Istri Tengil CEO Tampan
Seorang gadis berumur 18 tahun adalah Rembulan, gadis periang dan cantik itu sedang duduk merenung seorang diri di kamarnya. Ia memikirkan tentang permintaan sang Ayah yang harus menikah dengan seseorang yang tak ia kenal.
Cek lek...
"Ulan, di panggil sama Papamu," ucap Mamah yang tak tega melepas anak keduanya pada pria yang sudah dari dulu di jodohkan dengan Rembulan.
"Ada apa, Mah?" tanya Rembulan yang seolah tak tahu niat sang Papah akan menjodohkan dengan anak dari teman Papahnya itu.
"Temui saja, ya," pintanya lagi, suaminya itu tak ingin di bantah dengan keinginannya.
Rembulan pun berjalan tanpa bertanya lagi, ia tak akan protes sebelum ia tahu dari mulut Papahnya itu.
Rembulan turun dari lantai satu, ia menghampiri sang Papah yang sedang duduk sambil membaca koran.
"Ada apa, Pah?" tanya Rembulan yang duduk di kursi sebelah dekat sang Papah.
Papah Hermawan meletakkan koran tersebut dan menatap wajah putrinya dengan wajah datarnya tanpa ekspresi ceria.
"Papah akan menikahkan kamu dengan anak teman Papah," sahut Papah Hermawan dengan nada serius.
"Aku gak mau, Pah. Ulan masih muda," tolak Rembulan dengan mentah-mentah, ia yang baru lulus sekolah dan belum melanjutkan kuliahnya harus mendengar kenyataan jika dirinya akan menikah di usia mudanya.
"Kamu tak bisa menolak, Ulan. Papah sudah terikat janji dengan teman Papah jika di usia mu sudah 18 tahun, kamu akan menikah dengan anak teman Papah," balas Papah yang tak mau kalah dengan sang putri kedua yang selalu ceria dengan tingkah membuat siapa saja akan senang di dekatnya.
"Pah, emang kak Maya kenapa? Kak Maya yang seharusnya menikah duluan bukan Ulan." bantah Rembulan, ia hanya anak kedua dari Kakaknya yang bernama Maya tersebut yang bertugas sebagai perawat di rumah sakit dari kota B.
"Kaka mau masih merintis karir, Ulan. Dan teman Papah hanya menginginkan dirimu," ucap Papah Hermawan saat meminta putri keduanya yang akan menjadi istri dari anak temannya itu.
"Papah jahat, apa Papah tak sayang dengan Ulan?" tanya Rembulan dengan derai air matanya yang mulai turun. Ia tak mau menikah di usia mudanya.
"Bukan Papah tak sayang, Ulan. Papah sudah terlanjur janji dan janji itu harus di tepati bukan,"
"Kan ada Kak Maya, Pah." ucap Rembulan yang sedih, ia belum merasakan masa muda dan melanjutkan kuliahnya yang sudah ia impikan.
"Tak ada penolakan apa pun kamu harus mengikuti apa yang Papah ucapkan." ucap Papah Hermawan begitu tegas setelah itu meninggal putrinya dengan sang istri yang terdiam hanya menjadi pendengar yang baik.
"Mah, aku tak mau menikah," rengek Rembulan pada sang Mamah yang tak tega melihat putrinya seperti itu.
"Mamah tak bisa membantumu, sayang. Kamu harus mengikuti apa mau Papah mu iya?" ucap Mamah Tika yang tak bisa membantu apa yang inginkan putrinya itu.
"Suruh Kak Maya pulang saja, Mah. Biar Kak Maya yang menikah dengan anak temannya Papah." ucap Rembulan yang membujuk sang Mamah agar Kakaknya lah yang menjadi mempelai wanitanya.
"Apa kalian tak sayang dengan Ulan, hah. Kalian hanya menjadikan umpan atas perjanjian kalian yang konyol itu." bentak Rembulan yang meluapkan emosinya.
Plak...
Tangan Mamah Tika dengan entengnya menampar putrinya itu, yang tak sadar saat Rembulan meluapkan emosi karena penolakan.
"Mamah tampar Ulan? Mamah tak sayang lagi dengan Ulan?" ucap lirih Rembulan sambil meringis karena kesakitan, ia pun bangun dan berlari ke kamarnya.
