NovelToon NovelToon
Di Nikahi Duda Anak 1

Di Nikahi Duda Anak 1

Status: sedang berlangsung
Genre:CEO / Nikah Kontrak / Beda Usia / Pengasuh
Popularitas:7.2k
Nilai: 5
Nama Author: Nur Sabrina Rasmah

Kirana Larasati, gadis yang baru saja lulus SMA, harus menghadapi kenyataan pahit. Adiknya menderita sakit kanker, namun masalah ekonomi membuat adiknya terpaksa dirawat di rumah sendiri. Kirana ingin bekerja dan membantu orang tuanya. Suatu hari, tetangganya bernama Lilis menawarkannya pekerjaan sebagai pengasuh anak.
Kirana bertemu dengan Bastian Rajendra, seorang duda yang memiliki satu anak perempuan bernama Freya Launa.
Awalnya, Kirana hanya berniat bekerja untuk mendapatkan uang demi pengobatan adiknya. Namun, kedekatan Kirana dengan Freya, serta tanggung jawabnya yang besar, membuat Bastian mengambil keputusan tak terduga. Bastian menawarkan sebuah pernikahan kontrak dengan janji akan menanggung seluruh biaya pengobatan adiknya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nur Sabrina Rasmah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

"Sarjana Bakso vs Tuan Otoriter"

Bastian meletakkan Kirana di atas ranjang dengan sangat hati-hati. Bukannya pergi untuk mengambilkan baju, Bastian justru duduk di ujung kaki Kirana. Tangannya yang besar mulai meraih pergelangan kaki Kirana yang terlihat memerah karena benturan tadi.

"Aduh!" ringis Kirana spontan saat jari-jari hangat Bastian menyentuh kulitnya.

Kirana benar-benar ingin menghilang dari muka bumi saat ini juga. Posisi ini sangat tidak menguntungkan baginya. Ia hanya mengenakan sehelai handuk yang lilitannya terasa semakin longgar, menutupi tubuhnya hanya sampai batas paha. Setiap kali Bastian menggerakkan tangannya untuk memijat, Kirana harus memegang erat ujung handuknya dengan tangan gemetar.

"Tahan sedikit," ucap Bastian tanpa mendongak, fokusnya tertuju pada bagian kaki Kirana yang bengkak. "Lain kali kalau jalan pakai mata, bukan pakai emosi."

"Ya... ya habisnya Mas sih! Tadi godain saya terus, kan saya jadi panik!" sahut Kirana, mencoba mengalihkan rasa malunya dengan omelan.

Bastian mendengus pelan, lalu memberikan tekanan lembut pada titik yang sakit. "Saya cuma bilang mau menagih denda, kamu sudah ketakutan seperti mau saya makan hidup-hidup. Kamu pikir saya sebuas itu?"

Kirana terdiam, menatap puncak kepala Bastian. Dalam jarak sedekat ini, ia bisa melihat betapa telatennya pria itu merawatnya. Rasa hangat yang bukan berasal dari suhu kamar mulai merayap di dadanya.

"Mas... sudah," bisik Kirana pelan. "Udah mendingan kok. Lagian... saya malu, Mas liatin kaki saya terus."

Bastian akhirnya mendongak, menatap Kirana dengan pandangan yang sulit diartikan. Matanya menyapu wajah Kirana yang basah, lalu turun ke bahu yang terbuka, hingga berhenti di jemari Kirana yang mencengkeram handuk.

Suasana mendadak berubah menjadi sangat intens. Udara di kamar itu seolah menipis.

"Kamu istri saya, Kirana. Tidak ada bagian dari tubuhmu yang tidak boleh saya lihat," suara Bastian merendah, membuat bulu kuduk Kirana berdiri. "Tapi kalau kamu terus-terusan menatap saya dengan wajah merah begitu, saya tidak menjamin mode 'kucing rumahan' ini bisa bertahan lama."

Kirana langsung menarik kakinya dan bergulung masuk ke dalam selimut seperti ulat nangka. "Sana keluar! Saya mau ganti baju! Mas Kelinci Mesum!"

Bastian terkekeh, berdiri dari ranjang dengan gaya santai. "Cepat ganti baju. Saya tunggu di ruang tengah. Jangan sampai terpeleset lagi, atau saya sendiri yang akan memakaikan bajumu."

Setelah pintu kamar tertutup, Kirana membenamkan wajahnya ke bantal. "Ya Tuhan! Selamatkan daster-daster hamba dari godaan Mas Bastian yang makin hari makin meresahkan ini!" batinnya menjerit, sementara jantungnya masih berdisko tidak karuan.

