Dikhianati adik sendiri tentu akan terasa sakit, apa lagi ini soal cinta.
karena kesibukan Anya yang bekerja, dirinya selalu membuat sang kekasih berdekatan dengan sang adik, tidak tahu ini salah cinta atau salah Anya yang tak bisa menjaga kekasih nya.
sampai menjelang hari pernikahan dia baru tahu jika sang kekasih menghamili sang adik.
Bisakan Anya keluar dari bayang-bayang pengkhianatan cinta dan menemukan cinta baru dari lelaki lain.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon dewiwitri, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bahagia dan Duka
Semua sudah bersiap untuk menghadiri acara pernikahan Anya dan Raka, meski terselip rasa sedih karena kondisi mamanya. Anya tetap bahagia karena dirinya menikah dengan laki-laki yang memang mencintai dirinya.
"Mama, baik-baik saja. Kamu jangan banyak nangis nanti make up nya luntur."
Venia mengusap air mata Anya, wanita itu tersenyum sangat bahagia karena di sisa umurnya dia bisa menyaksikan anak sulung nya menikah dengan lelaki yang tepat.
"Mama, kalau ada apa-apa bilang. Jangan memaksakan diri mama."
"Iya, mama pasti bilang kalau ada kondisi mama yang dirasa tidak baik."
Venia menggenggam tangan Anya, menatap lekat wajah cantik milik Anya. Venia tak percaya yang dulunya bayi mungil yang selalu dia timang kini sudah akan menjadi seorang istri.
"Anya, mama mau berpesan. Semoga pernikahan ini menjadi sebuah ibadah yang memabawa Anya dan Raka kejalan menuju syurga, mama berharap meski ini pernikahan adalah permintaan mama. Mama ingin kamu menjalani ini dengan serius tanpa paksaan, mama mau melihat kamu bahagia dan mama percaya bahwa Raka adalah lelaki yang baik untuk mu, nak."
Anya tak bisa menahan air matanya, dadanya sangat sesak bahkan ketakuatan akan kematian dari sang mama sudah menghantui pikirannya. Anya benar-benar belum siap.
"Mama, Anya mohon bertahan. Mama pasti sembuh sampai mama bisa melihat anak-anak Anya memanggil mama dengan sebutan oma cantik."
Venia lagi-lagi tersenyum lebar, wajah pucatnya yang tak bisa dia sembunyikan tak mengurangi kecantikan dalam dirinya.
"Sayang, umur hanya tuhan yang tahu. Mama hanya menjalani dan pesan mama jika mama sudah tidak ada, tolong maafkan semua kesalahan Andira. Andira hanya sedang menghukum dirinya karena dia tidak bisa hidup lebih baik dari kamu, mama mohon bimbing dia agar dia kembali menjadi seorang adik yang menyayangi kakaknya."
"Kenapa bukan mama, kenapa harus Anya. Maa. Kita bisa bersama-sama membimbing Andira."
"Mama percaya kamu, sayang."
Acara pernikahan akan dimulai, Anya akan menaiki altar pernikahan disana ada sang papa yang bersiap mendampingi Anya menuju pintu lembaran baru dalam hidup Anya.
Anya bisa melihat wajah papanya yang menampilkan sedikit raut kesedihan, Anya tahu sedalam apa papanya mencintai mamanya. Bahkan selama hidup Anya, dirinya tak pernah melihat orangtua nya bertengkar atau berdebat sekalipun. Papanya adalah sosok laki-laki yang penuh perhatian dan kesabaran, persis dengan Raka laki-laki yang akan menjadi suaminya. Anya berharap Raka adalah pilihan mama dan diri nya yang tepat.
"Anya, tersenyum nak. Jangan menangis jadikan hari ini adalah hari bahagia mu, jangan pernah engkau bebankan sakitnya mama karena salah mu. Kamu anak kami yang paling membanggakan dan paling hebat."
Anggara memeluk putri pertamanya, tak di sangka momen dimana dirinya harus menyerahkan tanggung jawab atas Anya kepada lelaki lain yang akan menjadi suami dari Anya kini tiba.
