bagaimana jadinya kalau anak bungsu disisihkan demi anak angkat..itulah yang di alami Miranda..ketiga kaka kandungnya membencinya
ayahnya acuh pada dirinya
ibu tirinya selalu baik hanya di depan orang banyak
semua kasih sayang tumpah pada Lena seorang anak angkat yang diadopsi karena ayah Miranda menabrak dirinya.
bagaimana Miranda menjalani hidupnya?
simak aja guys
karya ke empat saya..
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon santi damayanti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
pecat senua
Heri Aditama selaku ketua yayasan dan sekaligus adik Handoko memacu kendaraannya saat melihat pagar universitasnya dirubuhkan.
Menelpon kepolisian hasilnya sama, "itu proyek resmi."
"Mana ada meratakan bangunan disebut proyek resmi... akan aku gugat pokoknya," gumamnya, hatinya berdebar kencang.
Menelpon Handoko namun tak kunjung diangkat.
Sementara di ruang kemahasiswaan, Kirana duduk dengan tenang di sofa.
Miranda masih tercengang dengan tindakan gila mamah mertuanya.
"Keren sekali... tapi dia masih dingin sama aku... apakah aku akan diratakannya," pikirnya membayangkan hal buruk.
Tak lama kemudian, 10 mahasiswa datang dengan murah.
Mereka datang dengan pongah merasa orang tua mereka akan bertindak.
"Oh pantas saja ternyata wanita murahan," ucap Rivan dengan nada sinis.
"Hey kamu," ujar Santi melirik ke arah bodyguard, "rontokkan giginya tiga saja," sambungnya enteng.
"Bugh!" muka Rivan ditonjok bodyguard yang paling dekat dengan dirinya, bukan yang dilirik Santi.
Rivan menjerit, mulutnya penuh darah.
"Ah dasar bodoh kenapa jadi lima," ketus Santi.
"Lupa saya habis sarapan tadi," sahut bodyguard menatap tajam pada mahasiswa yang membully Miranda kemarin.
Tindakan pongah mereka sedikit menciut, tidak sesombong tadi.
"Kalian pikir dengan kekerasan seperti ini kami akan menyerah? Pelaku tindak plagiat tidak pantas ada di sini... ayahku jenderal polisi, kalian akan kena pidana," seru Vina dengan nada sedikit takut, tapi dia tidak mau menyerah, ayahnya sangat melindungi dia.
"Telepon ayah kamu sekarang, bilang suruh tangkap Santi Baskara," ucap Santi.
"Menantang rupanya kau," balas Vina.
Kemudian dia menelpon ayahnya.
"Ayah, ada orang yang menyakiti aku, Ayah... dia merobohkan gedung universitas," Vina membesarkan berita padahal baru pagar yang roboh, "Ayah harus menindaknya," lanjut Vina.
"Siapa yang berani menyakiti anak dari Hermawan, hah? Berikan teleponnya pada dia," ujar Hermawan.
"Ini ayahku mau menelpon, habislah kamu," ancam Vina pada Santi.
Kirana melihatnya dengan jengah.
Sementara Miranda menantikan adegan selanjutnya.
"Halo Hermawan, apa kabar... bagaimana dengan belas kasihku... membuat karir kamu meloncat... Tapi kenapa kamu tidak mendidik anak kamu dengan baik," ucap Santi santai.
"Siapa Anda?" suara Hermawan bergetar.
"Teman lama... waktu kamu jadi Kapolres hampir saja didepak... kalau tidak ada aku, habis riwayat kamu."
"Nyonya Kirana...." gumamnya.
"Bukan aku, Santi," timpal Santi enteng.
"Ah Mba Santi... ada apa dengan putri saya?" ucap Hermawan, nadanya sopan.
Sontak saja reaksi Vina berubah, yang tadinya sombong menjadi gemetar.
"Nyonya Kirana ingin anak Anda tidak kuliah di sini... menantunya tidak boleh melihat sampah," ucap Santi tanpa sungkan.
"Baik... baik... Mba, akan saya ambil anak saya dari sana dan akan saya pindahkan ke luar negeri," sahut Hermawan dengan suara penuh ketakutan.padahal anaknya baru dikatakan sampah
"Ayah, aku nggak mau pindah!" teriak Vina terisak.
"Diam kau... hampir saja kau membuat bencana, pokoknya Ayah akan pindahkan kamu ke luar negeri," tegas Hermawan dan mematikan sambungan.
"Ini tidak bisa dibiarkan, jangan hanya karena Anda kaya Anda bersikap semena-mena, ini tidak adil," ucap Leo kesal.
"Ah, lama sekali, aku ratakan juga nih," celetuk Kirana yang membuat suasana mencekam.
"Tenang, Ka... santai... kurangi dosis kemarahan," ujar Santi.
"Nama Leo, bisnis sampingan gigolo, pemakai Nyonya Nirina usia 57 tahun, Nyonya Luna usia 60 tahun, indikasi pengedar narkoba," bodyguard membuka data Leo dengan gamblang.
"Kamu tidak pantas di sini, pantasnya di penjara... dan kamu tidak berhak berkata keadilan," tukas Santi.
