Ditinggal Sang kekasih begitu saja, membuat Fajar Rahardian Lee Wijaya pergi ke sebuah kota kecil untuk menenangkan diri dari rasa kecewa,terluka dan tentunya malu pada keluarga besar yang sudah melakukan segala persiapan pernikahannya.
Tapi tak di sangka, disana ia malah bertemu dengan seorang wanita yang membuat ia lupa niatnya untuk datang. Alih alih ingin tenang, Fajar justru kembali pulang membawa seorang Janda perawan!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon nenengsusanti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part # 30
🍂🍂🍂🍂🍂🍂
Shena yang salah tingkah terus menggelengkan kepala saat di desak oleh Bubun, gadis cantik itu lagi buka suara saat di tanya bagian mana yang sering di gigit oleh Si tengah jika ia melakukan kesalahan, dan itupun baru di ketahui juga oleh Enin. Di pikir, entah kapan cucunya itu melakukan hal tersebut karna tak ada sikap mencurigakan dari kedua anak manusia yang berbeda umur kurang lebih 10 tahun.
"Hem, ok. Kita pergi sekarang ya, sakit banget nih kepala Bubun."
Shena yang hanya mengangguk berpamitan dulu pada Enin yang memilih menunggu di rumah, terlebih mereka pun tak pergi jauh.
Ini adalah kali kedua Shena pergi dengan Bubun dan rasanya tetap sama, yaitu mendebarkan.
Selama perjalan, hanya seputar makanan yang mereka obrolkan hingga akhirnya pilihan justru jatuh bukan di Resto dekat gerbang komplek seperti rencana awal melainkan Resto milik keluarga Barata.
"Disini yang paling enak menurur Bubun, yuk turun," ajak Nyonya besar Lee saat mobil sudah ia matikan mesinnya di area parkiran.
"Wah, besar banget tiangnya," ucap Shena yang malah fokus pada dua tiang berwarna putih di depan pintu masuk utama.
Lagi dan lagi, hal di luar dugaan terjadi dan di dengar secara langsung membuat Bubun tertawa kecil. Ingat pada pesan Sang putra, ia pun langsung menggandeng tangan Shena saat masuk , jangan sampai gadis cantik itu hilang jika tak ingin di amuk oleh Fajar nantinya.
Dua wanita kesayangan Si tengah pun kini duduk saling berhadapan di meja samping kaca, hanya ada dua kursi karna memang makanan yang di pesan akan di bawa pulang nantinya.
"Kapan mau main ke rumah utama?" tanya Bubun langsung tanpa basa basi lagi.
"Gak tahu, Bun. Gak pernah di ajak Aa," jawabnya jujur, saking jujurnya Bubun sampai kembali tertawa kecil.
"Kasiaaaan," ledek wanita itu.
Bukan tak pernah, bahkan Bubun dan Ayah sudah dua kali meminta putranya mengajak Shena ke rumah utama tapi ada saja alasan pria itu.
"Ya sudah, kalau gitu kami saja yang datang. Kamu harus kenal dengan Bintang dan Rinjani juga," kata Bubun yang ingin tiga wanita itu saling kenal.
Dua menantu Lee Rahardian begitu sibuk dengan kegiatan mereka masing-masing terlebih Bintang dan Rinjani bukan dari kalangan biasa jadi mereka tak sepenuhnya menjadi ibu rumah tangga.
"Beneran? kapan?" tanya Shena antusias, ia tak tahu banyak tentang orang orang di rumah utama karna Fajar jarang sekali bercerita. Jika sedang bersama seolah pria itu hanya ingin fokus pada semua yang di lakukan Shena saat tanpanya.
"Nanti kita bicarakan lagi ya," jawab Bubun, tentu semua tak bisa mendadak mengingat dua putranya pun sibuk apalagi Lintang yang kadang bolak balik rumah sakit.
Obrolan terus terlontar hingga pesanan mereka datang bersamaan dengan seorang wanita.
"Bubun, ya ampun. Bisa ketemu di sini," ucap Alina, wanita yang bersikeras menolak menjadi menantu Lee Rahardian.
"Lina, dari mana? mau makan siang juga?" tanya balik Bubun, tak ada benci diantara mereka meski Bubun jelas kecewa tapi semua balik lagi pada takdir Sang Maha Kuasa.
