dikisahkan ada seorang gadis desa bernama Kirana, ia adalah gadis yang pintar dalam ilmu bela diri suatu hari, ayahnya yaitu ustadz Mustofa menyuruh Kirana untuk merantau ke kota karena pikirnya sudah saatnya ia untuk membiarkan putrinya itu mempelajari dunia di luar desa
Kirana memenuhi permintaan sang ayah dan pergi ke kota yang jaraknya tak terlalu jauh dari kampung halamannya. dan di sinilah Kirana mulai di hadapkan dengan situasi yang menguji keberanian serta kesabarannya, pertemanan, Cinta segitiga sampai akhirnya ia bertemu dengan takdir yang memang telah di putuskan untuk dirinya
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Riris Sri Wahyuni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Supermarket
malam harinya di rumah, Kirana hendak memasak untuk makan malam tetapi ia sadar bahwa ia kehabisan lauk malam itu
"yah, lauknya udah habis aku harus ke supermarket sekarang. " Kirana akhirnya pergi berjalan kaki ke supermarket. sekitar 30 memit kemudian ia baru tiba di sana.
Sesampainya di supermarket, Kirana mengambil keranjang belanja dan berjalan pelan di antara rak-rak penuh barang. Ia tampak fokus memilih bahan makanan—sayuran segar, beberapa bumbu dapur, dan sebungkus ayam fillet.
Sambil memeriksa daftar belanja di ponselnya, ia tidak sadar kalau seseorang sedang memperhatikannya dari kejauhan.
Di sisi lain rak, Reyhan yang baru saja mengambil air mineral mendadak berhenti ketika matanya menangkap sosok familiar itu. “Kirana?” gumamnya pelan, sedikit heran sekaligus senang.
Tanpa pikir panjang, ia melangkah mendekat.
“Belanja malam-malam begini?” suaranya membuat Kirana menoleh kaget.
“Oh, Reyhan?” Kirana tersenyum kecil, “iya nih, tadi mau masak tapi ternyata lauknya habis. Kamu juga belanja?”
Reyhan mengangguk sambil mengangkat kantong di tangannya. “Iya, cuma beli beberapa kebutuhan aja. Eh, kamu jalan kaki ke sini?”
“Iya, sekalian olahraga malam,” jawab Kirana ringan, lalu tertawa kecil.
Reyhan ikut tersenyum. “tapi, ini udah malam akan bahaya jika kamu pulang sendiri.”
"aman kok, lagian kalau ada yang macem-macem tinggal hadepin aja kan? "
"aku tau kalo Kamu itu bisa bela diri tapi tetap aja nggak baik kalau perempuan berjalan sendirian apalagi malam seperti ini. kalau kamu mau nanti pulangnya bareng sama aku aja. "
Kirana tampak ragu sejenak, tapi melihat suasana di luar yang mulai gelap dan pikirannya yang sedikit lelah, ia akhirnya mengangguk.
“Yaudah maaf kalo ngerepotin.”
“Gak sama sekali kok,” jawab Reyhan mantap.
Setelah selesai berbelanja, mereka berjalan bersama menuju kasir. Obrolan ringan pun mengalir tentang kampus, kegiatan hari itu, dan sedikit canda yang membuat suasana jadi hangat.
Begitu keluar dari supermarket, udara malam terasa sejuk. Reyhan segera menawarkan helmnya pada Kirana.
"makasih." ucap Kirana
Kirana mengenakan helm itu, lalu naik ke motor di belakang Reyhan. Saat mesin motor menyala dan mereka melaju menembus jalanan malam yang tenang.
Di sebuah gudang terbengkalai di sisi kota yang jarang di datangi oleh manusia, Kelompok pria yang mengeroyok Reyhan sore tadi sedang di buat gusar karena gagal dalam menjalankan tugasnya
"duh, anak itu jago kelahi rupanya. " ucap salah satu pria.
"ya, dan soalnya lagi ada cewek kampung yang ngebantu dia. ".
"lalu, gimana langkah kita sekarang bos? "
"hm... kita tunggu waktu yang tepat untuk kembali beraksi. "
"BAIK BOS. " Jawab para pria itu serempak
Di kediaman Reyhan, suasana rumah tampak sunyi. Intan berdiri di depan cermin, jari-jarinya lincah merapikan rambutnya yang digelung rapi. Senyum tipis terukir di bibirnya, bukan karena bahagia—melainkan puas.
“Hm… akhirnya dia kapok juga,” gumamnya pelan, memandang bayangannya sendiri. “Anak itu harus tahu diri. Tanpa aturan, dia cuma bikin masalah.”
Ia merapikan poni, lalu mengambil lip balm, memoleskannya sambil menatap penuh kemenangan.
“Reyhan pasti belajar dari kejadian tadi,” lanjutnya, nada suaranya halus namun dingin. “Kadang, anak keras kepala memang butuh ditekan sedikit supaya nggak macem-macem."
"pasti ia sekarang sedang babak belur di sana. "
Intan berbalik, langkahnya ringan—seolah ia benar-benar yakin rencananya berjalan sempurna.