Istri Tengil CEO Tampan

Titah rembulan seolah menyindir suaminya yang selalu bersama dengan istri pertamanya. Mereka tak menghiraukan dirinya berada di rumah itu. Rasa sakit yang dirasakan Rembulan saat datang ke rumah itu dikejutkan dengan kenyataan bahwa dirinya bukan istri satu-satunya Tuan Raditya.

Sakit. tentu Rembulan merasakan sakit walaupun ia belum pernah mengenal suaminya. Tapi ia sebagai seorang istri tak ingin diduakan oleh suaminya itu.

"Tapi kamu tak apa-apa kan?" tanya Tuan Raditya yang khawatir dengan keadaan istrinya.

"Dia ingin menamparku tapi Tata yang menghalanginya. Jadi, Tata lah lah yang kena tamparan si nenek lampir." adu Rembulan ingin memukul kepala istri pertama suaminya itu.

"Ingin menamparmu, emang kamu buat salah?" tanya Tuan. Raditya.

"Nyonya Rembulan tak salah, Tuan. Entah kenapa Nyonya Siska begitu membenci Nyonya Rembulan sejak datang ke rumah itu." jelas Tata yang tahu soal istri pertama tuannya tak pernah menerima kehadiran Rembulan.

"Kapan kamu datang, Dit?" tanya Tuan besar yang turun dari lantai dua.

"Baru saja, Pah," jawab Tuan Raditya yang menghampiri Papahnya dan menyalami tangan sang Papah dengan lazim.

Papah Haris begitu bahagia karena putranya mulai merespon adanya dirinya tak pernah dianggap oleh putranya. Ia senang putranya sedikit demi sedikit ada perubahan tidak dingin lagi seperti dulu.

"Kenapa dengan Tata, ulan?" tanya Tuan Haris melihat ada bekas bengkak di pipi kanannya pelayan itu.

Semua terdiam, Rembulan dn Raditya harus gimana untuk mengatakan apa pada Papah Haris jika ini adalah perbuatan istri lain dari putranya itu.

"Saya --,"

"Dia di tampar sama Kak Siska, Pah." adu Rembulan yang gemes dengan kelakuan Tata yang takut mengatakan hal itu.

"Sama Siska istri pertama kamu, Dit?" tanya Papah Haris lagi.

"Jangan dulu berburuk sangka dulu, Pah. Mungkin Siska ada alasannya," bela Tuan Raditya pada istri pertamanya itu, bukan ia berpihak pada istri pertamanya itu. Ia ingin memastikan dulu masalah dengan Rembulan baru ia akan menyimpulkan siapa yang salah dan benar.

"Pah, boleh kan Rembulan pulang ke rumah orang tua, Ulan?" pinta Rembulan yang sudah di bicarakan lewat sambungan telepon.

"Boleh, mungkin Papah dan Mamah mu pun sedang merindukan anak gadisnya," ucap Papah Haris yang mengizinkan mantunya untuk pulang ke rumah besannya itu. Ia biarkan Rembulan me curahkan rindunya pada kedua orang tuanya itu.

"Beneran, Pah?" tanya Rembulan lagi begitu senang, ini yang ia tunggu-tunggu selama ini, ingin pulang dan bertemu dengan kedua orang tuanya.

"Iya," jawab Papah Haris sambil menganggukkan kepalanya.

"Terimakasih, Pah," balas Rembulan begitu senang.

"Gak bisa gitu dong, Pah. Adit tak mengizinkannya," cegah Tuan muda Raditya tak pernah mengizinkan istri manapun untuk pulang ke rumah orang tuanya. Ia hanya bisa mengizinkan pada istrinya jika ingin keluar sekedar belanja keperluan pribadinya.

"Jangan egois, Dit. Rembulan masih mempunyai orang tua yang lengkap, dia lagi merindukan mereka," ucap Tuan besar Haris yang tak suka dengan tindakan putranya tersebut.

Tuan Raditya pun membuang napasnya dengan kasar, jika ia berdebat dengan sang Papah tak mungkin menang karena dirinya tak bisa melawan kekuasaan yang Papahnya berikan.

"Aku boleh pulang sekarang kan?" tanya Rembulan lagi.

"Tapi harus bersama ku," pinta Tuan Raditya seolah tak ingin di tinggalkan oleh istri keduanya itu yang mulai ada ketertarikan pada dirinya.

"Kamu mau ikut? Bukannya banyak pekerjaan," tanya Rembulan pada suaminya itu tak mengizinkan tapi mendadak ia ingin ikut.

Perjalanan yang memakan waktu begitu lama membuat seisi di dalam mobil tersebut hening tanpa ada suara, Tuan Raditya hanya melirik kearah sang istri yang ada di sampingnya.

Rembulan tahu apa yang sedang suaminya itu lakukan, ia biarkan walaupun dirinya risih di perhatikan seperti itu.

"Jangan lama-lama ya, aku tak bisa meninggalkan pekerjaan ku yang menumpuk," sahut Tuan Raditya membuyarkan keheningan di dalam mobil.

"Kenapa kamu ikut kalau banyak pekerjaan mu di kantor," tanya Rembulan yang aneh dengan sikap suaminya itu yang berubah.

.

.

.

.

.

.

.

Karena jika istri pergi, suaminya pun akan ikut kemanapun sang istri pergi, paham...