"Apa yang sudah aku lakukan pada putriku, maafkan Mamah, Ulan." lirih Mamah Tika yang merutuki kebodohannya karena menampar putrinya sendiri.
.
.
.
Di dalam kamar Rembulan menangis sejadi-jadinya, ia tak mengerti jalan pikiran kedua orang tuanya yang tega menikahkan dirinya dengan pria yang tak ia kenal.
Rembulan pun mengambil ponselnya dan menghubungi seseorang yang entah itu siapa, hatinya begitu dongkol dan ingin meluapkan kekesalannya dengan temannya itu.
"Kita ketemuan ya, aku tunggu di tempat biasa," setelah mengatakan hal itu Rembulan bergegas turun setelah ia mengganti pakaiannya.
Rembulan pergi tanpa pamit pada kedua orang tuanya, ia hanya memberitahukan pada pembantu kalau dirinya akan keluar sebentar.
#Resto
Rembulan mengedarkan pandangannya untuk mencari sosok teman dekatnya yang selalu ada untuk di saat sedih maupun senang.
"Kenapa sih sedih banget, habis di marahi Papah mu ya yang super galak itu," ucap Sifa yang menebak jika temannya itu habis kena hukuman gara-gara tingkahnya yang membuat kedua orang tuanya geleng-geleng.
"Lebih dari itu, Sif. Nih lihat mamah gue habis nampar gue," adu Rembulan sambil menunjukkan bekas tamparan Mamah yang masih membekas.
"Gila gadis banget nyokap lu ya, Lun. Emang ku buat salah apa sampai nyokap lu marah?" tanya Sifa yang ingin tahu.
"Gue mau di jodohkan, Sif. Sama-- entah lah, gue tak tahu dengan pria yang akan menjadi suami ku itu." jawab Rembulan sambil menyeruput minuman Sifa yang ia pesan.
"Woy, itu punya gue, sana pesan." bentak Sifa, ia hanya bercanda ingin mengembalikan raut wajah ceria temannya itu.
"Ya elah, minta dikit doang," balas Rembulan yang duduk di depan Sifa, ia pun menceritakan apa yang terjadi pada temannya yang selalu ada untuknya.
"Oh, iya, Lun. Tetangga gue juga nikah muda sekarang lagi hamil tuh dan sampai sekarang lakinya gak pulang-pulang," ucap Sifa yang memanasi temannya yang seolah takut untuk menikah muda, Rembulan membayangkannya saja sudah tak sanggup di tambah dengan cerita Sifa yang membuat ia merasakan hal yang sama.
"Kok gue makin takut ya? Gimana kalau cowok itu jelek, item, terus suka main perempuan," ucap Rembulan yang membayangkan semua itu yang ia ucapkan.
"Semoga saja gak, Lun. Kan jodoh tak ada yang tahu,' jawab Sifa yang seolah ia paling benar.
.
.
.
Tak terasa hari mulai gelap, Rembulan pulang di jam yang mulai larut malam, ia pun melihat sekeliling rumahnya saat baru sampai, ia tak ingin ketahuan dan di marahi lagi oleh kedua orang tuanya terutama Papahnya yang super galak itu.
"Selamat, untung pada tidur tuh orang tua yang durjana." gumam Rembulan sambil menenteng sepatunya, ia berjalan dengan pelan sambil melihat-lihat takut ada seseorang.
Baru beberapa langkah ia menginjakkan kakinya di teras depan rumah yang mulai sepi tak ada siapapun, Rembulan pun membuka pintu tersebut dengan pelan agar penghuni rumah tersebut tak curiga dengan tingkah tengilnya itu.
"Aman, pintunya gak di kunci. Emang keberuntungan banget ini," ucap Rembulan dengan pelan sambil cekikikan dengan pelan.
Cek---
Belum di buka pintu itu baru saja menekan kenop pintu itu suara yang tak asing bagi Rembulan mengagetkan dirinya yang lagi was-was.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Jam berapa nih baru pulang? Masih ingat pulang juga hah..
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 122 Episodes
Comments
Safira Wan
seru banget
2023-08-19
0
Nirmala
ooi
2023-06-28
0
Cherry🍒
wuaaah awalan cerita ini kayaknya seru lanjut baca ah
2023-06-28
0