Kirana buru-buru mengganti handuknya dengan daster sutra yang lebih tertutup—meskipun ia masih merindukan daster beruang kutubnya yang legendaris. Setelah merasa cukup "aman", ia keluar menuju ruang kerja Bastian dengan langkah sedikit pincang.

Di sana, Bastian sudah duduk di balik meja kayu jati besar, mengenakan kacamata berbingkai tipis yang membuatnya terlihat sepuluh kali lipat lebih cerdas sekaligus mengintimidasi.

"Sini, duduk di samping saya," perintah Bastian tanpa mengalihkan pandangan dari layar laptop.

Kirana menarik kursi dengan ragu. "Mau ngapain sih, Mas? Kan saya nggak ngerti urusan saham-saham begitu. Nanti kalau saya salah baca grafik, dikira gambar gunung lagi."

"Bukan urusan kantor. Temani saya saja," sahut Bastian pendek. Ia lalu menggeser sebuah map tebal ke hadapan Kirana. "Buka itu."

Kirana membukanya dengan penasaran. Matanya membelalak melihat brosur-brosur universitas ternama, baik di dalam maupun luar negeri, lengkap dengan daftar jurusan manajemen dan bisnis.

"Mas... ini apa?"

"Katanya kamu mau kuliah lagi? Saya sudah bilang kan, kamu sekarang Nyonya Rajendra. Saya tidak mau istri saya cuma jago debat sama tukang bakso. Kamu punya potensi, Kirana," ucap Bastian sambil meliriknya dari balik kacamata. "Pilih universitas yang kamu mau. Saya sudah siapkan tutor kalau kamu merasa butuh bantuan untuk tes masuknya."

Kirana terdiam. Tenggorokannya tiba-tiba terasa tercekat. Selama ini, ia harus mengubur mimpinya dalam-dalam demi biaya pengobatan Luki dan kebutuhan hidup ayahnya. Tidak pernah terpikir ada orang yang akan memikirkan masa depannya se-serius ini.

"Kenapa? Kurang mewah kampusnya?" tanya Bastian karena Kirana hanya diam.

"Nggak... bukan gitu," Kirana mengusap sudut matanya yang mulai basah. "Mas beneran mau biayain saya kuliah? Mas nggak takut nanti kalau saya pintar, saya bakal lebih galak debatnya sama Mas?"

Bastian menutup laptopnya, lalu memutar kursinya menghadap Kirana sepenuhnya. Ia menarik tangan Kirana dan menggenggamnya erat.

"Saya justru suka tantangan. Semakin pintar kamu, semakin menarik permainan ini bagi saya," Bastian tersenyum tipis, tapi kali ini tatapannya sangat tulus. "Kuliah yang benar, Kirana. Biar suatu saat kamu bisa berdiri di samping saya bukan cuma sebagai istri, tapi sebagai mitra yang saya banggakan."

Kirana tersenyum lebar, meski air mata senangnya tumpah juga. "Oke, Mas Kelinci! Tapi jangan nyesel ya kalau nanti saya lulus jadi sarjana, gelar saya bakal jadi Kirana Larasati, S.Bk—Sarjana Bakso!"

Bastian tertawa lepas, suara tawa yang memenuhi ruangan sunyi itu. "Terserah kamu. Sekarang, pilih kampusnya atau saya yang pilihkan dan besok kamu langsung ospek di kantor saya?"

"Eh, jangan! Saya pilih sendiri!" seru Kirana panik sambil sibuk membolak-balik brosur, sementara Bastian kembali bekerja dengan tangan kiri yang tetap menggenggam tangan istrinya.

Malam itu, di tengah tumpukan dokumen yang kaku, Kirana menyadari satu hal: di balik sikap otoriter Bastian, pria itu adalah "tangga" yang membantunya menggapai mimpi yang sempat runtuh. Namun, batin Kirana tetap berbisik, "Tetap saja, besok kalau dia mode singa lagi, gue harus tetap waspada!"

1
Sri Wahyuni Abuzar
kenapa siih harus ada kata² umpatan B2
di bab sblm nya jg gitu aku masih diem..eeh ini ketemu lg..kesel sm majikan boleh² aja tp g mesti ngebatin dengan kata² kotor.
Nur Sabrina Rasmah
bener bener posesif banget ya , mas Bastian ke Kirana🤭
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!