Aku, Kamu, Dan Jarak Yang Tak Kasat Mata
Ini adalah bab terakhir yang ku tulis untukmu, Andra. Aku tak memungkiri, jika kamu satu-satunya orang yang singgah lama di hatiku dan mungkin akan terus begitu. Setiap bagian dari dirimu membuatku tertarik dan tidak bisa membuatku berpaling. Kamu perwujudan dari orang yang selalu ku idamkan. Setiap pandanganku jatuh padamu selalu membuatku mengucap dan memuji keagungan Tuhan. Tuhan menciptakanmu dengan begitu sempurna. Semuanya, sifat, tutur kata, perilaku, rambut hitam legamnya dan pupil matamu yang jauh lebih dalam dari gelapnya malam. Semuanya sempurna bagiku, begitu pas, tak ada yang perlu diubah darimu. Aku mencintaimu apa adanya, semua bagian darimu. Aku tak tahu apakah ini termasuk perasaan cinta atau bukan meskipun kamu sudah lama mengisi hatiku. Membuat tak ada ruang yang tersisa untuk orang baru di sana. Sedangkan yang ku bisa hanya mendambakannya.
Memang benar, manusia harus lebih mencintai Penciptanya dari pada ciptaan-Nya. Mungkin perasaanku berlebihan, dan sesuatu yang berlebihan tidak pernah berakhir baik. Bagaimana bisa, aku, yang seorang manusia biasa, mengharapkan sesuatu yang tidak bisa ku gapai. Sesuatu yang takkan mungkin, meskipun orang-orang bilang tidak ada yang tidak mungkin di dunia ini. Lalu bagaimana dengan kisahku? Aku mengalami sesuatu yang orang sebut dengan kata "tidak mungkin" itu.
Aku tak pernah bisa melangkah lebih dekat kepadamu karena ada batas yang memisahkan kita. Batas yang sangat jelas bentuk dan rupanya namun tak kasat mata. Batas yang seharusnya memang memisahkan kita dan tak harusnya pernah coba dilewati. Jarak yang sangat membedakan kita. Dan dari situ, aku selalu mencoba mengikhlaskanmu, membiarkanmu pergi walau aku terluka setengah mati. Hanya diam mengagumi kamu yang berada di jarak tak kasat mata itu tanpa pernah mendekat. Karena apa yang dipisahkan oleh Tuhan takkan pernah bisa disatukan oleh manusia.
Awalnya, ku pikir seiring berjalannya waktu nanti kamu akan pergi dengan kemauanmu sendiri, dan aku mungkin akan kehilangan rasaku kepadamu, namun rupanya aku yang memang tak ingin kamu pergi. Hanya satu hari pertemuan kita saat itu namun kamu sudah mengklaim tempat di dalam hatiku. Tidak ada pertemuan hingga setahun setelahnya.
Hanya aku yang terus memandangi fotomu di akun whatsapp grup kita. Ya, aplikasi whatsapp. Grup untuk para penulis muda yang memenangkan lomba menulis cerpen nasional saat itu. Grup itu menjadi sarana bagi lima orang dari kita yang menjadi pemenang lomba itu. Yang punya kesempatan untuk magang di penerbit itu selama enam bulan. Lomba yang membawaku melihatmu. Yang membuatku berharap bisa mempersempit jarak kita walau tak pantas. Kita yang hanya berkomunikasi di dalam grup dengan admin yang merupakan salah satu editor suatu penerbit yang selalu menjadi penerbit novel-novel favoritku dan tak pernah berbicara pribadi berdua. Kita yang bahkan tak pernah saling sapa. Atau bahkan hanya sekedar saling menandai di dalam grup, tak pernah sama sekali.
Kau ingat pertemuan pertamaku denganmu saat kita kelas sepuluh waktu itu? Di ibukota negeri ini, aku yang berasal dari desa di suatu kota kecil paling ujung timur pulau menapakkan kaki di kota paling padat di seluruh Indonesia. Setelah mengikuti lomba cerpen nasional itu, aku meraih juara pertama. Kamu meraih juara kedua, dan Brian meraih juara ketiga. Kita pada akhrinya berteman, seiring berjalannya waktu. Aku datang ke ibukota menggunakan tiket pulang pergi pesawat yang dikirimkan oleh pihak penerbit. Itulah kedua kalinya aku naik pesawat dan pertama kalinya aku pergi ke suatu tempat seorang diri. Aku sangat takut tentunya, namun pihak penerbit benar-benar sangat membantu ku dengan baik. Aku sungguh-sungguh hanya seorang gadis desa dari kalangan menengah ke bawah. Sungguh jauh berkebalikan denganmu.