"Iya, lagi pengen makan disini, Bun," jawab Alina yang tatapan matanya tak lepas pada gadis muda dan cantik yang bersama dengan mantan calon mertuanya tersebut.
Bubun yang peka pun langsung memperkenalkan Shena pada Alina, begitu pun sebaliknya.
"Shena, ini Alina, dan Alina, ini Shena," ucap Bubun. yang jauh di dalam hatinya cukup berdebar karna bagaimana pun keduanya adalah masa lalu dan calon masa depan Sang putra.
"Hai, senang berkenalan denganmu," ujar Alina sambil mengulurkan tangan, dan itu disambut baik oleh Shena dengan balas menyapa juga.
"Aku baru liat, Bun. Jangan-jangan, calon istri Aa?" tebak Alina, tak ada raut cemburu atau kecewa karna memang tak ada rasa cinta dalam hati wanita itu.
"Doakan saja yang terbaik untuk mereka," jawab Bubun yang bingung sendiri, sebab tak ada kejelasan tentang Shena dan Fajar.
"Tentu, akan ku doakan untuk mereka berdua. Aku pamit ya, Bun. Sudah lapar," balas Alina sembari mengusap perut yang terlihat sudah sedikit membuncit, bohong rasanya jika hati Bubun tak mencelos melihat itu.
"Tuhan sudah menyiapkan yang jauh lebih baik, Bubun yakin itu," bathinnya dengan senyum kecil di sudut bibir seraya menatap punggung Alina yang semakin jauh lalu menoleh kearah Shena.
.
.
.
Hari yang berbeda di rasakan oleh Shena, ia yang biasanya hanya berdua dengan Enin kini ada Bubun, baru satu jam lalu wanita itu pulang karena tetap akan makan malam bersama keluarga besarnya.
"Shena--, ngelamun?" tanya Abah yang tak sengaja melihat gadis itu di teras samping memeluk lutut.
"Abah, enggak. Shena gak ngelamun," jawabnnya kaget karna memang ia benar-benar melamun.
"Ayo masuk, ngapain disini? banyak nyamuk," titah pria baya itu lagi karna sebentar lagi waktunya makan malam.
Shena mengangguk, ia bangun dari duduknya di teras lalu berjalan di belakang Abah menuju ruang makan. Ada ART yang sedang menyiapkan makanan untuk mereka nikmati malam ini.
"Abah panggil Enin sebentar ya."
"Iya, Bah," sahut Shena yang kemudian menarik salah satu kursi meja makan. Tatapanya kosong kearah satu kursi yang biasa ada Fajar disana.
Hari ini pria itu tak menghubunginya kembali serasa ada yang lain bagi Shena. Meski ada Bubun atau siapa pun tapi saat bersama Fajar jauh lebih menyenangkan.
Lamunan Shena kembali buyar saat pasangan baya itu datang dan duduk bersama. Malam ini mereka hanya bertiga karna buktinya Fajar tak kunjung datang, perut yang sebenarnya lapar tak membuat Shena lahap menikmati apa yang ada diatas piringnya, belum lagi bayangan wanita cantik saat di Resto yang entah kenapa jika ada sesuatu pada orang tersebut.
"Enin, Aa gak pulang ke sini?" tanya Shena penasaran.
"Menang dia tak meneleponmu?" tanya balik Enin yang di jawab gelengan kepala.
"Mungkin nanti agak malam, tapi jangan menunggu ya, karna kamu harus istirahat," pesan wanita itu, menjaga Shena tak ayal menjaga bocah kecil karna harua penuh kasih sayang dan perhatian ekstra karna untuk sabar rasanya tak begitu di uji sebab gadis itu tak banyak tingkah dan menuntut.
Tapi, belum juga Shena mengiyakan ada suara pintu utama terbuka, ia yang berharap Fajar yang datang pun segera bangun dari kursi lalu bergegas menuju arah suara tersebut.
Sosok pria tinggi tampan kini ada di depan Shena, ia yang berhenti sesaat langsung melanjutkan lagi langkahnya untuk berhambur ke dalam pelukan pria tersebut.
"Hey, kenapa?" tanya Fajar sambil mengeratkan dekapan, rasanya begitu hangat sebab semua lelahnya seakan hilang di detik yang sama juga.
.
.
.
Aku capek lembur terus A'....