Latizia adalah wanita yang bersuami. Parasnya yang cantik dan nyaris sempurna melekat tapi tak bisa merubah kenyataan rumah tangganya.
Ia harus menerima kepahitan saat melihat suaminya bercinta dengan wanita lain di kamarnya sendiri.
Tibalah suatu malam Latizia tak sengaja menyaksikan hubungan panas kakak iparnya bersama istri pria itu.
"Kau pasti juga ingin merasakannya, bukan?!" Desis sesosok pria bertubuh kekar tinggi yang tengah membekapnya dalam kegelapan.
Sejak saat itu Latizia terlibat hubungan terlarang dengan kakak iparnya yang bahkan lebih bengis dari sang suami. Pria itu menekankan jika hubungan mereka hanya sekedar saling memuaskan dan terlepas dari masalah apapun, pria itu tak ingin ikut campur.
Bagaimana nasib Latizia selanjutnya?! Mampukah ia terus bertahan dengan hubungan terlarang dirinya dengan pria bangsawan itu?!
......
Tinggalin like, komen and subscribe-nya ya say..
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon wilia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kegilaan Milano
Delvin merasa tersudut. Latizia sangat pandai mengiring opini publik bahkan semua orang mulai mempertanyakan hubungan mereka.
Ratu Clorris dan Raja Barack sudah mulai tak nyaman dengan kehadiran Latizia. Ia menatap penuh perintah pada panglima Ottmar yang tadi memantau situasi.
Panglima Ottmar mengangguk, ia melirik Milano dari ekor matanya seraya mendekati Latizia yang masih tahan di depan kamera.
"Baiklah, terlepas dari apapun aku hanya ingin mengatakan jika aku, sudah siap untuk memimpin kerajaan Garalden. Mohon dukungannya!" Ucap Latizia menarik simpati banyak orang.
"Putri! Kau pasti akan jadi Ratu yang baik."
"Terimakasih, aku harap kalian selalu memantau perkembangan-ku," Jawab Latizia tersenyum santai.
Delvin segera menarik Latizia dengan belitan ke pinggang wanita itu mengerat. Panglima Ottmar mengikuti Delvin dari belakang.
"Jangan buru-buru. Pesta-nya masih berlangsung, Sayang!" Ujar Latizia saat Delvin menariknya ke area yang sepi dan menjauh dari lantai utama aula.
Wajah Delvin kelap. Ia melirik sekitar dimana hanya ada mereka disini.
"Apa maksudmu dengan ini?"
"Apa? Maksudku yang mana?" Tanya Latizia membuat wajah bingung.
Delvin mengambil nafas dalam. Matanya menekan agar Latizia menyudahi drama kotor ini.
"Kau ingin melawan kerajaan?"
"Suamiku! Apa aku salah menginginkan kerajaanku lagi?" Tanya Latizia menaikan satu alisnya.
Saat Delvin membisu, kedua tangan Latizia langsung terangkat merapikan jas dan dasi pria itu.
"Atau..kau yang menginginkannya?!"
"Kau memang tak tahu terimakasih," Ketus Delvin menepis kedua tangan Latizia.
"Aku sudah berusaha untuk melindungi-mu. Kau jangan membuat ulah di disini lagi!"
Raut wajah Latizia langsung berubah datar. Tatapan ungu mistik itu mengibarkan hawa permusuhan bahkan Latizia tak segan bersitatap penuh penekanan.
"Aku datang mengambil milikku yang pernah kalian rebut. Jangan buat aku ingin muntah di wajahmu," Desis Latizia membuat Delvin kelap.
"Kau memang tak tahu diri!" Geram Delvin mengangkat tangannya ingin menampar Latizia tapi tiba-tiba saja kaki jenjang itu terulur bebas menerjang bagian bawah Delvin yang langsung tertolak kundur dengan paha merapat dan wajah pias memegangi bagian bawahnya.
"Kk..kau.."