Entah dari mana dua orang polisi datang dan meringkus Leo.
"Kamu diduga pengedar narkoba, Anda kami tangkap," ucap polisi.
"Tidakkkk!" teriak Leo, "aku akan ceritakan dalang utamanya!"
Namun dia terus diseret.
"Hey kau, pria tua, apa sudah buat surat pemecatan?" ucap Kirana dengan nada datar.
"Sudah, tinggal tunggu ketua yayasan," jawab pria tua itu.
"Hey kalian siapa berani-beraninya...." ucap Heri, menghentikan ucapannya saat tahu siapa yang ada di hadapannya.
"Nyonya Kirana kenapa Anda di sini," tanya Heri sopan.
"Kebetulan kamu datang cepat, tandatangani surat pemecatan itu, waktuku nggak banyak," ucap Kirana enteng.
"Tapi boleh tahu apa kesalahan mereka?" tanya Heri.
"Ah kamu benar-benar makan gaji buta, Heri... sampai keponakan kamu dibully saja tidak tahu," ucap Kirana.
"Siapa?" tanya Heri yang memang belum tahu kalau Miranda jadi menantu Baskara.
"Miranda," ucap Kirana menoleh ke arah Kirana.
"Miranda," gumamnya, "bukankah dia jadi....." Dia menghentikan ucapannya karena akan berakibat fatal.
"Ah jadi kamu kuliah di sini, Nak," ucap Heri sopan. Menatap ke arah Miranda
Sementara Miranda hanya diam tanpa ekspresi dulu saat dia dikeluarkan dari sekolah tidak ada satupun keluarganya yang membela termasuk pamannya Heri.
"Terlalu banyak basa-basi, aku masih punya banyak urusan," ucap Kirana.
"Iya, tapi hanya sekedar memecat mahasiswa Anda tidak usah merobohkan pagar," ucap Heri.
"Aku bangun ulang sekalian, aku sumbang gedung baru... nanti beri nama Gedung Miranda," ucap Kirana, menyumbang gedung seperti menyumbang pakaian bekas.
"Baiklah, Nyonya... saya pastikan keponakan saya Miranda akan dijaga dengan baik," ucap Heri, sifat penjilatnya keluar.
Pria tua memberikan kertas dan tanpa ragu menandatangani surat pemecatan mahasiswa.
Tidak ada yang berani melawan, bahkan di antara mereka mengadu lewat pesan singkat malah dimarahi oleh orang tuanya. Mereka sekarang sadar sudah mengganggu orang salah dan penyesalan selalu datang belakangan.
"Ok," ucap Miranda berdiri lalu melihat Miranda.
"Ayo pulang," ajaknya dengan nada dingin, bagi Miranda sangat menyeramkan.
"Hati-hati, Nak," ucap Heri sopan.
"Baik, Om," jawab Miranda.
Ya begitu watak orang, gampang berubah. Dulu dia tak dianggap, diabaikan, disalahkan, tapi sekarang diakui karena punya pendukung kuat
Miranda keluar bersama Kirana, Santi, dan para bodyguard. Kehadiran mereka langsung menjadi pusat perhatian. Amar, Amir, dan Lena ikut menoleh memperhatikan rombongan itu.
"Gila ya, mertuanya si Miranda main ratakan saja," ucap Amar tidak percaya.
"Iya, lagian bego banget sih kenapa juga menyinggung Miranda. Untung saja baru pagar, bukan gedung," ucap Amir sambil mengikuti rombongan Miranda dengan pandangan matanya.
Lena mengepalkan tangannya erat. Rencananya kembali gagal dan itu membuat hatinya terasa panas.
"Syukurlah, semoga Miranda bahagia," ucap Amir pelan.
Amar langsung memegang dahi Amir.
"Stres lu?" tanya Amar.
"Lu yang gila," sahut Amir. "Dan semua kita gila tau enggak. Dan gue mulai normal. Miranda itu adik kita. Sedarah dengan kita. Satu rahim. Harusnya kita bahagia melihat kehidupan Miranda yang bahagia."
"Bangsat!" teriak Amar sambil menarik kerah baju Amir. "Bagaimana dengan mamah. Dia penyebab mamah meninggal," ucap Amar dengan suara keras yang penuh kemarahan.
"Lu pikir apa yang bisa dilakukan anak usia sepuluh tahun. Apa mungkin dia bisa membunuh orang dewasa?" balas Amir tegas.
"Kalau dia waktu itu tidak minta dijemput, kecelakaan itu tidak akan pernah terjadi."
"Lu pikir anak usia sepuluh tahun harus pulang sendiri dari hutan. Setiap orang tua akan menjemput anaknya dalam kondisi seperti itu," ucap Amir lagi. "Dan selama ini kita bodoh menyalahkan dia terus."
Amir menghempaskan tangan Amar dan pergi begitu saja, meninggalkan Amar yang terdiam.
Lena berdiri kaku. Hatinya terbakar melihat perubahan Amir yang kini berpihak pada Miranda.
Kakak ga punya akhlak
mma Karin be smart dong selangkah di depan dari anak CEO 1/2ons yg masih cinta masalalu nya