"Apapun yang terjadi, semua sudah menjadi suratan takdi dari sang pencipta. Papa harap setelah ini kamu akan bahagia, nak."
Anya hanya bisa menangis dalam pelukan papanya, setelah merasa lebih baik akhirnya Anggra mengantar Anya kepada Raka. Menyerahkan putri pertamanya kepada laki-laki yang dia yakini bisa menjaga dan membahgiakan putri pertamanya.
"Tolong jaga dan sayangi, anak saya. Jika suatu saat kamu sudah tidak bisa memberinya kebahagiaan atau cinta tolong kembalikan Anya kepada saya, jangan pernah kau sakiti batin atau fisik nya karena saua takkan terima itu."
"Saya janji, saya akan menjaga dan membahagiakan Anya dengan seluruh hidup saya. Cinta saya sudah habis di putri anda."
Raka menjabat tangan penghulu, memantabkan hatinya sekali lagi bahwa Anya adalah wanita yang memang terlahir sebagai tulang rusuknya. Dengan satu tarikan nafas Raka mengucapkan kaliman Qabul yang akhirnya mendapat jawaban sah dari para saksi.
Air mata Anya sekali lagi tak dapat di bendung, kini akhirnya Anya sudah sah menjadi istri dari Raka.
"Halo, istri."
"Halo, suami."
Anya mencium punggung tangan Raka, dan di sambut dengan kecupan di kening Anya yang begitu dalam.
"Anya, mungkin pernikahan ini di lakukan di saat waktu yang tidak tepat. Aku tahu bahwa hati mu sedang sedih karena mama, tapi aku harap pernikahan ini menjadi momen terbaik dalam hidup mu yang bisa kau kenang. Hari ini ada lelaki yang menikahi mu setelah sembilan tahun menanti cinta mu. Aku sangat mencintai kamu Anya Anggara."
"Mas, mungkin aku belum bisa mencintai mu sedalam kamu mencintai aku. Tapi tolong ajarkan aku bagaimana cara mencitai mu sedalam kamu mencintai aku."
"Kita bangun keluarga kita dengan penuh kasih dan cinta."
Raka memeluk tubuh ramping milik Anya didepan semua keluarga dan tamu undangan, semua merasakan suasana sakral penuh haru dan bahagia. Tak terkecuali Venia, wanita itu menatap putrinya penuh haru dan bahagia. Dia sudah ihklas jika tuhan memanggilnya saat itu juga.
Venia merasakan dadanya mulai sesak, bahkan penglihatanya sudah mulai buram. Terakhir yang da dalam pandangan nya adalah sang suami yang dari kejauhan berlari mendekatinya.
.
.
.
.
.
Saat Venia tak sadarkan diri, Anggara dan Anya bergegas membawa Venia pergi kerumah sakit. Sedangkan pestapernikahan di ambil alih oleh Zizzah dan Jeno selaku perwakilan dari keluarga Anya.
"Mama, mama harus kuat. Maa."
"Sabar sayang, dokter sedang memeriksa mama. Kita berdoa saja agar mama dalam keadaan baik."
Raka mendekap tubuh Anya yang masih mengenakan baju pernikahan mereka, Raka berdoa agar mertuanya bisa melewati masa kritisnya kali ini.
Sementara itu, Andira berjalan tergesa menuju ruang pasien dimana Venia-mamanya di rawat.
"Mba puas! Puas sudah buat mama kritis untuk kedua kalinya. Apa kalian tidak bisa memilih hari pernikahan setelah mama sembuh, apa kah pernikahan kalian lebih penting dari nyawa mama!"
"Apakah ini keinginan mba Anya untuk membunuh mama!"
Plak!
Satu tamparan mendarat di pipi Andira, Anya benar-benar tak bisa menahan amarahnya kali ini.
"Mba nampar aku."
Andira memegangi pipi nya yang terasa panas, lantas dari arah belakang Akbar menarik Andira kesisinya.
"Anya, tak seharusnya kamu melakukan kekerasan fisik."