"Hm?! Coba saja pukul jika kau tak ingin menjadi pria normal," Desis Latizia menepis bagian pinggangnya seperti menyingkirkan debu.
Delvin diam dengan tatapan yang sangat marah tapi tak bisa berkutik. Latizia tersenyum kecil melihat ketidak-berdaanya yang begitu menyedihkan.
"Delvin! Usahakan cuci dulu tanganmu sebelum menyentuhku," Sarkas Latizia berjalan angkuh melewati Delvin yang mengepal segera memukul dinding di dekatnya untuk melampiaskan emosi.
"Siall!! Wanita ini sudah mulai berani," Umpat Delvin dengan nafas memburu panas.
Ia tak sadar jika semua kejadian anarkis tadi sudah di rekam oleh panglima Ottmar yang segera mengirimnya pada Milano.
Ia menyimpan ponselnya lalu merubah raut wajah cemas mendekati Delvin.
"Pangeran!"
"Kenapa kau baru datang sekarang?!" Ketus Delvin di bantu berdiri oleh panglima Ottmar yang berpura-pura tak tahu soal apa yang Delvin alami.
"Pangeran! Apa yang terjadi?"
"Wanita sialan itu semakin tak terkendali," Gumam Delvin melenturkan pahanya yang terasa nyeri karna tendangan kuat Latizia.
Panglima Ottmar diam tapi ia cukup ngeri jika mengingat betapa bengisnya Latizia memperlakukan aset penerus tahta palsu ini.
Sementara Milano, ia baru saja diam-diam menyaksikan rekaman vidio yang di kirim panglima Ottmar. Wajahnya yang tadi begitu beku dan semakin menakutkan seketika mulai membaik seakan ada siraman rohani yang menyegarkan.
Ia menyimpan ponselnya dengan tatapan mencari Latizia. Saat matanya sudah menangkap keberadaan wanita itu diantara banyaknya tamu, Milano berdehem kecil melirik putri Veronica yang masih ada di dekatnya.
"Sayang! Ayo kita sapa tamu yang lain!" Ajak putri Veronica terkesan manja membuat Ximus yang tadi mengamati hanya tersenyum kecil.
Milano tak menghiraukan itu. Ia menuruti permintaan putri Veronica yang seketika berbinar saat Milano mau menemaninya menyapa tamu.
"Hay!"
Sapa putri Veronica mendekati beberapa gadis yang ada di sekitar Latizia.
Ia ingin membuktikan jika malam ini dialah bintang sebenarnya dan bukan Latizia yang sedari tadi banyak di hampiri orang-orang penting kalangan atas
"Putri! Kalian terlihat serasi!"
"Ouh, benarkah?! Memang banyak yang sudah mengatakan itu," Jawab putri Veronica menanggapi pujian salah satu gadis padanya dan Milano.
Putri Veronica begitu berusaha menonjol sampai ikut menyapa dua pria yang tadi bersama Latizia yang tepatnya berdiri di belakang Milano.
Wanita itu sibuk berbicara dengan para pria yang berusaha mendekatinya dan Latizia juga tak menolak.
"Putri! Apa kita pernah bertemu sebelumnya?"
"Mungkin, aku juga tak asing dengan kalian," Jawab Latizia membuat mereka semua nyaman berbincang lebih lanjut.
Milano yang mendengar jawaban Latizia merasa cukup terusik. Ia melirik dari ekor matanya ke belakang dimana Latizia tengah memeggang gelas wine tapi tak meminumnya.
"Sayang! Menurutmu bagaimana dengan Latizia?" Tanya putri Veronica sengaja agak mengeraskan suaranya hingga para gadis disini termasuk Latizia bisa mendengar itu.
"Malam ini dia cukup cantik, bagaimana menurutmu?"
"Biasa saja," Jawab Milano santai seraya meletakan gelas yang tadi ia pegang di meja belakang tepat di dekat Latizia.
