Estsaffa ahiara, gadis yatim piatu yang diadopsi oleh kedua orangtua angkatnya. Terpaksa menikah untuk membayar hutang.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Riendiany, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 30 Makan Malam
"Mommy..."
Diterimanya ponsel dari tangan Adrian, setelah lelaki itu mengatakan kalau mommy, ibu Adrian yang juga menginginkan panggilan yang sama dari Ara kepadanya, ingin berbicara dengan gadis itu melalui ponsel.
"Siang mom.."
"Hai sayang, sore ini ke rumah ya. Tapi sendiri saja. Minta antar sopir Adrian. Mommy kangen denganmu. Kita ngobrol sambil curhat" tawa renyah Lina menghapus kecanggungan Ara. Ia yang kehilangan dua kali keluarga satu-satunya merasa bahagia dengan sikap Lina yang dengan tangan terbuka menerimanya. Ara tidak ingin jauh berpikir tentang pernikahan atau apapun, ia hanya sedang menikmati kasih sayang seorang ibu yang selalu terenggut darinya.
"Baiklah mom. Sepulang kerja aku langsung kesana ya. Apa mom ingin kubawakan sesuatu?"
"Tidak usah sayang. Kita masak bersama nanti. Jadi jangan membawa apapun. Cukup pastikan jika kau akan datang" senyum mengembang dibibir Ara, perkataan Lina itu membuatnya bahagia.
"Siapp mom"
Setelah Lina menutup panggilan diponsel Adrian, gadis itu menyerahkan ponsel yang ia pegang pada empunya.
"Bagaimana?"
"Mommy ingin aku ke rumah. Tapi..sendiri" kedua alis Adrian bertaut. Mengapa harus tanpanya? Apa ada sesuatu yang akan dibicarakan mereka berdua?.
"Mengapa sendiri?"
"Entahlah. Jangan berburuk sangka dahulu. Mungkin mommy hanya ingin mengenalku" lelaki itu membuang muka. Kemudian meraup sebagian wajahnya. Jemarinya menyentuh meja kemudian mengetuk pelan sembari berpikir.
"Untuk apa mengenal? Kita hanya bersandiwara. Tidak perlu ada pengenalan atau pendekatan!" suara Adrian mengusik hati Ara. Lelaki itu terlalu naif bahkan untuk sekedar berbohong.
"Lalu, mas ingin mommy curiga? Kita baru beberapa kali kesana dan tidak pernah menolak_"
"Bukan begitu maksudku. Aku hanya khawatir kau keceplosan saat tidak bersamaku" lagi dan lagi hanya demi diri sendiri.
"Baiklah susul aku sejam kemudian kalau begitu. Karena tadi mommy menyuruhku datang sendiri"
"Hei...itu rumahku! Aku bisa datang kesana kapanpun aku mau!"
"Isshhh. Terserah mas saja!" Ara berdiri kemudian meninggalkan Adrian yang duduk di mejanya. Rasanya pembicaraan yang baru saja terjadi tidak ada gunanya. Lelaki itu protes namun kembali menegaskan bahwa ia bisa melakukan apapun karena ini adalah ranahnya, miliknya.
\=\=\=\=\=\=\=\=\=
"Sayang ambilkan sendok disebelahmu"
Ara segera mengambilkan sendok untuk Lina. Diangsurkannya pada wanita paruh baya itu. Sedikit heran, gadis itu hanya memperhatikan Lina yang tampak lihai mengolah makanan serta menggunakan berbagai macam alat masak.
Demi apa ia pikir ia yang akan memasak disini. Namun kenyataannya ia hanya sebagai asisten Lina yang sebenarnya juga tidak membutuhkan asisten. Lina bekerja dengan cepat dan rapi. Bahkan tidak banyak alat masak yang kotor di wastafel. Semua terpakai sesuai fungsinya.
"Bagaimana menurutmu?" Lina memberikan sendok yang sudah terisi sedikit kuah untuk dicicipi Ara. "Buka mulutmu" Lina menghempas tangan Ara yang hendak memegang sendok dan malah mendekatkannya ke mulut Ara.
Gadis itu tersenyum, kemudian mengangguk seraya memajukan bibirnya untuk mencicipi isi dalam sendok yang diberikan Lina.