"Lantas haruskan aku diam saja, saat istri mu memaki ku. Apa kau tak bisa mendidik istri mu untuk berlaku sopan di rumah sakit."
Anya menatap tajam Akbar dan Andira, dia benar-benar sudah habis kesabarannya untuk menghadapi Andira.
"Lihat, didalan sana ada seorang wanita yang sudah melahirkan aku dan kamu An, tak bisa kah kau diam dan berdoa agar mama bisa selamat dari pada kau gunakan mulut mu itu hanya untuk memaki dan bicara omong kosong."
"Sayang tenangkan diri mu, jangan terpancing emosinya. Kasihan mama."
Raka mengusap punggung Anya, memberikan ketenangan agar Anya bisa mengontrol emosinya.
Raka membawa Anya menjauh dari jangkauan Andira, untuk sementara waktu Anya harus di jauhkan dari jangkauan Andira.
"Anya, papa tahu perkataan Andira terlalu kelewatan tapi tolong tahan emosi mu. Andira sedang hamil kasihan bayinya."
"Maaf, paa. Anya kelepasan tadi."
"Jangan meminta maaf, ini bukan sepenuh nya kesahan kamu. Andir memang sudah keterlaluan, papa tidak tahu sejak kapan Andira menjadi pemarah seperti itu."
Tak lama Dokter keluar dari kamar pasien, dilihat dari wajahnya semua bisa menebak bahwa ada sesuatu yang terjadi didalam.
"Dok bagaiman istri saya?"
"Kami pihak dokter tak bisa berbuat banyak, Ibu Venia mengalami mati otak yang mana artinya Ibu Venia hanya bergantung pada alat-alat medis."
Seketika dunia Anya hancur tubuhnya terasa tak bisa menampung bobot tubuhnya, telinganya tak bisa mendengar perkataan dokter lagi. Semuanya terasa berputar dan gelap. Anya tak sadarlan diri.
"Anya, sayang. Bangun sayang."
Raka menepuk-nepuk pipi milik Anya, tubuh Anya jatuh tepat didalam pelukan Raka karena Raka berdiri tepat di belakang Anya.
Aroma minyak kayu putih menyeruak masuk medalam hidung Anya, kesadaran Anya sudah mulai kembali. Pertama kali yang di lihat nya adalah wajah cemas milik Raka-suamiamya.
"Mas."
"Syukurlah kamu sudah sadar sayang."
"Minum dulu."
Anya meneguk air putih yang di berikan Raka kepadanya, memang tenggorokan nya terasa kering.
"Mas, aku mau ketemu mama."
"Iya, kita ketemu mama."
Raka menuntun Anya berjalan menuju kamar Venia, di sana Anya bisa melihat alat-alat medis yang terpasang si tubuh mamanya.
"Mama, pasti sakit. Ya"
"Maa, Anya ihklas kalau mama mau pergi. Anya sayang mama jadi Anya tidak mau mama merasakan sakit lebih lama lagi."
Anya menggenggam tangan Venia, kemudian mencium selurah wajah mamanya. Anya mengis di atas tubuh lemah milik sang mama.
"Mama, maafin Anya kalau belum bisa membahagiakan mama. Maa, Anya akan belajar menjdi istri dan orangtua yang baik untuk anak-anak Anya seperti yang mama lakukan selama ini. Maa, Anya ikhlas mama pergi sekarang. Maa, Anya sayang mama. Selamat jalan maa."
Saat itu juga, Venia menghembuskan nafas terakhirnya didalam dekapan Anya.
"Mama."
Tangisan Anya menggema memenuhi penjuru kamar pasien, Raka membawa tubuh Anya kedalam dekapanya memberikan sedikit ketenangan.
"Ihklas yang sayang, mama sudah tidak sakit. Mama sudah sembuh, ihklas ya."
"Mas, mama pergi. Gara-gara aku, aku suruh mamah nyerah mas. Mama marah sama aku, ya."
Anya merancau tidak jelas didalam pelukan Raka, Raka tak kuasa melihat keadaan istrinya yang terguncang atas perginya sang mama.
biar aman dari adik durjana Thor