"Benarkah? Jadi, siapa yang paling cantik?" Tanya putri Veronica memancing.
Latizia masih diam. Ia tak menggubris Milano yang tiba-tiba saja berdiri terlalu dekat dengannya sampai lengan mereka bersentuhan.
"Yang paling cantik diantara banyak gadis malam ini. Menurutmu siapa?"
"Yang paling cantik, hm?" Tanya Milano melirik Latizia yang masih belum merespon. Dia bahkan tak menganggap ada Milano padahal mereka sudah sering menghabiskan malam bersama.
"Yah, yang paling membuatmu tertarik!"
"Aku tertarik!" Jawab Milano tapi tangannya dengan nakal membelai paha Latizia di bawah sana.
Latizia terkejut tapi ia berusaha santai. Wajahnya masih tenang dengan senyum hangat mendengarkan beberapa cerita orang-orang yang menyapanya.
"Pria ini memang tak tahu etika," Batin Latizia dengan cepat menepis tangan Milano yang berani membelai pahanya.
Putri Veronica yang masih belum puas menjadi pusat perhatian segera menyapa Latizia.
"Putri Latizia!" Sapanya tersenyum ramah padahal Latizia sangat tahu sifat aslinya.
"Putri Veronica! Kita bertemu lagi!"
"Yah, kau tampak berbeda hari ini. Biasanya kau hanya memakai terusan yang cukup simpel," Ucap putri Veronica berniat merendahkan.
Latizia yang mendengar itu tersenyum geli tapi cukup tenang semakin membuat Milano gila untuk menyaksikannya.
"Kau sepertinya sangat mengenalku. Apa kita sedekat itu?"
"A..maksudmu?" Tanya putri Veronica tak mengerti tapi Latizia sangat paham bermain kata-kata.
"Maksudku, apa kau begitu santai sampai mengamati penampilanku?"
Putri Veronica langsung tercekat. Ia melihat jika para tamu disini mulai tertawa kecil seakan mengejeknya.
"Aku.."
"Tapi, yah! Aku akui seluruh yang melekat di tubuhku sangatlah berharga. Balutan pakaian sederhana tentu akan bernilai jika aku yang memakainya, benar bukan pangeran Milano?" Tanya Latizia beralih pada Milano yang seketika diam tapi ia cukup tertarik akan permainan ini.
"Hm, tentu saja! Kau mawar kerajaan Garalden. Semua orang tahu itu!"
"Wow! Pangeran Milano bahkan mengakui kecantikan putri Latizia!" Gumam para gadis di sekitar mereka tampak malu karna bisa sedekat ini dengan Milano.
Walau jika di lihat tak bisa di katakan dekat tapi, ini sebuah kemajuan.
Mendengar itu putri Veronica langsung mengepal. Wajahnya yang tadi santai tak lagi bisa di ajak bicara.
"Wanita ja**lang!" Umpatnya pada Latizia lalu melangkah pergi dengan amarah bersarang di kepalanya.
Kepergian putri Veronicavmembuat Milano ringan. Ia berdiri di samping Latizia yang cukup risih.
"Kejarlah peliharaan mu. Dia bisa mengigit orang lain!" Gumam Latizia pura-pura mengecek kuku-kuku cantiknya.
"Kenapa? Kau juga ingin jadi peliharaan-ku?
"Cih, sejak kapan aku mau di pelihara brandal sepertimu," Jawab Latizia tersenyum remeh menggoyang halus gelas wine di tangannya.
Para lelaki yang tadi ada di sekitar mereka perlahan mundur karna Milano menatap membunuh mereka semua bahkan keberadaanya terlalu mendominasi dan Latizia tahu itu.
"Kau menakuti mereka?"
"Aku terlalu sempurna, mungkin?!" Gumam Milano dengan tangan yang kembali naik dan sekarang ia meraba perut bagian bawah Latizia yang seketika mengetatkan rahangnya kuat.