"Enak mom. Enak sekali" Lina tersenyum, kemudian menatap Ara yang tampak tulus memberikan komentar tentang masakannya.
"Ahhh..kau pasti mengejek mommy. Kenapa kau bilang enak sekali?"
"Tapi ini memang enak sekali mom. Mommy hebat, seperti chef. Ajari aku masak ya mom" jempol Ara diacungkannya didepan Lina untuk mengakui kehebatan ibu Adrian dalam memasak.
"Hemm..bukankah kau juga pintar memasak? cake buatanmu selalu enak" Ara tersenyum malu. Dibantunya Lina yang sedang menuang masakannya kedalam mangkok lebar di atas meja.
"Aku tidak terlalu mahir memasak mom. Hanya memasak itu- itu saja"
"Baiklah. Karena kau akan menjadi menantu mommy. Kita harus belajar memasak mulai sekarang, keluarga mommy lebih menyukai masakan rumahan daripada makan di restoran"
'Menantu' kata ajaib yang berhasil membuat tubuh Ara meremang. Akankah sandiwara ini sampai pada tahap menikah hingga akhirnya membawa Ara menjadi menantu dikeluarga ini? Bolehkah ia mengacuhkannya saat ini. Sungguh ia tidak bisa menolak pesona Lina yang sangat baik padanya.
Satu persatu makanan buatan Lina sudah siap di meja makan. Ara membantu menatanya hingga tanpa ia sadari kalau ibu Adrian memasak banyak makanan hari itu. Seperti mau makan malam bersama.
Setelah selesai membantu, Ara mencuci tangan dan segera bergabung di meja makan dengan calon mertuanya itu.
Mereka makan malam sambil bercengkerama membicarakan masakan dan segala hal tentang makanan. Mereka makan bertiga, namun Dani putra Adrian hanya hening dan memilih diam menikmati makanan dalam piringnya.
"Ehem....Kau ingat tante Ara kan Dan?" Lina berusaha mencairkan kecanggungan Dani yang kehadirannya seperti tidak terlihat karena hanya suara sendoknya yang berdenting yang terdengar.
"Hemm"
"Tante Ara pintar memasak. Dan juga bisa basket sepertimu" Ara kaget. Basket? Mengapa mommy tidak membicarakan hal ini kepadanya dulu. Dia memang pernah bermain basket, namun itu hanya ikut- ikutan. Bahkan dia tidak mengerti cara memantulkan bola yang benar layaknya pemain basket.
"Lalu? Ia teman daddy kan? Suruh saja ia main basket dengan daddy. Aku tidak berminat dengan amatiran"
Brukkk!
Tidak ada yang jatuh, namun Ara merasa seperti ditinju dengan tangan yang berotot. Putra Adrian itu bahkan tidak pernah benar- benar menatapnya, namun ia bisa menilai kalau Ara adalah pemain amatiran alias penggembira saja. Apa sangat terlihat? Dari bentuk tubuhnya mungkin yang sama sekali tidak mengindikasikan seseorang yang menyukai olahraga.
"Setidaknya kau menyapanya sayang. Tante Ara baik loh..masakannya juga enak" Lina tak menyerah membuat remaja lelaki itu berinteraksi dengannya dan juga berharap dengan Ara tentunya.
"Masakan oma paling enak. Dan aku juga tidak ingin makanan enak lainnya. Cukup buatan oma saja!" remaja itu berdiri. Kemudian hendak pergi meninggalkan meja makan setelah mnghabiskan isi dalam piringnya. "Aku sudah kenyang oma. Hari ini banyak tugas. Selamat malam".
Dani gegas menuju kamarnya. Ara hanya menatap punggung remaja itu seraya berpikir. Adrian pribadi yang tidak mudah, ternyata sang putra lebih menggemaskan, ya..menggemaskan untuk ditinju- tinju. Setiap perkataan yang keluar dari bibirnya adalah penolakan terhadap Ara.
Namun, bukankah itu tidak jadi masalah. Mengapa juga Ara harus memikirkan putra Adrian itu, karena ia tidak benar- benar akan menjadi ibu sambungnya bukan?
Ibu sambung?? Betapa suram kalau itu benar terjadi.
terima kasih othorku🤣🤣🤣💯💯💯👏👏👏