Quin didaftarkan ke acara idol oleh musuh bebuyutannya Dima.
Alhasil diam-diam Quin mendaftarkan Dima ikutan acara mendaftarkan puisi Dima ke sayembara menulis puisi, untuk menolong keluarga Dima dari kesulitan keuangan. Sementara Dima, diam-diam mendaftarkan Quin ke sebuah pencarian bakat menyanyi.
Lantas apakah keduanya berhasil saling membantu satu sama lain?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon imafi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
29
Hari ini Dima sudah kembali masuk sekolah. Dengan percaya diri—atau lebih tepatnya kepercayaan diri yang agak memaksakan—dia mengumumkan ke semua orang bahwa dirinya sudah sembuh total. Padahal baru kemarin masih batuk seperti mesin motor tua yang mau mogok.
Saat jam pulang sekolah, ia menghampiri Quin dengan senyum sok sehat.
“Quin, hari ini latihan lagi? Aku siap kok. Suara sudah balik seperti penyanyi profesional yang siap tampil di TV,” katanya sambil memukul dada sendiri.
Quin memutar mata. “Profesional dari Hongkong. Suara kamu masih kayak radio rusak.”
“Hey, aku sehat!” bantah Dima dramatis.
“Terserah kamu mau ngaku apa, tapi aku bilang kamu pulang dan istirahat. Titik. Nggak ada latihan hari ini. Kalau kamu tumbang lagi, yang repot siapa? Aku juga!”
Dima membuka mulut, siap membalas, tapi akhirnya hanya menghela napas panjang dan menyerah. “Baik. Tapi aku protes secara resmi.”
“Silakan protes ke tembok. Tembok mungkin lebih peduli.”
Dan begitu lah, Dima pulang dengan langkah lesu—atau mungkin memang karena masih lemas tapi gengsinya melarang mengakui.
--
Quin akhirnya latihan di rumah bersama Nisa. Baru sebentar mereka melakukan vokal
“ma-me-mi-mo-mu”, telepon Quin berdering.
“Quin, boleh minta tolong? Kita latihan bareng ya?” suara Arka terdengar panik seperti habis dikejar ayam tetangga.
“Hah? Kenapa?” tanya Quin.
“Aku nggak percaya diri. Eliminasi kemarin aku di peringkat dua terbawah. Aku takut minggu ini pulang.”
Nisa langsung meloncat ke depan Quin dengan mata berbinar-binar, mendekati tingkat mengkilat seperti lampu berkedip.
“Bilang iya! Iyaaaa!! Aku pengen dengar Arka nyanyi live!”
Quin mendesah. “Oke, Ka. Ke rumahku ya.”
“YES!” teriak Nisa sambil memompa tangan ke udara.
“Aku setuju bukan karena Dima nggak bisa nemenin aku,” kata Quin ketus pada Nisa.
“Tapi karena kamu mau lihat Arka seperti nonton konser privat.”
“Terima kasih atas kejujuranmu,” jawab Nisa dengan bangga dan bicarq seperti seorang dayang pada ratunya.
--
Tak lama, Arka datang. Ia tampak gugup tapi berusaha keren dengan jaket denimnya.
Mereka latihan di ruang musik—tempat mewah penuh peralatan yang bahkan bisa bikin studio TV iri.
Teh Santi masuk membawa minum. “Non Quin, Mama barusan telepon. Katanya siapkan makan siang buat tamu, jadi Teh masak yang spesial ya.”
“Terima kasih, Teh.”
“Mamamu ke mana, Quin?” tanya Arka ramah.
Nisa langsung mendahului lagi seperti presenter berita gosip. “Lagi sibuk kafe baru yang mau dibuka sama temen kuliahnya. Makanya sering pulang malam.”
“Berbakat sekali jadi reporter gosip ya kamu,” gumam Quin.
“Terima kasih. Tau aja, kamu” jawab Nisa menggodai Quin.
--
Latihan dimulai. Nisa mengambil alih misi pemilihan lagu untuk Arka. “Aku rasa kamu cocok bawain lagu Tulus,” katanya sambil membuka playlist di ponselnya. “Suara kamu itu hangat. Kayak selimut. Atau mungkin kayak bantal hotel bintang lima. Enak didenger.”
Arka tertawa malu-malu. “Wah, terima kasih. Aku coba ya.”
Sementara itu Quin duduk memandangi partitur kosong seperti menatap masa depan yang buram. “Aku nyanyi lagu apa, ya…” gumamnya. Ia berharap ada ide, tapi Nisa dan Arka sedang sibuk berdiskusi, tertawa-tawa, dan kadang menatap satu sama lain seperti poster drama romantis.
Quin hanya bisa mengetuk-ngetuk meja kesal.
Akhirnya ia membuka chat Dima.
Quin: Dim, kata kamu nanti aku nyanyi lagu aoa?
Dima: Serius nanya? Ini beneran nanya, apa cuma ngetes?
Quin: Ada ide nggak?
Dima: dangdut?
Quin: Oke!
Dima: eh jangan dong.
Quin fokus chating, tidak memperhatikan Arka dan Nisa saling menggoda.
Quin: Jadi apa?
Dima: Rida Sita Dewi – Antara Kita. Tau nggak?
Quin: Tau..
Dima: suka?
Quin: Suka-suka aja. mama aku pernah muter lagu itu dulu. Aku langsung suka.
Dima: Oke.
Tanpa sadar, Quin tersenyum.
“Guys, aku pilih lagu. Antara Kita,” katanya.
Arka dan Nisa langsung berhenti seperti adegan sinetron ketika rahasia terbongkar.
“Cepet banget nentuin. Dari siapa?” tanya Arka.
“Dima.”
Arka memiringkan kepala. “Dima siapa?”
Nisa menjawab super cepat seperti ingin memenangkan lomba debat. “Dima itu musuh bebuyutan Quin dari dulu. Mereka selalu bersaing di lomba apa pun. Dima juara dua, Quin juara satu. Tapi akhir-akhir ini mereka malah kayak saling PDKT. Romansa dari musuh jadi cinta, gitu lho. Wah, dramatis banget kan?”
“NISA!” teriak Quin.
“Apa? Kan fakta,” jawab Nisa polos.
Quin hanya menghela napas, pipinya memerah.
Nisa malah lanjut dengan mode gosip unlimited. “Terus kemarin Dima ikut lomba puisi. Hadiahnya uang banyak buat beli motor baru karena motor dia yang sekarang—”
“Berhenti! Kamu ngomongnya kepanjangan!” potong Quin panik.
“Oh, sori…,” Nisa menunduk.
Arka membuka ponselnya, melihat akun Instagram Quin, lalu wajahnya berubah serius.
“Quin… komentar kamu banyak yang negatif.”
Quin merebut ponselnya dan membaca.
‘Pasti dia masuk You Are My Idol karena orang dalam.’ ‘Ini jelas cuma mau bantu Dima.’ ‘Settingan acara banget.’
Quin mengepalkan tangan.
“Ini pasti ulah si Kinan itu!”
“Kinan yang tersisih kemarin??” tanya Nisa.
Quin mengangguk.
Arka menepuk bahu Quin lembut. “Jangan hiraukan komentar negatif. Lebih baik fokus latihan. Kita bertiga sama-sama butuh persiapan.”
Quin menarik napas panjang. “Iya. Bener, sih"
Dan latihan pun berlanjut. Arka menyanyikan “Sewindu” dengan suara bergetar tapi hangat. Nisa menatapnya dengan ekstasi penuh bintang-bintang di mata. Quin memainkan hapenya, dan untuk beberapa saat, drama media sosial terasa jauh.
queen Bima
mantep sih