"Kita tak saling kenal. Hentikan tabiat kotormu!" Geram Latizia ingin menepis tangannya tapi Milano langsung menggenggam jari lentik itu.
"Kauu.."
"Hm? Ingin bertengkar disini?!" Tanya Milano dengan raut wajah datar tapi tak di pungkiri jika mereka tengah berperang di bawah sana.
Untung saja ada meja yang menutupi area depan hingga apa yang Milano lakukan tak bisa di lihat siapapun.
"Kau pikir aku takut padamu?!"
"Mungkin, kau menghindar dariku," Bisik Milano membuat Latizia tertegun.
Ia memang tak mau lagi berhubungan dengan Milano karna apa yang pria itu katakan saat di goa cukup membuatnya sadar. Tapi, kenapa dia sangat sulit di hadapi?!
"Kita tak ada hubungan apapun," Tekan Latizia ingin melepaskan genggaman tangan kekar Milano tapi sialnya ini terlalu kuat.
"Lepas!!" Geram Latizia menekan pandangannya tapi Milano sudah tak tahan. Ia segera menarik Latizia mundur dari banyaknya tamu undangan secara paksa.
"Kauu.."
"Sustts! Ingin membuat keributan disini, hm?" Desis Milano dengan tatapan licik. Latizia tahu jika Milano tak akan peduli dengan pesta ini dan citranya, sangat berbeda dengan tujuan ia datang kesini.
"Lepaskan tanganku!"
"Pesta ini membosankan. Temani aku minum!" Datar Milano ingin membawa Latizia keluar dari aula ini lewat pintu di samping tapi..
"Putri Latizia!!"
Panggil seseorang dari belakang. Latizia yang melihat sosok pria asing segera menyentak tangannya dari Milano yang sudah mendingin hebat.
"Maaf, apa aku menganggu kalian?" Tanya Ximus yang sedari tadi mengamati.
Latizia menjaga jarak dengan Milano. Ia berusaha bersikap normal walau sekarang ia takut ketauan.
"Tidak. Kami hanya ingin bicara pekerjaan. Em...kau.."
"Ximus! Aku pangeran kerajaan Artefea!" Sambar Ximus langsung menyodorkan tangannya pada Latizia yang terdiam sejenak melirik Milano.
Wajah tampan pria itu semakin beku. Latizia bisa merasakan jika Milano dalam keadaan marah dan ini membuatnya merinding.
"A..kita bicara di depan. Ayo!" Ajak Latizia mendahului Ximus. Pria itu menatap hampa tangannya yang tak di sambut Latizia.
"Wanita yang menarik," Gumam Ximus terang-terangan di depan Milano yang sudah mendidih.
Ia memandang dingin kepergian dua manusia itu sampai urat kemarahan terlintas di matanya.
"Kau ingin bermain denganku?!" Geram Milano menyeringai iblis. Ia dengan datar memandang tirai di dekatnya lalu lampu alkohol di dekat meja.
"Malam ini kau harus menyaksikan kembang api!"
Gila Milano mengeluarkan pemantik api dari sakunya dan menyalakan benda itu untuk membakar tirai di dekatnya.
Wajah bengis, kejam dan tak berperasaan tampak jelas di pahatan tampannya. Milano diam menyaksikan api itu bergulir menyambar setiap tirai di dekat jendela aula.
"Prince!"
Panglima Ottmar yang tadi mencari Milano terkejut dengan api yang menyebar di tirai samping.
"Prince! Api ini.."
"Keluar jika kau ingin selamat," Gumam Milano menyeringai iblis segera pergi. Panglima Ottmar tak mengerti ini, ia melihat api itu semakin menyambar alkohol dan beberapa kain di atas meja sampai ini akan membuat ledakan.
"Ini di luar rencana," Gumam panglima Ottmar pergi untuk pura-pura tak tahu. Ia juga tak berani mematikan api itu karna Milano sendiri yang ingin membakar aula ini.
....
Vote and like sayang
sukses untuk mu thorr