Aku juga masih bertanya-tanya, mengapa Tuhan menghadirkan kamu dalam hidupku. Harusnya aku hanya mengagumimu dari jauh. Tidak pernah terlibat atau malah dekat denganmu. Harusnya aku tahu, aku bukan siapa-siapa. Harusnya aku bisa menahan diri. Menahan perasaanku. Mencegahnya agar tak berkembang lebih jauh. Mencegah agar perasaanku tak tumbuh dan malah membelenggu dan menyakiti kita berdua. Maka dari itu, aku tak pernah mau memulai kisah kita.
Meski mereka bilang kita tidak salah karena kita saling cinta. Karena aku tahu, jika kisah kita dimulai, maka tidak akan ada akhirnya. Tidak ada akhir yang bahagia diantara kita. Tidak akan ada kita yang berjalan beriringan bersama-sama sampai hari senja kita.
Cinta ini benar, hanya saja tumbuh di saat yang tidak tepat. Cinta ini hadir diantara dua orang yang tidak tepat. Jika bisa, aku ingin mengulang waktu agar aku tak pernah mengenalmu. Tak ingin dekat denganmu yang sampai-sampai membuat perasaanku tumbuh semakin dalam. Jika begitu, maka kita akan bahagia di jalan kita masing-masing. Kamu akan bergandengan tangan bersama gadis yang kamu cinta tanpa jarak. Dan aku tahu gadis itu bukan aku. Hatiku sesak. Membayangkan duniaku tanpa mengenalmu. Jarak itu masih menjadi pemisah kita dan selamanya akan terus seperti itu.
Aku akan mencintai orang lain setelahnya. Dan kamu juga akan melakukan hal yang sama. kita hanya dua insan yang secara sengaja Tuhan pertemukan, namun tidak Tuhan satukan. kita berada di jalan yang berbeda. Kamu akan jadi laki-laki yang pernah aku cinta. Mungkin ini memang yang terbaik bagi kita. Kita pada akhirnya memang akan berpisah pula. Nanti, suatu hari, aku akan menemukan orang sepertimu yang tak berjarak seperti kita, orang yang ku cintai sedalam cintaku padamu. Kami akan berjalan beriringan di jalan yang sama. Begitu pula kamu. kita terpisah jarak dan akan selalu terpisah jarak itu.
Tetapi, terima kasih. Sungguh. Kamu adalah dia, dia yang ku temui di tengah cerita hidupku namun takkan pernah bisa membuat cerita indah bersamaku. Jarak ini terlalu nyata untuk kita. Meski kamu memiliki pandangan yang berbeda denganku tentang apa yang dimaksudkan Tuhan dengan menghadirkan cinta di antara kita. Sungguh, bagiku, cinta ini adalah cobaan. Cobaan yang dihadirkan Tuhan ke dalam hidupku. Cobaan indah yang ku temui.
Aku akan ikhlas. Aku harus ikhlas. Meskipun berat pada awalnya namun aku yakin akan terbiasa. Tuhan tahu apa yang terbaik. Biarkan saja coretan-coretan pena ku di kertas ini merangkum perasaanku padamu. Perasaanku padamu. Kamu adalah cobaan terindah bagiku. Cobaan yang membuatku semakin yakin pada Tuhanku. Cobaan yang akan membuat langkahku semakin tegak di jalan yang ku yakini.
Cinta. Ku mohon agar Tuhan hapuskan rasa yang ku miliki itu padamu meskipun secara perlahan-lahan namun pasti. Karena pada akhirnya, rasa ini harus habis. Sehingga kita berdua sama-sama bisa menemukan pengganti masing-masing. Sungguh, aku doakan kebahagiaan dan lindungan Tuhan agar selalu menyertai langkah kakimu. Sungguh. Aku berharap rasa ini akan semakin menipis. Dan akhirnya nanti, kita bisa mencintai orang lain lagi, dan itu bukan aku dan kamu. Bukan tentang kita, aku, kamu, dan jarak yang tak kasat mata.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 23 Episodes
Comments