam.
"Hei! Dasar lemah! Jika kalian kuat, jangan lawan dia! Tapi lawan saja kami!"
Xiao Chen tersentak bangun. Aroma debu dan keringat menusuk hidungnya.
Dia melihat Jun Fei di sampingnya, mengacungkan pedang baru yang berkilauan. Di depannya, sekelompok remaja preman pasar sedang memukuli seorang anak laki-laki dengan rambut perak.
Dia mengenali tempat itu. Itu adalah gang sempit di pasar kumuh.
Dia mengenali waktunya. Ini adalah hari yang sama! Hari di mana ia dan Jun Fei pertama kali menemukan Ye Han!
"Aku... aku kembali lagi?"
Xiao Chen merasakan tubuhnya yang lemah. Dia kembali ke Tahap Pengerasan Dasar Level 2 yang menyedihkan.
Namun, di benaknya, pengetahuan tentang Pil Naga Hitam Perkasa, lokasi harimau bayangan, daftar bahan-bahan langka, dan pengalaman delapan tahun bisnis di Pasar Gelap, kini tertanam kuat.
Dan yang paling penting...
"Delapan tahun! Aku punya delapan tahun lagi untuk mencari daun itu! Aku tidak akan gagal kali ini!"
Mata Xiao Chen bersinar dengan tekad gila.
"Hei! Kak Xiao! Kau melamun? Ayo hajar mereka!" teriak Jun Fei.
Xiao Chen menatap Jun Fei, lalu menatap Ye Han yang babak belur. Dia tersenyum.
"Tentu, Adikku," jawab Xiao Chen, suaranya tenang. "Mari kita ubah takdir, sekali lagi."
Bersambung...